in ,

Perlu Pendidikan Khusus Lalu Lintas

Perlu Pendidikan Khusus Lalu Lintas

Pontianak— Tak bisa dipungkiri bahwa pengguna jalan raya selalu bertambah setiap tahunnya. Hal tersebut mengakibatkan jalan raya penuh sesak dengan kendaraan, terutama kendaraan roda dua. Hal ini tentu sangat sulit untuk diatasi, melihat kendaraan roda dua bukan lagi termasuk barang mewah. Hampir seluruh lapisan masyarakat telah memilikinya, sebab dijual dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, ditambah dengan sistem cicilan yang dapat sangat membantu semua kalangan untuk memilikinya.

Saya yang merupakan mahasiswa pengguna sepeda motor untuk pulang-pergi kuliah, banyak sekali fenomena “luar biasa” yang saya temukan di jalan raya. Meskipun akhir-akhir ini cukup jarang berita kecelakaan lalu lintas di media, namun hingga hari ini tak sedikit saya lihat pengendara yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Padahal kecelakaan biasanya berawal dari pelanggaran lalu lintas dan saya rasa ini juga berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia.

Tahun 2016 lalu, dari total 105.374 kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia, korban meninggal dunia tercatat 25.859 orang, luka berat 22.939 orang dan luka ringan 120.913 orang. Tentu kita tak ingin catatan pada tahun 2017 ini lebih parah dari tahun lalu. Maka dari itu perlu perhatian dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Meskipun fenomena pelanggaran yang dapat berujung kecelakaan lalu lintas menurut saya sangat sulit berkurang, apalagi hilang. Fakta yang saya dapati menunjukkan bahwa persoalan ini berasal dari pengendara sendiri.

Rambu lalu lintas hanya sekedar pelengkap jalan
Rambu-rambu lalu lintas yang sejatinya menjadi simbol-simbol yang dapat menuntun ketertiban dan keselamatan ketika berada di jalan raya, menurut saya hanya dapat dimaknai oleh sebagian pengguna jalan saja. Sebab, masih banyak penguna jalan yang acuh tak acuh bahkan melanggar rambu-rambu yang sudah susah payah disediakan dan dilengkapi oleh pemerintah.

Keselematan kurang diperhatikan bahkan diabaikan. Beberapa pengendara mungkin menganggap bahwa dirinya mempunyai seribu nyawa. Bagaimana tidak, hampir setiap hari saya melihat ada saja pengguna jalan yang melaju kencang mendahului kendaraan lain. Banyak pula yang tampak dengan sengaja menerobos lampu merah, padahal dari arah yang berlawanan sedang lampu hijau dan banyak kendaraan yang sudah tancap gas. Tentu hal ini sangat membahayakan.

Kendaraan yang memenuhi jalan raya kadang menjadi ajang uji keberanian bagi beberapa pengendara. Saya pernah melihat langsung ada pengguna sepeda motor yang melaju di antara kepadatan pengguna jalan dengan gaya pembalap. Mungkin saja dia sedang membayangkan sedang berada di arena balap sekelas F1 MotoGP. Uji keberanian di jalanan juga kerap saya lihat di persimpangan jalan. Di detik akhir lampu hijau menyala, banyak pengguna jalan yang jaraknya cukup jauh malah semakin melaju dan menerobos lampu yang sudah merah. Alasan kesibukan dan kepentingan, padahal keegoisan

Pengendara yang melanggar aturan lalu lintas akan mengutarakan sejuta alasan agar ia dicap tidak bersalah. Hanya saja, Polantas bukan orang yang mudah tertipu, karena sudah terlatih menghadapi pelanggar aturan. Pernah saya lihat Polantas sedang melakukan razia di persimpangan ketika lampu merah, pengendara yang didapati tidak menggunakan helm menjawab bahwa ia sedang terburu-buru sehingga lupa menggunakan helm. Pernah juga saya dapati pengemudi yang diberhentikan Polantas karena menerobos lampu merah, alasan yang diutarakannya adalah karena ada kepentingan mendadak yang harus segera ditangani. Menurut saya hal tersebut bukan alasan, justru menunjukkan keegoisan pengendara itu sendiri karena ingin tetap benar.

Hal yang cukup unik bagi saya ketika pengendara didapati Polantas memutar balik arah kendaraan melalui jalur yang tidak diperbolehkan. Alasan unik yang diutarakan pengendara tersebut adalah “saya tidak tahu”. Tentu hal ini menjadi sesuatu hal yang lucu, sebab rambu-rambu lalu lintas dalam keadaan baik dan jelas. Kata tidak tahu memang menjadi alasan yang dianggap pelanggar lalu lintas sebagai alasan paling ampuh. Mereka mungkin menganggap bahwa Polantas akan mengampuni ketidak tahuan mereka. Harus kita ketahui, bahwa Polantas tetap polantas, bukan nabi, bukan pula Tuhan Yang Maha Pengampun.

Polantas dan pengendara tak sebanding
Jumlah Polantas yang stand by di jalanan sangat tidak sebanding dengan pengendara, sehingga memang sulit untuk memperhatikan satu persatu pengendara. Saya lihat, biasanya di persimpangan jalan hanya ada 2-5 polantas, sementara pengendara dari masing-masing jalan tampak padat hingga puluhan bahkan ratusan meter jauhnya, apalagi saat pagi dan sore hari sebagai waktu berangkat dan pulang kuliah/kerja.

Banyaknya pelanggaran lalu lintas yang terlihat, memicu saya beranggapan bahwa perlunya pendidikan khusus lalu lintas bagi pengendara karena pengendaralah pemicu utama kecelakaan. Kesadaran pengendara harus dibangun. Jika pengendara memiliki kesadaran apalagi ditambah dengan kesabaran, saya yakin pelanggaran akan berkurang bahkan hilang. Namun itu seperti mimpi yang sulit diraih.

Sebenarnya, seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap pengendara wajib memilki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan saat pembuatan SIM kita mendapatkan ujian atau tes tentang aturan dan rambu-rambu lalu lintas. Dari sini muncul pertanyaan saya; apakah pengendara yang melanggar tidak memiliki SIM? Atau memiliki SIM tapi mendapatkannya melalui calo sehingga tidak ikut tes/ujian? Atau bisa juga karena faktor lain.

*Lukmanul Hakim, Mahasiswa Jurnalistik KPI IAIN Pontianak

Written by teraju

WhatsApp Image 2017 05 17 at 14.04.41

Deklarasi Damai Ambil Momentum Budaya Ngopi

IMG 20170518 050916 762

Gawai Dayak dan SMA Muhammadiyah Dihadiri 3 Seniman Suku Indian Negeri Paman Sam