in ,

Percikan Api di Tanjungraya, “Lampu Kuning” untuk Kota Pontianak

IMG 20161105 073807 937

Oleh: Nur Iskandar *

Demo damai umat Islam di Jakarta adalah urusan penistaan atau penodaan agama yang berfokus pada figur Basuki Cahaya Purnama alias Ahok. Ia masuk ke dalam koridor hukum. Namun dampaknya sampai ke Kota Pontianak. Di mana Jumat, 4/11/16 tadi malam terjadi gesekan yang menegangkan. Dimulai dari perempatan Jalan Tanjungraya Pontianak Timur hingga ke kawasan Pasar Flamboyan pusat kota.

Massa bergerak lebih dari sekedar perempatan Tanjungraya yakni sampai ke kawasan dagang Pasar Flamboyan-Jl Gajahmada (wilayah pecinan). Orang nomor satu di jajaran Pemkot dan Polda sampai turun tangan ke jalan untuk menenangkan serta membubarkan massa.

Saya sedang berada di warung Mie Aceh Purnama saat mendengar laporan bahwa “di Timur sudah pecah”. Pecah apanya? Kabar via telepon ini kurang jelas di tengah menderunya laporan langsung di layar televisi soal “rusuh massa” di Jakarta menyusul aksi damai umat Islam menuntut Ahok diadili akibat ucapannya mengenai QS Almaidah ayat 51 di Kepulauan Seribu-Jakarta. Saya “bedesut” ke Pontianak Timur dan mendapati jalanan sejak Purnama hingga Tol Kapuas 1 aman dan tenang-tenang saja. Tidak ada aparat yang berjaga-jaga. Sepi.

Ketika sampai di Jembatan Tol Kapuas 1 saya menebar pandangan ke semua penjuru, tak ada yang pecah apalagi membara. Hanya saja ketika turun jembatan Kapuas mulai tampak kerumunan massa yang tersebar di perempatan Jalan Tanjungraya. Di sini kerap kali terjadi “keributan” dan amat sangat mudah meretas ke wilayah padat perdagangan (pecinan). Saya lihat hanya ada segelintir polisi. Di pukul 21.00 WIB itu satu dua orang mengatur massa agar membuka jalan agar pengguna lalu lintas tetap bisa lancar keluar masuk tol. Beberapa orang lagi berbaju loreng. Juga membantu “menepikan”massa dari jalurtengah jalan raya. Adapun jalur lewat kendaraan sangat sempit.

Saya berusaha untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi sebelumnya, sehingga massa menyemut begini? Para saksi di lokasi sebagian besar tidak tahu menahu. Mereka datang karena mendengar ada ribut-ribut. Mereka juga mau mencari tahu. Kami saling bertanya-tanya.

“Tampaknya sudah diangkut barusan saja,” kata warga yang mau buka mulut. Sementara itu massa terus bertambah yang dalam istilah saya golongan ini tertarik rasa ingin tahu ada apa sesungguhnya. Atau ingin melihat apa lagi yang akan terjadi.

Saya mendekati seorang berkopiah putih dan berkain sarung. Dia mengaku ditugasi kiyainya mengamankan beberapa remaja yang berteriak-teriak di jalanan.”Saya diminta melarang mereka teriak-teriak. Dilarang caci maki. Apalagi kepada aparat. Mereka bertugas mengatur warga agar tertib,” ungkapnya. Saya tanya apa yang terjadi sebenarnya sehingga ribuan orang bertumpuk di sini, pemuda ini mengaku tidak tahu. Apakah ada pemukulan? Perkelahian? Sweeping? “Tidak tahu,” tambahnya.

Melalui jaringan Forum Diskusi Aktivis di WhatsApp saya mendapat foto tiga orang yang melapor ke Polsek Timur. Mereka melaporkan pemukulan yang diterimanya saat melintasi Tanjungraya. Ketiga orang ini berusia muda. Dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Dan saya berjanji akan memeriksa kebenarannya di Polsek Timur. Hanya saja saya baru bisa merapat ke Polsek Timur pada pukul 01.25 WIB. Di mana hari telah berganti dari Jumat ke Sabtu dan telah banyak peristiwa lain menyusul dan menegangkan.

Sebagai jurnalis yang biasa meliput konflik, saya risau kenapa jumlah aparat sangat sedikit? Potensi massa tumpah dan marah amat sangat besar seperti malam Sabtu ini. Apalagi tayangan TV menyoal demo di Jakarta sangat mudah menyulut emosi. Banyak pemirsa tidak menangkap masalah “Ahok” dengan lengkap sehingga bisa bersikap adil dan bijaksana.

