in

Masker Scuba dan Buff Dilarang di KRL dan Pengabaian Pelaksanaan Protokol Kesehatan

chandra kirana

Oleh: Chandra Kirana

Alasan larangan tersebut guna menutupi kemungkinan adanya droplet atau cairan dari orang lain dengan sempurna.
VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba mengatakan, salah satu upaya penerapan protokol kesehatan yang ketat saat naik KRL yaitu dengan menggunakan masker.

“Gunakan setidaknya masker kain yang terdiri dari minimal dua lapisan.

Hindari penggunaan jenis scuba maupun hanya menggunakan buff atau kain untuk menutupi mulut dan hidung,” kata Anne pada Selasa (15/9) kepada beberapa media nasional.

Hal ini karena penggunaan masker scuba, buff, dan kain saja tidak cukup dalam menutupi hidung dan mulut secara sempurna. 

Masker buff adalah jenis masker yang bisa menutupi bagian kepala, wajah, dan leher penggunanya sekaligus. Masker ini biasanya memiliki multifungsi, selain sebagai masker juga bisa digunakan sebagai bandana atau topi.  
Masker buff biasanya digunakan oleh pengendara motor.

Pelopor masker ini adalah perusahaan Buff di Amerika Serikat. 

Pihak erusahaan Buff sendiri menyatakan bahwa produknya belum mendapatkan pembuktian secara medis mampu menangkal virus corona oleh CDC maupun WHO. 

Masker Buff yang menutupi bagian kepala dan leher belum bisa digunakan secara medis menggantikan N95 yang secara efektif mencegah wabah, virus, atau penyebaran virus.

Sementara masker scuba adalah masker yang terbuat dari kain dengan ketebalan sekitar 1-3 mm. Kain ini memiliki kerenggangan elastisitas hingga 40 persen. 

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menanggapi larangan penggunaan masker scuba dan buff di dalam KRL. 
Dia menyatakan masker scuba dan buff kurang efektif menangkal virus corona. ” Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapisan saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus lebih besar,”
“Masker kain yang bagus berbahan katun dan berlapis tiga. Mengapa itu penting karena kemampuan menyaring partikel virus itu akan lebih baik dengan jumlah lapisan lebih banyak,”
kata Wiku seperti yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/9/2020). 

Dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 59 Ayat 2 disebutkan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit, kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.

Lalu pada Ayat 3,  Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang kerap berbeda dalam menangani wabah virus corona  berpotensi merugikan publik,contoh dari yang paling bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah pusat adalah DKI Jakarta.

Pasalnya, masyarakat akan bingung dan kesulitan mematuhi kebijakan tersebut. Kondisi ini bisa membuat penyebaran virus mematikan ini makin susah ditangani.

Persoalan kendala bukan hanya permasalahan penggunaan masker yang tidak sesuai ketentuan dan standard yang berlaku,namun persoalan lain yang secara aturan dan teknis dalam pelaksanaannya dilapangan.

Peraturan dan kebijakan pemerintah pusat diterapkan tidak efektif karena tidak dibarengi keteladanan dan edukasi dari penerapan yang diberlakukan dan tanpa adanya prosedur dan tupoksi yang jelas dilapangan yang sering memunculkan polemik. Kesemparan serta penyalagunaan kewenangan serta ketentuan sering dimanfaatkan oleh segelintir oknum dilapangan untuk mengambil keuntungan kerab menimbulkan persoalan bagi masyarakat.

Seperti halnya dalam penggunaan masker yang sebelum masyarakat tidak dilarang menggunakan masker jenis Scuba dan buff,namun setelah sekian lama masyarakat menggunakan masker Scuba dan Buff,kini ada larangan untuk digunakan,dengan alasan tidak aman dan tidak mampu untuk menghalau virus Corona.

Artinya selama ini masyarakat dibiarkan memakai masker scuba dan buff yang menjadi salah satu penyebab gagalnya pencegahan penyebaran virus Corona diIndonesia??

