in

Kisah Wakaf yang Kehilangan Wakif dan Nazirnya

wakaf dan wakif

Oleh: Nur Iskandar

Ini kisah nyata yang saya temukan di pinggir Kapuas. Sebuah surau berdiri dengan kokohnya sebagai saksi peradaban sungai terpanjang di Indonesia. Umurnya ditaksir lebih dari seabad, oleh karena hanya 50 meter di sebelahnya ada rumah super duper mewah pada zamannya pula. Rumah Hajah Salmah yang kini dipugar Pemerintah Kota sebagai Museum Budaye dengan konstruksi serta rupa-rupa sama persis wajah semula. Usia rumah Hj Salmah 114 tahun! Bagaimana pula surau wakaf sebelahnya?

Surau ini berdiri anggun dengan ukuran 10×10 meter. Kini hijau warna dindingnya, dan kayu konstruksi kanopinya. Indah menatap luasnya sungai Kapuas. Aktif dipergunakan warga sekitarnya hingga hari ini. Uniknya, wakaf rumah ibadah dalam bentuk surau, langgar, atau musholla ini telah ghoib adanya. Ghoib macam mana pula? Ya ghoiblah, sebab sudah tidak lagi diketahui siapa wakifnya dan siapa nazirnya. Inilah kisah mengurus tanah wakaf yang paling unik sedunia yang saya temukan sebagai anggota pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat.

Protokol wakaf sesuai standar hukumnya ada seseorang yang berwakaf. Ia disebut wakif. Biasanya bentuk wakaf yang paling umum dikenal umat Islam adalah objek fital yang dipergunakan banyak orang yakni berupa tanah. Di atas tanah itu biasanya diniatkan oleh wakif agar dipergunakan untuk ibadah khusus berbentuk shalat yakni surau, langgar, musholla, bahkan mesjid. Namun biasa pula ada wakif yang berniat menjadikan tanah wakafnya untuk pekuburan, serta lahan produktif yang hasilnya dipergunakan buat kemakmuran langgar, surau, musholla, mesjid, pekuburan, atau sekolah bin madrasah atawa pondok pesantren.

Ini, objek surau yang kami temukan oleh warga setempat, termasuk pejabat RT dan Ustadz tidak diketahui lagi siapa wakifnya. Juga kalau ditelusuri secara protap syariat wakaf, bahwa ada nazir, seseorang yang menerima amanah pengelolaan wakaf sesuai niatan si wakif, sudah tidak ada juga. Tidak diketahui kemana juntrungannya, seperti kuis tebak di layar kaca saja, “Oh oi siapa dia…..bolehkah aku menebak seri wajahmu?…..Oh oi siapa dia….” Ini lirik lagu quiz presenter Kus Hendratmo yang sempat populer di layar kaca Televisi Republik Indonesia (TVRI) masa 1990-an.

Jadi siapa wakif yang berwakaf surau hijau ini? Kini kita kehilangan jejaknya. Siapa nazir yang bertanggungjawab atas tata kelola wakaf sesuai peruntukan niat sang wakif waktu ijab qabul “tempo doeloe” itu kita juga tidak tahu. Kita kehilangan sesiapa orang-orangnya. Putus sudah mata rantainya. Ibarat kelayang putus, ia melayang-layang saja di udara. Kelayangnya ada, si pemilik telah terputus talinya.

Inilah kondisi yang tidak kita kehendaki bersama. Inilah sebabnya ada UU Wakaf yang mengatur bahwa setiap wakif mesti membuat ikrar wakaf. Ikrar wakaf itu dicatat dengan sebaik-baiknya dan seprofesional-profesionalnya. Kini selain dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) di setiap kelurahan atau kantor desa seluruh Indonesia, juga langsung naik ke langit berupa layanan internet. Data disimpan di satelit. Hanya qiamat dan kerusakan susunan planet berikut satelit yang menyebabkan data wakif maupun nazir itu hilang dari daftar bacaan kita.

