in ,

18 Tahun LPM Mimbar Untan Merayakan Pergerakan

WhatsApp Image 2017 05 02 at 09.36.55

teraju.id, Untan – Suasana temaram mewarnai pusat kegiatan mahasiswa bernama Lembaga Pers Mahasiswa Mimbar Untan di salah satu ruas Jalan Daya Nasional dan tak jauh dari Tugu 1959. Lampu listrik sengaja di-off-kan. Hanya nyala puluhan lilin dipasang di atas lokasi parkir. Berderet lilin dihidupkan dengan pelindung berupa gedebong pisang sehingga menimbulkan efek cahaya indah bak pendar rembulan dipandang dari kejauhan. Semua undangan pasti melewati sensasi cahaya lilin ini untuk sampai ke lokasi kegiatan. “Silahkan menuju ke sana,” kata panitia di kegelapan malam, Sabtu, 29/4/17 sekira pukul 21.00.

Lokasi yang ditunjuk hanya setingkat di atas temaram karena ada beberapa bola lampu yang ditembakkan ke backdrop. Backdrop ini terpasang di tempat terbuka dan menempel di dinding bertuliskan LPM 18 Tahun. Pada lokasi berpayungkan langit malam inilah sebuah acara perayaan pergerakan dilakukan dengan sangat sederhana. Kendati sangat sederhana, namun bobot perayaannya berbanding terbalik lantaran LPM lahir di era reformasi, serta turut terlibat di dalamnya. Lebih jauh daripada itu, LPM Mimbar Untan adalah lembaga pers paling eksis di kampus kampus Kalbar.

Duduk dengan rapi di atas lantai berlapiskan karpet para pengurus dan pegiat Mimbar Untan berikut para alumni dan undangan. Tampak di deretan para alumni itu mulai dari Fahmi yang eksis di Pasca Sarjana IAIN Pontianak, Anas Nasrullah di WWF, maupun Ahmad Sofyan di LPS-Air.

Acara dimulai dengan tayangan vidio singkat karya Miun-TV. Pada durasi 15 menit tayang tersebut diperlihatkan dinamika kegiatan mahasiswa dan dapur redaksi. Ada spot kegiatan di devisi radio, TV, online, majalah dan tabloid. Ada juga sejumlah testimoni dari alumni.

WhatsApp Image 2017-05-02 at 09.36.56

LPM Mimbar Untan yang lahir pada 1999 sangat kental dengan suasana reformasi, di mana Orde Baru tumbang akibat penyakit kronis kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Mimbar Untan yang sebelumnya merupakan bagian rektorat dan berada di bilik kehumasan menjadi mandiri sebagaimana UKM lain seperti Menwa, Pramuka, BKMI, BKMK. Dengan kemandirian itu kemerdekaan berpikir dan berpendapat lebih merdeka untuk diekspresikan insan pers kampus.

Setelah menikmati sajian makan malam dan kudapan ringan Ketua LPM Mimbar Untan dengan rendah hati meminta masukan dari hadirin agar LPM Mimbar Untan (Miun) terus produktif dan kreatif di tengah dinamika mahasiswa dimana idealismenya naik-turun. “Kami sudah punya tabloid, majalah, radio, TV, bahkan media online. Namun terasa masih kurang bisa menyatu. Terkesan terpecah-pecah. Hal lainnya tentu saja kuantitas serta kualitas yang berdampak bagi perubahan sosial,” ungkapnya seraya menyentuh elan vital idealisme pers mahasiswa sebagai lembaga kontrol sosial yang kritis dan independen.

Alumni Mimbar Untan yang diminta bicara pertama adalah saya. Saya berkiprah di Mimbar Untan sejak tahun 1992-1997 di masa kepemimpinan Rektor, Prof H Mahmud Akil, SH. Saya menginisiasi kemandirian Mimbar Untan dari Humas sebagai LPM karena berinteraksi aktif di Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI). Inisiasi tersebut berhasil diwujudkan dengan daya dukung reformasi yang diteruskan oleh kader muda seperti Faisal Riza, Ridho, Mursalin, Demanhuri dkk. Tonggak 1999 itulah yang diperingati hingga 18 tahun kini.

Saya mengungkapkan bahwa teknis jurnalisme mengajarkan praktik kontrol sosial yang sangat aplikatif serta sesuai semboyan Mimbar Untan: Kritis, Ilmiah, Independen, Religius. Di era berkiprah, karya monumental adalah hasil investigasi siapa perancang lambang negara. Melalui laporan utama tabloid Mimbar Untan, berhasil membuka kegelapan sejarah Indonesia, bahwa perancang lambang negara bukanlah Prof Dr Muhammad Yamin, melainkan Sultan Hamid II. Naskah ini menjadi inspirasi dosen Fakultas Hukum Untan, Turiman Faturrahman Nur untuk menuliskan tesis di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Anshari Dimyati di FH-UI pula dengan keberhasilan mempertahankan tesis bahwa memang benar Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara elang rajawali Garuda Pancasila sekaligus terbukti bahwa Sultan Hamid II tidak tersangkut makar Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Buah karya Mimbar Untan telah membawa perubahan sosial yang panjang. Mulai dari pengakuan Sultan Hamid sebagai perancang gambar lambang negara, dikukuhkannya nama jalan antara Tol Kapuas I hingga Tol Sungai Landak sebagai Jalan Sultan Hamid. Tak terkecuali pengusulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional. “Jurnalisme investigasi bisa mengubah dan menggugah terjadinya perubahan sosial.”

