in

Berdamai dengan Corona, Yes! Penyimpangan, No!

relaksasi corona

Hampir 2 bulan hidup kita dihantui makhluk bernama corona. Perlahan kita mulai akrab dan terbiasa dengan istilah rapid test, herd immunity, PSBB, lockdown, hingga beda mudik dan pulang kampung.

Bingung dan Melelahkan.

Ya, tak ada yang pernah membayangkan bahwa virus corona ini bisa menimbulkan dampak seluas dan sebrutal ini. Seluruh dunia terkapar. Menggelepar.

Tak ada negara adidaya. Tak ada negara tunadaya. Semuanya tak berdaya di telapak kaki corona.

Kini, hampir 2 bulan kita dicekoki dengan PSBB. Pergerakan horizontal dibatasi. Beberapa moda transportasi diputus. Denyut pergerakan ekonomi nyaris mati suri.
Tak ada yang tahu kapan ini akan berakhir.

2 bulan di rumah. Semua sektor megap-megap. Terutama yang menggantungkan dirinya di sektor informal. Tabungan terkikis menipis. Nol pemasukan. Keluar rumah dihantui corona, di dalam rumah periuk tak berasap. Simalakama.

Pemerintah tergagap. Keliatan kurang tanggap. Corona yang awalnya diabaikan—untuk memberi sinyal ketenangan katanya, bertumbuh eksponensial. Bak Midas, siapapun yang mendekat dan bersentuhan dengan pengidap corona akan tertular. Tak pandang bulu.

Akhirnya, pemerintah memberi sinyal kepasrahan. Di tengah ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi ini. Di tengah ketidakpastian ditemukannya antivirus corona. Di tengah kepastian menipisnya kocek negara. Pemerintah membuka opsi untuk melonggarkan PSBB. Berdamai dengan corona. Relaksasi, istilah yang muncul kemudian.

Cepat atau lambat, kita harus hidup berdampingan dengan corona, seperti berdamainya kita dengan influenza.

Ketimbang mengutuk kegelapan, mari nyalakan lilin, demikian pepatah China yang tenar digaungkan staf khusus milenial. Sungguh sangat kecil ruang untuk mengutuk. Selain mengecilnya suara oposisi, juga pandemi ini membuat kita harus bergandeng tangan sebagai bangsa. Menyalakan lilin bersama-sama. Memupuk solusi.

Namun meski kecil, ruang mengkritisi haruslah diisi. Tak ada yang ingin bangsa besar ini masuk ke jurang krisis.

Kartu prakerja, Perpu Corona dan melandainya pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian bersama. Refocusing anggaran harusnya diniatkan untuk mencegah meluasnya corona dan sebagai stimulus ekonomi. Tak ada kepentingan yang lebih mendesak dan penting selain dua hal tersebut.

Kita juga harus ingat, di balik krisis besar seringkali hadir penyimpangan besar. Sebagai bangsa, berkali-kali kita diingatkan bahwa ada segelintir anak bangsa yang doyan menari di atas tangisan saudara sebangsa.

Cukuplah tsunami Aceh, BLBI, bank Century menjadi saksi.

Berdamai dengan corona adalah keniscayaan, dan berdamai dengan penyimpangan bukanlah pilihan.

Setidaknya saya pernah mengingatkan.

Written by Yaser Ace

propertipreneur | digitalpreneur | kulinerian

leo

Inik Merry Mayang

Coronavirus Pandemic: Tracking the Global Outbreak