in ,

Pariwisata Kota Pontianak Ditopang Aktivitas Pengajian Kolegial

IMG 20170417 080248 312

teraju.id, Purnama – Kota Pontianak yang tumbuh semakin rapi dan bersih dengan segenap taman-taman yang indah seperti Taman Alun Kapuas, Taman Akcaya dan Taman Digulis Untan mendapat kunjungan banyak warga. Terutama warga lokal. Dalam hal ini kelompok pengajian turut ambil bagian secara kolegial.

Salah satu contoh aktivitas pengajian kolegial itu ditunjukkan oleh jamaah masjid Jamiatus Sholihin yang beralamat di Purnama Agung VII dengan kepemimpinan ketua Alam Mastar Harahap. Diinisiasi sebuah kegiatan mutual bersama Taman Pendidikan Alquran (TPA) untuk wisata sejarah berbungkus dakwah populis.

Kegiatan difokuskan di tiga titik pariwisata kota, yakni Taman Alun Kapuas, Makam Kesultanan Batulayang dan Masjid Jami’ plus Keraton Kesultanan Qadriyah Pontianak. Mereka dengan jumlah mencapai 200-an orang menggunakan moda transportasi air khas Pontianak bernama Bandong.

Sejak pagi sekira pukul 07.00 yang bertepatan dengan hari libur Nyepi, tepatnya pada tanggal 28/3/17 sejumlah remaja telah berkumpul di pelataran masjid. Mereka berbaju muslim dan muslimah. Suara percakapan mereka terdengar saling menghitung antara satu dengan lainnya, seperti kemana si A, si B, si C dan seterusnya. Lalu terdengar mereka saling berteriak memanggil agar kawan-kawan lainnya yang bertetangga dengan masjid segera berkumpul.

Dalam hitungan 60 menit semakin banyak yang berkumpul. Mulai dari anak-anak TPA termasuk pengurus masjid dan para orang tua. Mereka mendapatkan pengarahan untuk dapat menaiki kendaraan roda empat maupun roda dua. Adapun anak-anak dan remaja diprioritaskan menaiki kendaraan roda empat, sementara para orang tua yang tak tertampung kendaraan roda empat, bisa mengendarai kendaraan roda dua masing-masing. Rombongan Jamiatush Sholihin ini bergerak menuju Taman Alun Kapuas dengan kompak dan tertib. Di wajah mereka tampak puas.

Silaturahmi mempererat hati dan menjadi-jadi. Subur berkah ilahi.
Di Taman Alun Kapuas mereka parkir dengan tertib. Di lokasi yang ditata apik oleh Pemkot di bawah kepemimpinan Walikota H Sutarmidji SH, M.Hum ini perparkiran sangat tertib dan disiplin.

Baik pengaturan lokasi, maupun tarifnya. Tarif kendaraan bermotor Rp 1.000 dan mobil Rp 2.000. Petugas parkir juga mengenakan rompi petugas. Sementara pintu masuk dan keluar Taman Alun Kapuas juga dijaga aparat keamanan milik Pemkot sehingga taman terjaga keasriannya.

Di bawah naungan pepohonan trembesi yang rindang, jamaah Jamiatush Sholihin berkumpul di kawasan tugu mini khatulistiwa. Di sini ada dua agenda khusus. Seperti yang diumumkan Kepala TPA, Ibu Khofifah. Bahwa satu kelompok siswa TPA akan rekaman hapalan surah-surah pendek bersama Mujahidin Madani TV. Sedangkan kelompok kedua yang tidak rekaman siaran TV akan dihibur dengan seni dongeng bersama Dompet Dhuafa.

Adapun orang tua yang ingin menikmati panorama pinggiran Sungai Kapuas dipersilahkan selama program rekaman masih berlanjut. Pengajian melibatkan TV dan seni dongeng bersama santri TPA inilah yang diaksud dengan kolegial.
Taman Alun Kapuas sendiri menjadi destinasi wisata paling menarik di Kota Pontianak. Selain berada di pinggiran sungai terpanjang di Indonesia, juga berada di pusat kota. Di mana ada aktivitas ferry penyeberangan yang mengangkut puluhan ribu orang dalam satu hari satu malam. Ada pelabuhan bongkar muat Dwikora yang bersandar kapal-kapal besar. Juga ada air mancur serta tribun yang mampu menampung lebih dari 1000 orang. Taman juga tertata rapi dengan berbagai jenis kembang, tanaman asli Kalbar maupun trek untuk jogging. Beberapa titik sangat menarik untuk foto bersama. Dan hal itu pula yang “digilakan” pengunjung. Terutama berselfi ria.