Menurut pendapat saya bahwa peraturan pemerintah yang diterapkan dalam mencegah penyebaran virus corona ibarat hanya satu sisi mata uang yang digosok dan mengabaikan sisi mata uang yang lain.

Masyarakat yang terus dihimbau agar mematuhi protokol kesehatan,tanpa dibarengi dengan contoh konkrit dalam pelaksanaannya.

Banyak Calon kepala daerah dalam pilkada serentak 2020 yang justeru mengabaikan protokol kesehatan tentang sosial distancing dengan mengerahkan massa untuk berkumpul dengan arak-arakan saat mendaftarkan diri diKPU. Ini hanya salah satu contoh ketidak teladanan yang diperlihatkan kepada publik dan salah satu faktor terjadi pelanggaran protokol kesehatan yang diterapkan oleh Pemerintah tanpa adanya sangsi.

Ditambah lagi adanya Maskapai Penerbangan seperti halnya yang dilakukan oleh salah satu maskapai dalam negeri yang mengklaim sebagai maskapai berbiaya murah tanpa bagasi,bukan hanya tidak mengosongkan bangku tengah,namun juga seringkali mengisi penuh penumpang yang sengaja membatalkan jalur penerbangan yang sama dengan jam yang berbeda,sehingga menyebabkan penuhnya pesawat.

Saat Pramugarinya ditegur hanya menjawab bahwa semua itu kebijakan supervysor,dimana janji supervysor akan menemui penumpang yang komplain untuk menjelaskan,tidak pernah ada supervysor menemui penumpang yang komplain untuk menjelaskannya.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permenhub 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Mencegah Penyebaran Covid-19 menghapus ketentuan kapasitas penumpang yang sebelumnya dibatasi 50% dari jumlah kapasitas penumpang, namun tetap dengan mengatur kewajiban jaga jarak.

Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona (Covid-19), mengatur kembali syarat yang dipenuhi oleh setiap calon penumpang dan Sesuai dengan SE Kemenhub Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara Dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Covid-19, Kemenhub membatasi penumpang maksimal 70% kapasitas angkut untuk pesawat udara kategori jet transpor narrow body dan wide body yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.

Pengendalian transportasi yang diberlakukan tetap sesuai dengan Permenhub 41 Tahun 2020 beserta aturan turunannya yaitu Surat Edaran Menhub tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Transportasi pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru di sektor transportasi darat, laut, udara dan perkeretaapian.

Pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai penerbangan justeru harus menjadi perhatian sertan tindakan sangsi yang serius mengingat potensi penyebaran virus corona sangat rentan didalam kabin pesawat yang tertutup.

Sudah selayaknya tindakan tegas dilakukan oleh pemerintah daerah tempat tujuan,dengan memeriksa isi penumpang dalam kabin pesawat dan meminta pesawat yang terdapat pelanggaran dan tidak sesuai ketentuan protokol kesehatan untuk kembali kebandara awal tanpa boleh menurunkan penumpangnya.

Tindakan ini sebagai sangsi yang dapat menimbulkan efek jerah bagi maskapai yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku. Jangan hanya masyarakat kecil yang ditindak dengan sangsi,sementara Perusahaan transportasi seperti halnya Maskapai penerbagan justeru dibiarkan tanpa adanya tindakan dan sangsi hukum atas pelanggaran yang dilakukannya. Sama seperti halnya penggunaan masker Scuba dan buff yang tidak mungkin hanya larangan diberlakukan pada penumpang kereta api bilamana adanya kemungkinan adanya droplet yang dapat menjadi penyebab penyebaran virus corona(covid 19).(*Penulis merupakan ketua umum KPPJustitia,yang juga terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor)

Written by teraju.id

Ketua DPD RI Ziarah Pahlawan Sisingamangaraja

Ketua DPD RI Ziarah Pahlawan Sisingamangaraja

jalan-ke-kolam

Kisah Avanza Bu Ketua