in ,

Ban Meletop on the Weekend

images

Oleh: Novie Anggraeni

Bagaimana perasaan anda jika mengalami ban meletop (pecah)? Gusar, pasti. Kalang kabut, bukan lagi! Inilah yang kualami hari Minggu kemarin. Waktu itu, aku akan pergi ke Pontianak untuk mengikuti pembinaan agama di Masjid Polnep. Pagi itu terasa biasa saja. Sebelum berangkat, aku sarapan terlebih dahulu dan berkemas diri. Sebelumnya, aku memanaskan motor terlebih dahulu.

”Blom diganti gik ban luar motor kau tu En!” seru salah seorang penghuni rumah yang sedang menggendong anaknya. Dia adalah Mbokku. Mbok adalah panggilanku untuk bibi, yakni saudara dari Mama. Dia mengingatkanku tentang ban luar motorku yang sudah rata karena belum lagi diganti.

“Iye, nantilah kalau Eni dah sempat pasti Eni ganti.” Aku pun menjawabnya dan segera menarik gas motorku.

Di perjalanan tidak ada yang aneh. Aku hanya memerhatikan simpang siur padatnya lalu lintas. Sesekali aku juga melihat pengguna motor yang menggunakan helm dengan posisi terbalik. Entah apa yang ada di pikiran orang itu sampai-sampai dia harus menggunakan helm seperti itu.

Melewati jembatan tol, aku pun merasakan hal yang aneh karena motor yang kukendarai agak oleng atau tidak terkendali. Tapi, aku masih tetap saja membawanya meski pelan. Setibanya di bundaran “Bambu Runcing” di Jl. A Yani, motor yang kukendarai semakin sulit dan kuat olengnya.

Akhirnya aku berhenti tepat di depan Polnep. Dan melihat ban motorku sudah kempis. Aku pun kalang kabut dibuatnya. Aku sempat bingung harus bagaimana. Karena, aku juga tidak tahu di mana bengkel terdekat di sini. Aku pun berusaha mendorong motorku dan mencari bengkel.

Tiba-tiba, ada seorang lelaki paruh baya menghentikan motornya tepat di sampingku dan bertanya, “Kenape Nak motornye?”

“Bocor nampaknye nih Pak,” jawabku.

“Oh, kalo bengkel dekat sini nih ndak ade, cobe masuk di jalan samping mol tuh. Mungkin ade di situ,” ucapnya memberikan saran padaku.

Aku berterima kasih kepadanya. Kemudian, beliau pergi dan aku segera mendorong lagi motorku yang semakin berat.

Sudah cukup jauh dan lama rasanya aku mendorong motor ini mencari bengkel. Akan tetapi, masih belum ketemu.

Sempat bertanya dengan orang-orang sekitar, mereka menyarankan bengkel di arah depan. Namun, setibanya aku di bengkel tersebut ternyata tutup.

Setelah sempat putus asa, kak Adis, tantenya Jihan anak didik lesku ternyata masih ada di Masjid Polnep. Aku bercerita kalau motorku bannya bocor dan masih belum menemukan bengkel yang buka. Sebelumnya aku juga sudah menghubungi adikku agar dia bisa datang ke sini dan membantuku. Namun, adikku itu masih belum sampai.

Akhirnya kak Adis mau membantuku mencari bengkel karena dia tahu di mana bengkel yang masih buka.

Alhamdulillah, akhirnya ban motorku bisa mendapat penanganan montir. Sambil menunggu, abang montir pun bilang kalau ban motorku ini sudah harus diganti karena ban luarnya sudah agak berlubang. Akan tetapi, uang yang kubawa tidak cukup. Maka dari itu, aku hanya meminta mengganti ban dalamnya saja agar dapat bertahan sampai aku pulang ke rumah dan mengambil uang.

Dari pengalaman ban bocor hari ini, aku mendapat pelajaran, pertama, jangan menunda-nunda untuk menganti ban motor jika sudah dalam kondisi tidak layak. Kedua, membawa uang lebih, karena dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketiga, lebih peduli dengan kendaraan, dan jangan mengabaikannya.

Semoga kisah ban motorku di hari Minggu ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Salam meletop! (*)

Written by teraju

IMG 20171021 WA0003

Roti Kap Tetap Menjadi Jajanan Primadona

pensi hari santri

“Perjuangan Para Santri”, Drama Penyemangat Santri