in

CU – Bank Dayak

credit union

Oleh Masri Sareb Putra

Mengapa saya begitu semangat menulis, dan menerbitkan buku, tentang CU (credit union) dan gerakannya?
*
ORANG MISKIN MENOLONG ORANG KAYA
3 bahkan 5 credit union (CU) –syahdan Bank-nya Orang Dayak– di Kalbar masuk senarai 100 besar Koperasi terbesar Indonesia, ditilik dari aset maupun jumlah anggota. Saya anggota dari 3 CU di negeri buah klemantan, sejenis mangga itu.

PERCAYA, dari kata lain “credere” yang menjadi orang ketiga tunggal CREDIT” (ia percaya) asas koperasi tumbuh dan berkembang. Jika CU tumbuh dan berkembang, artinya anggota percaya pengurus, pengurus percaya anggota. Artinya pula, ORANG-ORANG DAYAK SALING DAN DAPAT DIPERCAYA –selain setia, disiplin, dan punya jiwa berbelarasa. Simpanannya dipakai / dipinjam orang lain. Bunga pinjaman digunakan untuk dipinjam orang lain lagi. Modal berputar bukan seperti pusaran air makin ke bawah, melainkan bagai pusaran angin puting beliung di padang gurun: makin ke atas.

Saya berharap ada disertasi, atau tesis, yang meneruskan hasil amatan saya ini. Saya sudah menulis 2 CU, akan tetapi pendekatannya bukan akademik, melainkan historiografi. Yang kedua, 2018, “25 Tahun Keling Kumang: Kerajaan Buah Main Keling Kumang” bahkan bermuatan fiksi-sejarah.

Buku tentang CU yang ketiga ini, CU Betang Asih, yang tumbuh subur di habitatnya, di antara suku Dayak Ngaju dan Maanyan. Saya menajdi Penerbit, sekaligus editornya.

Dengan omset di atas 1 T, CU tak syak adalah plesetan “orang miskin (dahulunya para pengurus dan anggota demikian) menolong orang kaya” karena bunga pinjaman jauh lebih ringan daripada bunga bank. Meski sebenarnya, asas CU “Kamu tolong saya, saya tolong kamu; kita saling tolong”.
*
TESIS saya adalah: CU/ koperasi akan tumbuh subur, di tempat orang saling percaya dan bisa bekerja sama. Di sana ada agaliter. Dayak, sebagai suku bangsa yang egaliter, tidak mengenal adanya kerajaan, feodal. Namun, dari historinya, suku bangsa yang stammenrasnya 7 dengan hampir 500 subsuku ini, saling kayau. Ada 5 motivasi, salah satunya mempertahankan klan/ wilayah. Namun, taktik SALT STARVATION kompeni Hindia Belanda, mencoba menyatukan mereka di Tumbang Anoi Mei-Agustus 1894. Setelah satu, baru dikuasai, namun gagal. Alih-alih saling kayau, suku Dayak sepakat menghentikan 3-H + 1-J (hakayau, habunu, hatetek + jipen (perbudakan).

CU membuktikan. Financial literacy, pendidikan dari segi apa pun, bisa dilakukan untuk memberdayakan dan memajukan orang Dayak. Asalkan: tulus.

Dan matarantai/ lingkaran setan kemiskinan bagai pendarahan itu terbukti bisa diputus. Salah satunya: melalui CU dan gerakan ekonomi kerakyatannya.

Tak syah, pasal 33 UUD ’45 dipraktikkan orang desa. Bukan orang kota. Tepatlah Nawacita: membangun Indonesia, dari pinggiran. Seperti makan bubur, panas, mulai dari pinggir dulu.

Seperti mengerjakan soal ujian: mulai dari yang mudah dulu.

Saya mencatat, jika tidak ada CU, selamanya orang Dayak tidak akan pernah –dan tidak ada kesempatan– menjabat CEO dan Managing Director. Nyatanya, mereka bisa.

Yang saya kagumi dari CU: hari demi hari, aset dan anggotanya makin berkembang dan bertambah; bukannya menyusut. Saya bayangkan, idealnya, begitulah mengelola Negara. Makin hari makin banyak cadangan devisanya, seperti Bank Dayak itu.(*Penulis adalah pegiat Literasi Dayak dan berdomisili di Jakarta)

Written by teraju.id

literasy journalism

Jual Ilmu

leo

Lamaran kerja Bêdjo diterima