Faktor penarik lainnya, bahwa Taman Alun Kapuas adalah alun-alun kota. Persis berada di depan Kantor Walikota dan dekat Pasar Tengah, Pasar Kapuas, Nusa Indah, Sudirman dan Pasar Siantan di seberang sana. Asli. Strategis.
Dua buah kapal motor air jenis bandong telah menunggu di dekat tugu mini khatulistiwa. Dan seusai rekaman maupun dongeng bersama Mujahidin Madani TV serta Dompet Dhuafa, jamaah bergerak menaiki motor air. Di sini sensasi berada di atas sungai terpanjang di Indonesia dirasakan oleh para penumpang. Tak pelak mereka menebar pandang mata dari lokasi yang tidak biasanya mereka rasakan di darat. Foto ria pun tak terhindari lagi. Begitupula update status di sosial media. Luar biasa. Semua pemegang gejet bertindak sebagai fotografer. Yang dipotret berlakon artis dan aktris. Yuhuiiii.

Bandong ini bergerak menuju makam sultan di Batu Layang. Jaraknya dari Taman Alun Kapuas tidak jauh. Namun di sini ada sejarah yang sangat kuat. Karena di sini dikuburkan pendiri Kota Pontianak yakni Sultan Syarif Abdurrachman Alqdrie berikut anak-anak turunannya.

Pemakaman di Batu Layang ini sudah tertata dengan apik pula. Tersedia pintu masuk dari alur sungai. Tangga naik terdiri dari bahan kayu belian dikombinasikan dengan turap beton bertulang. Penataan water front city Kota Pontianak memang terus berkembang di sisi kiri dan kanan sungai sebagai maskot Kota Pontianak. Dana yang diserap ratusan miliar, dan untuk mencapai kesempurnaan dibutuhkan triliunan lagi rupiahnya.

Perparkiran kendaraan roda empat juga luas. Tersedia cukup banyak kantin dan istimewa dengan tumpukan batu meteorit yang melayang sekira sejuta tahun silam. Demikian menurut hasil penelitian para fisikawan.
Seusai berziarah di makam sultan yang mendirikan Pontianak pada tahun 1771 tersebut, rombongan kembali bergerak ke keraton dengan menjelajahi panorama sungai. Mereka mengunjungi masjid Jami’ yakni bangunan pertama yang didirikan Sultan Syarif Abdurrachman setelah dia bertolak dari Negeri Galaherang, Mempawah yang dipimpin oleh Habib Husin.
Masjid Jami’ berhadapan dengan Pelabuhan Sheng Hie. Dan di sebelah Sheng Hie ada gereja tua. Hal ini menandakan harmonisasi hidup bertoleransi di Kota Pontianak. Apalagi di tepian Kapuas Indah juga bercokol sebuah kelenteng tua, tak kalah tua dengan sejarah berdirinya Kota Pontianak.

Masjid Jami’ masih asli dengan tiang kayu ulin alias belian yang menopang tinggi bangunan. Sebagian besar bahan bangunan berupa kayu asli kalimantan. Berjarak sekira 500 meter berdiri dengan megah keraton kesultan Qadriyah. Di kawasan ini jamaah menikmati makan siang dan shalat zuhur berjamaah. Seusai zuhur, mereka bergerak kembali ke Taman Alun Kapuas serta kembali ke Jamiatush Sholihin dengan wajah cerah ceria.

“Lain waktu boleh kita rencanakan sekali lagi Pak,” ujar pegawai Telkom, Tatang kepada ketua masjid Alam Mastar Harahap. “Boleh. Boleh Pak Tatang,” sahut Pak Alam. Hal senada dicuitkan peserta ziarah di grup WA jamaah masjid. Foto jepretan bertaburan tanda kecerian tak terperikan.

Dengan penataan kota yang semakin apik dan indah, inisiatif warga dengan sendirinya akan bergerak tumbuh sebagai tulang punggung industri pariwisata yang turut andil menggerakkan perekonomian daerah pada satu sisi. Kepuasan batin pada sisi lainnya.

Pariwisata yang bergairah akan menghidupkan banyak simpul ekonomi. Mulai dari penyewaan kapal bandong, parkir, hingga pusat jajan dan oleh-oleh.
Model inisiatif lokal pengajian kolegial ala Jamiatush Sholihin bisa menjadi model bagi dinas pariwisata serta stakeholder lainnya untuk bahan pertimbangan program. Dengan demikian industri televisi lokal bisa berkembang, seni dongeng hidup, berbagai rantai bisnis yang saling menunjang juga berkembang mencapai kesejahteraan. Semoga. (nuris)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

rakerpimwil muhammadiyah

Menuju Kalimantan Barat Berkemajuan

IMG 20170418 073024 652

Jelang Ramadhan, Baznas Sosialisasi Zakat