in

Media, Publik dan Somasi (Menelisik Kasus Mario Teguh dan Deddy Corbuzier)

md

Sepekan terakhir ini kita disuguhkan dengan peristiwa publik yang menimpa figur publik. Yakni figur papan atas dalam dunia motivasi. Mario Teguh. Mario Teguh “kebakaran jenggot” setelah Ario Kiswinar tampil dalam acara Hitam-Putih Deddy Cobuzier. Mario Teguh tidak hanya gundah, tapi goyah. Ia kehilangan pendapatan miliaran rupiah. Di tempat terpisah dia bicara dengan muka memerah. Saya sebagai orang media yang kerap wawancara dengan figur-figur publik bisa membaca bahwa Mario Teguh sedang marah besar. Orang Pontianak bilang, “Kalap”.

Ini peristiwa publik yang besar. Melibatkan figur publik papan atas sekelas Mario Teguh dan acara yang ditonton jutaan pemirsa seluruh Indonesia. Saya sendiri pun suka acaranya, kerap kali terbahak-bahak menyaksikan pentas dan lakonnya. Namun manusia tetaplah manusia. Ada saja celah kehidupan Mario Teguh yang terendus media lain, di mana “media” mencari sesuatu yang baru, yang hangat, yang panas, menyangkut figur publik dan banyak nilai berita (news value) baku lainnya. Peristiwa Ario Kiswinar yang mengaku “Anak Mario Teguh yang Tidak Diakui” adalah berita besar. Tim kreatif Hitam Putih mengendusnya. Ario Kiswinar pun bicara blak-blakan di Hitam-Putih. Publik kemudian heboh! Bahwa Mario Teguh punya anak, namun tidak mau mengakuinya…

Masalah kemudian melebar di luar masalah pribadi Mario Teguh dan Ario Kiswinar tersebut. Perihal somasi. Somasi dari Mario kepada Deddy.

Masalah yang melebar adalah relasi figur dengan media. Atau awak media dengan awak media. Dalam hal ini Mario teguh sebagai host Golden Ways Metro-TV dengan Deddy yang host Hitam Putih 7 TV. Pasalnya Mario Teguh mensomasi Deddy.

Apa itu somasi? Somasi adalah peringatan. Peringatan dengan negasi hukum.

Deddy protes disomasi Mario. Pertama dalam pengakuan Deddy, bahwa Tim Kreatif Hitam Putih telah menghubungi Mario Teguh, tapi Mario tak ada respon balik sampai Ario Kiswinar naik panggung. Kedua, alasan Deddy, bahwa Ario Kiswinar itu sudah dewasa, sehingga tidak perlu ada izin orang tua, dalam hal ini Mario Teguh. Kalau perlu izin Mario Teguh berarti Ario belum dewasa–sekaligus pengakuan bahwa Ario adalah putra Mario? Nada tanya ini juga yang jadi “olok-olokan” Deddy kepada Mario…

Kaitannya media, somasi dengan kita apa? Sebab kita adalah pemirsa layar kaca. Kita adalah individu yang tergolong anggota publik. Kita ini menonton acara Mario Teguh juga menonton Hitam Putih. Demi terkuaknya kasus Ario Kiswinar, kita pun mengikuti lewat teks-teks berita. Lalu, kita punya sikap dan pendapat pula seiring ikhtiar kebenaran yang berusaha dikuak media konvensional, maupun sosial.

Nah sebagai anggota publik dan kebetulan punya interaksi dengan dunia media, saya ingin sumbang saran lewat artikel ini. Bahwa saya melihat perihal somasi sungguh-sungguh sebagai perihal biasa saja. Deddy tak perlu ikut-ikutan marah disomasi.

Somasi adalah tanda bahwa ada jalan yang hendak ditempuh oleh Mario Teguh. Jika negasi somasi Mario Teguh kepada Deddy hendak berujung hukum, ya layani saja lewat jalur hukum. Tidak masalah bukan? Sebab masing-masing media punya tim kreatif, apalagi tim advokasi/hukum?

Pengalaman bergerak di bidang media, kita yang bekerja profesional sesuai kode etik pekerjaan kita pasti punya kebenaran empirik. Mari kita siapkan materinya dengan sebaik-baiknya agar proporsional dan profesional di meja hijau. Namun sebelum sampai ke meja hijau biasanya selalu ada jalan-jalan mediasi.

Orang media dengan mediasi juga hal yang biasa. Duduk satu meja bicara sesama host papan atas. Ini juga pertemuan dua bintang kesohor di layar kaca–sama-sama figur publik –yang sesungguhnya juga menarik buat diliput media manapun. Baik media konvensional maupun sosial.

Adapun kami sebagai anggota publik–apalagi jauh dari Jakarta–memetik hikmah dari setiap peristiwa atas figur publik laksana Mario-Deddy. Di sana kami belajar apa itu somasi, apa itu mediasi, dan apa itu solusi yang dipraktikkan dengan bijaksana.

Saya berharap acara Mario Teguh Golden Ways tetap naik tayang di Metro TV. Sebab acara ini menyenangkan. Menghibur. Mendidik. (Perihal masa lalu Mario Teguh, saya yakin, Mario Teguh bisa membijaksanainya. Terutama hak-hak Ario Kiswinar–lepas dari hasil tes DNA yang menunjukkan apakah dia benar anak biologis Mario Teguh atau bukan). Kebijaksanaan adalah ujung daripada ilmu pengetahuan. Saya yakin, Mario Teguh akan sampai ke puncak ilmu motivasi–yakni kearifan dan kebijaksanaan. Dus, ada baiknya, Mario Teguh tampil di acara Hitam-Putih. Penuhi tantangan Deddy–walaupun di sana juga ada Ario Kiswinar. Kami ingin tahu langsung dari parapihak semua.

Begitupula Hitam-Putih. Ini peristiwa pengakuan Ario Kiswinar penampilan “beken” yang benar-benar menunjukkan kelas “Hitam-Putih” dalam perspektif kreatif media. Namun, Deddy tak perlu ikut-ikutan marah disomasi. Sebab menurut saya somasi tidaklah mencemarkan nama baik Deddy. Walaupun sampai berperkara ke meja hijau, sampai hakim memutuskan. Sebab meja hijau adalah tempat kita semua rakyat mencari keadilan.

Jadi, dua mata acara: Mario Teguh Golden Ways dan Hitam Putih sama-sama hebat. Punya karakter kuat. Jangan sampai host-nya “berantem”. Tunjukkan keteduhan dan jiwa besar. Kami butuhkan keteladanan seperti itu dari para publik figur dari balik layar kaca. *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

IMG 20160919 070558 740

Kampoeng English Poernama Makin Mantap dengan Metode Edutainment

Edwin dan guru

Pulang Kampung, Edwin Sosialisasi KEP di SMAN Beduai