in

Ketika Pelajar MAN Jongkong Membayangkan Masa Depan

20150802 090431 1 1

Oleh: Yusriadi

Libur agak panjang pekan ini saya manfaatkan untuk memeriksa karangan pelajar MAN Jongkong, Kapuas Hulu. Karangan itu mereka tulis tahun 2017 lalu, saat kami datang ke sekolah itu senyampang program Kampung Riset 2017.

Berhubung dan berhubung banyak alasan, tulisan itu sekian lama didiamkan. Tersimpan rapi dalam map plastik tak disentuh-sentuh.

Beberapa minggu lalu, Khatijah, anggota Club Menulis, IAIN Pontianak, memiliki waktu lapang setelah ujian semester. Atas bantuan dia tulisan itu kemudian dikomputerisasikan.

Saya menggarap file itu. Tulisan itu perlu diperiksa kembali sebelum didesain menjadi buku.
Karena sewaktu proses menulisnya bebas, tema tidak ditentukan dan halaman tidak dibatasi, jadilah karangan-karangan itu … punya kelebihan dan juga sekaligus kekurangan.
Kelebihan itu, antara lain, banyak hal yang tidak terduga ditulis oleh mereka, para pelajar itu. Sesuatu yang tidak dibayangkan sebelumnya.

Misalnya, ada beberapa orang pelajar yang bermimpi bekerja di luar negeri –kelihatannya di Barat. Mereka bertekad mendalami bahasa Inggris.

Ada pelajar yang ingin pergi ke Arab, Mekah. Ada pelajar yang ingin menjadi guru, dokter, tentara dan polisi.
Selain itu melalui karangan ini para pelajar juga mengungkapkan kritik mereka: sungai Embau yang keruh karena kegiatan penambangan emas. Ikan yang makin sulit. Penangkapan ikan dengan racun kimia yang berbahaya bagi manusia, dan penggunaan setrum yang memusnahkan ikan-ikan kecil.

Tentang kehadiran rumah walet juga menjadi perhatian mereka. Dikatakan, di mana-mana kini banyak rumah walet itu. Banyak orang hidup dari sektor itu. Tapi, ada pelajar yang merasakan kehadiran rumah walet, khususnya bunyi pemanggil burung yang tidak henti-hentinya, menimbulkan polusi: suara itu sesungguhnya dirasa mengganggu kehidupan.

Sungguh, saya benar-benar puas membaca ungkapan mereka. Saya takjub pada kemampuan mereka.
Setidaknya, saya bandingkan di posisi sama dengan mereka tahun 1987. 30 tahun lalu, rasanya saya belum bisa apa-apa. Banggalah rasanya yang menjadi guru mereka, yang bisa mengantarkan mereka menggapai impian.
Semoga harapan mereka terwujud. (*)

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

kampanye damai

Pangdam: Pilkada Serentak di Kalbar Harus Jadi Contoh bagi Daerah Lain

6a00d834890c3553ef01b7c7f35de8970b

Perihal Mimpi