in

Perjalanan Menuju Badau, Kapuas Hulu

WhatsApp Image 2019 07 18 at 05.41.46

Oleh : Khatijah

Pengalaman adalah guru baik dari yang terbaik, mendapatkannya melalui perjalanan dan proses. Itulah yang ingin aku tulis di sini.

Untuk kesekian-kalinya naik kendaraan roda 4 selama belasan jam bukan masalah, sebab jika tidak begitu tak ada jejak. Badan terolang oleng di dalam kendaraan yang sempit nilainya sepala dengan pemandangan kiri kanan jalan dan tugas besar yang diamanahkan.

Begitulah perjalanan kami ke Badau, Kapuas Hulu, Jantung Kalimantan, heart Borneo, siapa tidak mengenal temet (kerupuk basah), dan ikan arwana. Aku yakin yang pernah mengunjungi dan menginjakkan kaki di kawasan dekat hutan belantara ini pasti ingin kembali.

Kali ini aku kembali ke Kapuas Hulu. Aku bukan untuk melaksanakan kegiatan Kampung Riset melainkan melaksanakan salah satu tugas akhir perkuliahan kuliah kerja nyata (KKN) yang dilakukan di Badau selama 40 hari.
Aku dan kawan-kawan naik taksi. Pak Adi, asli Sulawesi, kini tinggal di Pontianak, menjadi sopir kami untuk ke jantung Kalimantan. Tepat pukul 20 dari Institute Agama Islam Negeri Pontianak kami berangkat.

Perkiraan sampai di Badau sekitar pukul 11, agar sorenya bisa berkunjung ke rumah panjang, namun itu tak terlaksana, karena perjalanan yang kami tempuh lumayan berat. Sebabnya kami tidak melewati Putusibau melainkan jalan sawit Simpang Silat. Jalan kuda yang mengocok perut.

Kami melewati Bukit Penai, menyeberang Sungai Kapuas di Silat menggunakan tongkang yang didorong oleh motor air yang kujenal sebagai klotok.

Aku tak sempat bertanya sebab mataku tidak mau berkompromi untuk melek sebentar. Alhasil aku tersadar ketika kami sudah berada di seberang.

Jalan yang kami lewati berdebu. Jika berada di belakang kendaraan lain, atau berpapasan dengan trukk sawit, debu-debu itu naik.

Hingga pukul setengah 1 di Desa Entipan. Jalan beraspal.
Alhamdulillah. Kukira kami terbebas dari segala debu ternyata hanya sebentar kami melintas di jalan yang mulus. Setelah itu, kami melintas di jalan yang rusak lagi. Perut pun dikocok-kocok lagi hingga ke Desa Kekurak dan di Desa Badau 1 jam lebih kemudian barulah perasaan nyaman dan perut tenang dari goncangan.

Kami di tempat tujuan disambut hangat oleh Pak dan Bu Kades. Disediakan ruko tempat kami menginap hingga 40 hari ke depan.

Tak terasa 19 jam dari kota khatulistiwa untuk ke jantung Borneo. (*)

Written by teraju

WhatsApp Image 2019 07 16 at 22.58.33

Anggota Club Menulis Ikut KKN Kebangsaan

WhatsApp Image 2019 07 18 at 09.55.38

Kapolda Kunjungi Rindam XII/Tanjungpura