in

Perempuan Adat Berusaha Merebut Ruang

NARASI-Wihelmina Seni, Arna Mawati Revison dan Yurni Sadariah dengan fasih tampil menarasikan kehidupan perempuan adat di kampungnya masing-masing dalam acara talkshow Perempuan Aman di ARCH Hotel, Bogor, Jumat (16/12).
NARASI-Wihelmina Seni, Arna Mawati Revison dan Yurni Sadariah dengan fasih tampil menarasikan kehidupan perempuan adat di kampungnya masing-masing dalam acara talkshow Perempuan Aman di ARCH Hotel, Bogor, Jumat (16/12).

teraju.id, Jakarta-Menyelamatkan ruang hidup perempuan masyarakat adat di tengah-tengah perubahan besar yang terjadi juga bermakna turut menyelamatkan pengetahuan dan kearifan lokal yang masih tersimpan dalam ingatan para perempuan-perempuan di kampung dan desa di Indonesia.

Hal tersebut terungkap dalam acara talkshow yang digagas Persekutuan Perempuan adat Nusantara, Jumat (16/12). Acara yang mengundang sejumlah para praktisi, aktivis perempuan, peneliti, dan akademisi tersebut diberi tema Menghadirkan Narasi Perempuan Adat atas ruang hidupnya.

“Perempuan adalah aktor kunci dalam proses pewarisan pengetahuan dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat adat selama ini,” kata Ketua Umum Perempuan Aman Devi Angraini ketika membuka secara resmi acara tersebut.

Selama ini kata Devi, wilayah kelola perempuan adat bukan saja terabaikan dalam proses pembangunan, bahkan suara mereka nyaris tak tersuarakan, sekalipun di dalam komunitasnya sendiri. Padahal mereka merupakan rantai terpenting dan penentu utama berlanjut tidaknya sebuah generasi yang masih mewarisi tradisi dan nilai-nilai budaya di Indonesia.

Pada mulanya kata Devi, idea ini muncul karena dalam program pemetaan partisipatif yang sudah dilakukan selama ini oleh AMAN sebagai organisasi induk pun, umumnya baru bicara soal wilayah adat dan hak-hak komunal. Peta-peta tadi sama sekali belum menjelaskan dimana posisi wilayah kelola perempuan adat? Dimana pula informasi tentang otoritas dan pengetahuan perempuan. Karenanya kata Devi, salah satu tujuan dari program ini adalah untuk memperjelas hal tersebut.

Talkshow kali ini menghadirkan 3 penutur dan penulis yang berasal dari Mentawai, Kalimatan Timur, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menarasikan kehidupan dan kondisi masyarakat adat dimana mereka hidup.

Yurni Sadariah, Perempuan adat Rangan, Kalimantan Timur, misalnya memaparkan bahwa ruang hidup masyarakat adat—termasuk wilayah kelola perempuan adat—di kampungnya telah jauh berubah. Hal ini antara lain karena sistem penguasaan sumberdaya alam yang tidak seimbang dan eksploitasi hutan yang mengabaikan keberlangsungan ekologi serta hak-hak masyarakat adat.

“Kondisi ini semakin terasa sejak masuknya HPH, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan bersekala besar, selain program transmigrasi,” kata Yurni.

Wilhelmina Seni, penutur dari NTT mengatakan tujuan dia menulis adalah untuk mengatakan kepada dunia tentang bagaimana nasib perempuan adat yang sebenarnya saat ini. Karena media sangat juga sangat terbatas mengungkapkannya. Dia tampak emosional dan sempat menangis ketika menceritakan kisah perempuan-perempuan melawan aparat pemerintah yang memaksa membangun waduk raksasa di Desa Rendu Butowe, NTT.

“Selama ini kita pakai omong, tidak ada yang dengar. Sekarang saya menulis, supaya dunia tahu!” tegasnya.

Salah satu penanggap tulisan ketiga perempuan adat tersebut, yaitu anggota dewan pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Maria Rita Roeswiastoeti mengatakan mengapa dalam setiap upaya pengambil alihan sumber daya atau lahan masyarakat yang dibujuk selalu kaum lelaki. Karena menurut dia dalam sistem sosial masyarakat adat di Indonesia, lelaki merupakan pemegang kekuasaan dan yang berhak membuat keputusan publik. Sementara perempuan hanya kebagian urusan privat saja.

Relasi kuasa yang demikian tidak saja membuat perempuan kehilangan kontrol terhadap kepemilikan aset atau sumber daya alam di komuntiasnya, tetapi juga menjadi korban yang paling menderita saat ruang hidupnya di rampas.

Di akhir acara, salah seorang peserta mengatakan situasi seperti ini membuat para perempuan masyarakat adat di Indonesia tak bisa lagi fasif dan diam saja, tetapi harus aktif dan berada garis depan.

Written by teraju

WhatsApp Image 2016 12 16 at 09.24.08

Oknum Bu Guru Jualan Narkoba di Kubu Raya

IMG 20161217 150150 226

Kapolda Cek Situasi Keamanan Diperbatasan Menjelang Kunjungan Presiden