Saya kontak petinggi Polda. Saya hendak menyarankan tambahan anggota di lapangan. Namun belum sempat anggota bertambah di Tanjungraya sudah lebih dahulu sekelompok massa dengan berjalan kaki menyeberangi tol Kapuas. Mereka masuk sampai Gajahmada. Mereka bershalawat. Di saat inilah terjadi pembakaran ban bekas dan “pembatas jagung” alias traffict corn di mulut tol. Asap menghitam ke arah lampu penerang jalan. Ketegangan bertambah tambah di antara teriakan Allahu Akbar dan sholawat. Di saat inilah Walikota H Sutarmidji SH, M.Hum tiba ke lokasi. Ia ditemani M Akip.

Sementara tokoh FPI Sahrani turut mendampingi. “Kau turut mengamankan situasi Sahrani,” pinta Sutarmidji dan diterima dengan anggukan pertanda setuju. Massa kemudian surut setelah Sutarmidji menjumpai massa bahkan sempat dimintai foto bersama oleh warga.

Adapun massa yang sudah lolos ke Gajahmada disisir aparat dengan Baracuda bertuliskan Gegana. Brimob bersenjata lengkap memblokir jalan. Sementara mobil aparat dengan pengeras suara layaknya “jam malam” meminta massa membubarkan diri. “Dimohon kepada bapak ibu yang tidak berkepentingan untuk segera pulang ke rumah masing-masing.”

Saya bersama beberapa jurnalis dan aparat berada dalam posisi di depan Pasar Flamboyan. Tepatnya di depan Jotun. Kami saling berbagi informasi. Antara lain informasi mulai diserangnya satu toko IndoMaret di Jakarta. Kyai yang terkena gas air mata. Sampai asal mula terjadinya kerumunan massa di Tanjungraya. Apakah benar ada pemukulan?

Karena jalan Gajahmada dan Pahlawan telah dibuka blokadenya oleh Brimob seiring seruan Kapolda Musyaffak agar massa membubarkan diri, pada pukul 01.15 saya bisa “bedesut” menuju ke Polsek Timur. Tujuannya untuk cek dan ricek apakah benar ada laporan pemukulan di perempatan Tanjungraya sebelum pukul 21.00? Ternyata benar ada. Tiga orang? Betul.

Saya dan wartawan Teraju lainnya, Difa diterima petugas piket bernama Suhartono. “Dua orang sedang di-BAP,” katanya. “Silahkan lihat sendiri di ruang pemeriksaan,” timpal anggota piket lainnya. Sementara saya melihat Polsek Timur sepi kecuali ada beberapa anggota yang mengangkut air kotak dan satu anggota lagi tidur di kursi kayu. Mungkin kelelahan.

Di dalam ruang pemeriksaan tampak seorang pemuda dengan dagu diperban. Ia luka ringan. Di sebelahnya ada remaja putri berambut lurus sebahu. Namun cewek cantik ini tidak cidera.

“Seorang lagi di mana Om?” Saya bertanya untuk cek silang satu korban lagi yang melapor seperti dibicarakan di WhatApp. Namun aparat sedang membuat berkas. “Nanti kalau sudah selesai pemberkasan ya. Saya sedang kerja,” ungkapnya.

Berdasarkan pengalaman, pemberkasan itu memakan waktu lama. Saya juga sudah kelelahan. Namun saya paham, bahwa “percikan api” di Tanjungraya adalah “lampu kuning” bagi Kota Pontianak. Di mana semua kita harus ekstra hati-hati. Bahwa kerap kali karena kasus “kriminalitas atau pidana” warga tak bersalah lainnya menjadi korban.

Persis seperti dialami tiga remaja ketika melintasi tol Kapuas 1 tadi malam, yakni Billy Handsen, Yuliana dan Sutanto. Kita jangan mau seperti itu. Ahok urusan Ahok. Locus delicti DKI. Dan sudah ada keterangan resmi dari Presiden RI akan segera mengadili Ahok secepat-cepatnya dan seterang-terangnya. Kita di sini harus aman dan akur kembali. Jangan terprovokasi situasi Pilkada DKI.

(Penulis adalah Pemred Teraju, Direktur PusdiklatTOP Indonesia dan mengajar di berbagai perguruan tinggi)

Foto: Korban melapor ke Polsek Timur
Foto: Korban melapor ke Polsek Timur

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

IMG 20161105 064125 306

01:10 WIB Tanjung Raya – Flamboyan – Gajahmada Kondusif

IMG 20161105 083216 828

Tebarkan Damai di Kalbar, Tegakkan Hukum tanpa Pandang Bulu