in ,

SMT Flora Agung, Sekolah yang Tutup Namun Alumninya Peduli Pendidikan

WhatsApp Image 2017 04 16 at 06.01.49

teraju.id, Pontianak – Lama sekali tak bersua dengan alumni Sekolah Menengah Pertanian (SMT) Flora Agung yang berdiri sejak 1988 di Kota Pontianak, namun kini telah tutup karena sesuatu dan lain hal. Namanya Muhammad Isa yang akrab disapa Ace. Alumni angkatan kedua (1992) ini dahulu tinggal di Paris 1 (Parit Haji Husin), namun kini menetap di Manis Mata, Ketapang. Ia sudah memiliki lima orang anak. Seorang di antaranya sudah kuliah.
“Kalau kita berjumpa dan senggolan bahu, mungkin saya sudah tidak dikenal,” ungkapnya lantaran rambut bertabur warna putih serta berjanggut bahkan bercambang. Dia mengaku sudah tua.

Sebagai alumni sekolah pertanian, Ace sejak lulus tahun 1992 langsung bekerja di perkebunan kelapa sawit sesuai dengan jurusan yang ditekuninya: perkebunan. Dan saat itu di Kalbar sedang dibuka lahan-lahan perkebunan skala luas sekalian mengangkut kayu hasil tebangannya sebagai cara lain ekspor kayu yang masih “booming”.
Namun bekerja di perkebunan kelapa sawit tidak bertahan lama. Ace keluar dan menikah serta memilih berwiraswasta. Tetapi dia tidak melupakan ilmu pertanian yang ditimbanya selama tiga tahun di lokasi Gang Swasembada II, Jalan Gusti Situt Mahmud, Siantan Hilir, Pontianak Utara. Dia mengolah lahan bersama istri dan keluarga dengan berbagai jenis tanaman. Bahkan cabe.

“Saya bertanam cabe di dalam polybag di pekarangan rumah. Lumayan untuk mengurangi belanja di warung,” ungkapnya seraya menekankan bahwa bekerja di sektor swasta harus aktif dan kreatif agar hidup berkecukupan.
Ace menceritakan bahwa dia juga memelihara ikan. Dari sini dia melatih anak-anaknya untuk berdikari. Ia juga mendatangkan kuda dari Sumba. “Kata Nabi, ajarilah anakmu menunggang dan memanah.” Sejak remaja Ace rajin sembahyang lima waktu. Kendati demikian dia tidak mengabaikan jiwa seni di dalam dirinya. Ia pandai memetik gitar dan kerap tampil di atas pentas untuk acara kesenian. Ace juga pintar melukis dan beberapa kali menjadi juara di level SMA se-Kota Pontianak. Ia beberapa kali mengharumkan nama SMT Pertanian Flora Agung. Dan salah satu lukisan favoritnya adalah kuda.

Sebagai seorang ayah dengan usia kepala empat, Ace sebenarnya masih muda. Ia bekerja keras untuk menghidupi lima anaknya. Si sulung bahkan menimba ilmu di Kampus Bina Nusantara. “Anakku yang tua semasa SMA mondok di pesantren Kota Malang, Jawa Timur. Ketika lulus, dia meminta kuliah di Binus jurusan Entrepreneurship. Biayanya alamak….kalah-kalah kuliah di kedokteran,” ungkap Ace.

Entah berapa biaya persisnya, Ace tidak menguraikan secara detil. Namun dia menambahkan bahwa rizki selalu saja ada jika kita terus berusaha. Namun pendidikan buat anak-anak mesti menjadi prioritas.

Hal yang sama dilakukan oleh alumni SMT Pertanian angkatan ketiga Syafri Wagiyanto yang akrab disapa Yanto. Putra kelahiran Sintang ini sejak tamat sekolah tahun 1993 lebih memilih bekerja sebagai pedagang buah. Namun pekerjaan itu tidak lama dilakoninya. Ia justru jatuh cinta dengan bisnis angkutan. Mulai dari angkutan tandan buah sawit, karet, sampai bahan bakar minyak. Dari bisnis inilah Yanto menghidupi tiga orang anaknya.

Si sulung pada tahun 2017 ini akan menamatkan pendidikan SMP-nya di MTs Kota Sintang. Cita-citanya ke SMA Taruna Bumi Khatulistiwa yang sejak lahir dinisbatkan sebagai sekolah favorit karena disiplin dan semi militer serta berasrama. Untuk bisa mendaftar di sini mesti merogoh kocek sedikitnya Rp 20 juta rupiah untuk masa setahun pertama bersekolah.

Sebagai ayah yang peduli dengan pendidikan serta cita-cita anak yang ingin menjadi polisi, Yanto mesti putar otak, karena biaya 20 juta itu tidaklah kecil buat kehidupan rumah-tangganya yang pas-pasan. Oleh karena itu dia “melego” satu kendaraan roda empat miliknya yang saban hari digunakan berbisnis angkutan. Namun kepada putra sulungnya dia berpesan, “Sekolah yang benar ya Nak. Jangan sia-siakan pengorbanan ayah.”

Begitulah cerminan dua alumni SMT Pertanian Flora Agung. Sekolah swasta kejuruan yang berhasil membentuk sikap mental kerja keras dan militan serta peduli pendidikan bagi masa depan anak-anaknya. Sesuatu yang sangat inspiratif di tengah dialektika perubahan zaman yang demikian cepat, serta semakin banyak pula kelompok masyarakat yang tidak peduli dengan pendidikan anak-anaknya.

Hanya disayangkan SMT Pertanian Flora Agung mesti tutup di usia muda. Jika saja sekolah ini panjang umur, mungkin lebih banyak alumni yang bisa mewarnai Bumi Khatulistiwa dengan warna cerah. Sebaliknya, sekolah kejuruan lainnya semoga bisa dirawat dengan baik dan profesional sehingga bisa membangun daerah. Sesuai semboyan SMK: Kita Bisa! (Nuris)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Santioso Tio

Pelayanan Prima

rakerpimwil muhammadiyah

Menuju Kalimantan Barat Berkemajuan