Lantas akibat tidak tercatat pada masa lalu bagaimana dengan pahala si wakif yang katanya nyawa boleh putus, tetapi pahala mengalir terus? Mudah menjawab ini sebab Tuhan punya juru catat dengan sistem “waskat” yakni pengawasan malaikat. Semua tercatat. Ada malaikat roqib dan atit. Mencatat kebaikan dan keburukan. Lihat firman-Nya dalam QS Al Kahfi. Dia sebut tidak ada yang paling besar dan yang paling kecil sekalipun semua tercatat dalam kitab! Saat kita bangkit dari alam kubur suatu saat kelak, yakni hari kiamat, semua kita juga langsung terbelalak membaca bahwa kisah hidup kita telah dibuatkan biografi cantik dan unik di mana semua transaksi bicara, gerak seluruh anggota badan, suara hati dan pikiran “at all side” tercatat lengkap. Super duper lengkap. Saat itulah kita baru sadar dan hendak minta kembali ke dunia lagi agar bisa meralat berbagai kesalahan sepanjang hidup. Termasuk nazir yang tidak mencatat wakaf dengan baik berikut rasa tanggung jawab.

Untuk kasus surau tepian Kapuas ini bagaimana? Nazir juga belum tentu salah, sebab seabad yang lalu kita tidak tahu nazirnya berpendidikan dengan baik atau tidak? Punya bekal ilmu wakaf atau tidak. Kasus wakaf ini kita serahkan saja kepada Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui. Dia yang tahu persis duduk persoalan ini. Yang jelas, kita bisa urun rembug kembali antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan warga sekitarnya melibatkan RT dan Lurah. Bisa dibuatkan surat keterangan tanah kembali atas nama negara.

Disusun kembali wakif dan nazirnya atas nama warga dan negara. Dibuat kembali ikrar wakafnya. Kemudian dijalankan wakaf ini sesuai dengan kode etik “the code of conduct” sesuai protokol tetap atawa prosedur tetap (protap) UU Zakat No 41 Tahun 2004.

Banyakkah kasus seperti ini? Saya pikir iya. Sebab di pertigaan Sungai Raya Dalam, sebuah wakaf pekuburan yang dipenuhi dengan rumpun sagu juga kehilangan jejak berupa data wakif dan nazirnya. Tanah ini pun dirasuki tangan-tangan ghoib sehingga bertumbuh unit usaha yang perlu ditelaah legalitas tanahnya. Sebab menurut saksi warga Sungai Raya Dalam di masa Sultan di Kesultanan Qadriyah berkuasa, jauh sebelum Indonesia ada dengan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, Kota Pontianak berdiri sejak 1771 telah dipenuhi dengan semangat wakaf penduduknya, termasuk sultan-sultan yang berkuasa. Tanah pekuburan itu wakaf Sultan Muhammad kepada warga untuk dipergunakan sebagai makam dan dirawatlah turun temurun, sampai kerajaan berganti menjadi NKRI.

Jejak surat menyurat berupa ikrar wakaf perlu ditelusuri kembali sekaligus menjadi cindera mata pengingat sejarah, bahwa berwakaf perlu dicatat. Bernazir perlu diketahui riwayatnya turun temurun. Tercatat. Jika nazir semua wafat, mesti diganti dan tercatat. Mesti ada sistem tata kelola sesuai dengan niat dan peruntukannya. Untuk itulah UU Wakaf hadir untuk mengatur pergantian nazir dengan kelengkapan syarat nazir berikut kapasitas maupun kompetensi yang harus dimilikinya.

Merujuk dua kondisi di atas itulah maka kita perlu membentuk Forum Nazir yang mengurusi wakaf agar produktivitasnya meningkat dan terus meningkat. Kami di BWI tentu tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh kerjasama semua pihak, yang mengetahui riwayat tanah wakaf yang kehilangan wakif maupun nazirnya seperti kisah nyata tersebut di atas. Demikian agar pahala wakif terus mengalir walaupun nyawanya telah terputus, sementara kita bisa belajar syariat perwakafan dengan pelaksanaan penuh rasa tanggung jawab. BWI bisa dikontak di Kantor BWI Cq Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Jalan Sutan Syahrir-Kota Baru.

Dengan berjamaah insya Allah berkah kita semua, baik wakif, maupun nazir serta muwakkif ‘alaihi semakin berlimpah-ruah. Amiin ya Robbal ‘Aalamiiin. (Penulis adalah Korbid Wakaf Produktif BWI Kalimantan Barat. Kontak WA 08125710225)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Kunjungan Beni Thanheri Senin 161120

Wakaf Sepanjang Alur Sungai Kapuas–Destinasi Wisata nan Apik Punya

fh usm.1

FH USM Adakan Sosialisasi Pentingnya Hukum dalam Membangun Relasi antara Manusia dan Lingkungan Masa Pandemi Covid-19