in

Membaca Samir dan Samira: Membaca Kehidupan yang Tak Terduga

IMG 20180225 083036 445

Oleh: Farninda Aditya

“Apa itu, membaca dan menulis?” tanya Samira.

“Membaca dan Menulis”, papar Pak Guru yang baik, “adalah pintu gerbang menuju dunia dan kehidupan. Membaca dan menulis adalah awal dari segala sesuatu”.

Samira masih belum mengerti, menurutnya apa yang dikatakan Pak Guru tidak terlalu penting. Sebab, ia bisa mengendarai kuda jantan sangat baik, dan pemain buzsakhi yang hebat. Samira juga sampaikan itu pada Kakek. Kakek dengan tangan satu. Namun, Kakek bilang Samira harus sekolah.

“Kalau kau tak sekolah, mau jadi apa kau besar nanti”, begitu kata Kakek tangan satu. Tangan yang terkena ranjau.

“Pendidikan adalah pintu gerbang menuju dunia”. Kakek menegaskan.

Saya, baru saja menyelesaikan buku berjudul Samir dan Samira: Kisah Memilukan Tentang Cinta dan Penindasan di Afghanistan karya Siba Shakib. Buku terbitan Pustaka Alvabet ini berkisah tentang kehidupan seorang anak perempuan dari Hindu Kush, Afghanistan yang dikenal oleh masyarakat sebagai Samir.

Ayahnya, Pak Komandan, kepala suku, mendidik Samira sebagai anak laki-laki. Laki-laki sejati, memiliki anak laki-laki. Samira kecil juga mengetahui bahwa dirinya adalah Samir. Hingga suatu hari ia tahu, dirinya berbeda. Banyak pertanyaan yang ada di benaknya. Mengapa ia lahir sebagai perempuan, mengapa ia hidup sebagai laki-laki. Mengapa ibu dan ayahnya menjadikannya demikian. Tapi, Samira tak ingin menanyakannya.

Ibunya-Daria, orang yang tahu bahwa Samir adalah perempuan selain ayahnya, tak dapat ditanyainya. Ibunya terlalu banyak menahan sakit akan hal itu, untuk menyampaikan perasaanya saja, Daria hanya dapat berbisik-bisik pada gelembung air yang mendidih. Maka, Samira memilih membisu. Samira kecil hidup beberapa waktu sebagai anak laki-laki yang bisu. Anak laki-laki yang pandai berkuda, pandai berburu, menembak, dan memiliki kharisma lebih dari anak laki-laki lainnya.

Suara Samira terdengar ketika Pak Komandan kembali tanpa nyawa setelah bertempur. Meninggalnya Pak Komandan, menjadikan sang Ibu tak memiliki perlindungan. Suatu malam, sekelompok musuh masuk ke tenda mereka dan membuat Samira harus membunuh. Keadaan ini, membuat Samira dan ibu tersudut. Ibunya harus memeroleh perlindungan dengan menikah, namun Samira maupun Daria tak menginginkan hal itu. Dalam keadaan tersebut, keduanya khawatir, identitas Samira dapat terbongkar.

Akhirnya, mereka diam-diam melarikan diri menuju tempat tinggal kakeknya. Tempat tinggal yang penuh kedamaian. Tempat yang membuat Samira dapat tertawa seperti tawanya masa kanak-kanak. Namun, di sana ia tetap dikenal sebagai Samir.

Berbeda dengan Ayahnya, kakek bertangan satu mengatakan bahwa Samira memerlukan orang lain untuk hidup. Setiap anak laki-laki dan perempuan adalah istimewa. Berkat kakeknya, Samira menyukai dunia baca dan tulis, ia tertarik pada ilmu pengetahuan.

Hidup sebagai Samir dan Samira tentu saja tak mudah. Hal yang menyulitkan lainnya, ketika Samir menyukai Gol-Sar, seorang gadis yang memiliki pandangan bahwa anak perempuan tak sekadar sumur, dapur, dan kasur. Tapi, Bashir adik laki-laki Gol-Sar, teman sepermainan Samira, berhasil membuat Samira menjadi seorang perempuan sebenarnya. Samir menyukai Gol-Sar sebagai dirinya yang laki-laki, tapi ia juga menyukai Bashir sebagai dirinya perempuan.

Akhir cerita ini memang mencengangkan. Namun dengan jalan keluar yang hebat! Tak terduga. Setidaknya, Samir berhasil menikah dengan Gol-Sar, dan ia juga menikah dengan Bashir.

Mengapa itu bisa terjadi? Hem, bagi anda yang ada di Pontianak, tak dapat menemukan buku dengan ketebalan 396 halaman ini, lalu ingin membacanya. Mari, kunjungi Perpustakaan IAIN Pontianak, di lantai II, di rak 800-Kesusasteraan. Buku cetakan ke empat itu ada di sana.

Selamat berkunjung, dan membaca.

Written by teraju

pangkalan ojek 1

Jadi Ojek Nenek

IMG 20180225 083102 306

Barang Balasan Pernikahan Melayu Sambas