Saya mengusulkan agar aktivis pers kampus Miun mengembangkan adagium pers alternatif. Dengan demikian karya mereka orisinil ketimbang pers mainstream. Mereka juga dapat menjahit karya yang terpecah-pecah ke dalam jurnal ilmiah ataupun buku. “Bisa buat devisi baru, bernama devisi buku. Jangan kalah dengan Club Menulis di IAIN!” Saya memberikan perbandingan bahwa di Club Menulis IAIN telah terbit ratusan judul buku.

Saya menyebutkan bahwa Mimbar Untan merupakan tempat yang subur untuk menempa diri dan pengetahuan yang luas. Lihatlah alumninya seperti Prof Dr Chairil Effendy, Ir Baskoro Efendi, Drs Suryadi Sowinangun, Dra Sarmini, Sri Nur Aeni hingga Syafaruddin Usman. Sementara di blantika pers daerah ada Heriyanto Sagiya (Pemred Pontianak Post), Ashrie (wartawan Pontianak Post), Hasyim Asy’ari (Direktur Tribun Pontianak), Stefanus Akim (Redpel Tribun Pontianak), dan masih banyak lagi untuk dapat disebutkan satu per satu. “Sebagai aktivis pers kampus, haram hukumnya untuk ditolak bekerja di pers profesional. Ini kalau Anda benar-benar menempa diri dengan berjurnalisme ria.”

Aktivis lingkungan hidup yang juga alumni Mimbar Untan, Anas Nasrullah menimpali, “Kalau sudah passion, pasti jadi. Passion ini yang mesti ditumbuhkan,” ungkapnya menyebut nama lain alumni Miun yang sukses di NGO, bahkan PNS serta perusahaan-perusahaan besar swasta.

Anas bersyukur bahwa dia merasakan proses peralihan Mimbar Untan dari rektorat ke LPM. Merasakan “jadi penunggu” sekretariat Mimbar Untan yang kala itu merupakan satu ruang kelas di eks-rektorat. Kini sekretariat penuh kenangan itu telah merupakan bagian dari Program Magister Ilmu Hukum. “Dari sekretariat ini lahir banyak ide-ide besar liputan,” ungkapnya. Ide liputan yang dirintis pada masanya adalah jurnalisme presisi. Dari penarikan sampel serta metodologi yang sesuai berhasil diulas kenapa mahasiswa Untan enggan turun aksi demonstrasi. Kemudian dari laporan utama itu berhasil membuat pergerakan mahasiswa lebih terarah, fokus dan mengubah.

Perubahan yang terasa bagi Kalbar adalah penerapan jurnalisme presisi pada lembaga yang terkontaminasi penyakit korupsi. Hasil riset mengarahkan telunjuk kepada instansi Polri. Maka dibesutlah diskusi bersama kapolda yang saat itu dijabat Brigjen Pol Nanan Sukarna.
Anas menegaskan perlunya setiap insan pers kampus yang bernaung di bawah LPM Mimbar Untan menghimpun nilai (value colledge). Sebab dari menghimpun kembali nilai-nilai yang terdapat dalam lembaran sejarah Mimbar Untan akan melahirkan inovasi-inovasi baru berbasis nilai-nilai tersebut. “Untuk menjadi jurnalis yang sukses mesti menganut nilai-nilai pers. Value dihimpun kemudian berbuah dan panen sesuai tantangan zamannya,” katanya.

Bagaimana mengumpulkan nilai-nilai tersebut? Anas mengarahkan perlunya diskusi terfokus dan melahirkan rekomendasi semacam RPJM di pemerintahan. Ada rencana pembangunan jangka menengah yang dirumuskan lebih rinci dalam target, serta teknis program di lapangan. “Ini semua merupakan langkah manajemen yang ilmiah,” tambahnya.

Di tempat yang sama, sebagai pembicara ketiga adalah Ahmad Sofyan. “Pada saat saya bergabung di Mimbar Untan, suasana reformasi sudah mereda,” akunya. Namun pria yang akrab disapa dengan Asof ini mengaku sangat terpengaruh dengan kiprah aktivis di pers kampus. Dinamika idealisme pers mahasiswa ini pula yang membawanya terpilih sebagai Direktur Eksekutif LPS-Air sebuah NGO yang ternama di Kalbar. Asof menegaskan pentingnya telaah kritis yang ilmiah. Karena bertumpu pada tataran tersebutlah Mimbar Untan akan tetap tampil terdepan dalam ide dan karya yang mengedepankan kontrol sosial.

Sebagai pembicara terakhir adalah Anin wartawan Tribun Pontianak. “Karena malam semakin larut, saya sebagai alumni hanya menghimbau bahwa Anda mau belajar apa saja, kami di Tribun Pontianak terbuka. Mau belajar di bidang cetak silahkan, di bidang online pun oke.”
Acara Mimbar Untan 18 tahun ini ditutup dengan pembagian karya “Civitas”, majalah dan tabloid. Kemudian tentu saja foto bersama. Jam tangan sudah menunjukkan angka 23.30. Suasana temaram makin kelam karena hari sudah hampir berganti penanggalan. Namun di dalam batin para aktivis pers kampus, sebaliknya, muncul spirit baru pergerakan yang mencerahkan. (Nur Iskandar)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

grafis 4

Kakap Gempar! Jatuh dari Jermal, Askan Hilang

IMG 20170502 130650 971

Kesbangpol Gelar Dialog Pembauran Kebangsaan