in

Pasinaon: Tindakan yang Tepat

leo

Oleh: Leo Sutrisno

Dalam pandangan dunia Jawa, keberhasilan seseorang adalah keadaan ‘slamêt’. Dalam keadaan ‘slamêt’, yang bersangkutan merasa tenteram dan tenang. Slamêt berarti batin tenang tenteram.

Orang akan mendapatkan ketenangan batin jika yang bersangkutan memiliki kemampuan menggotrol napsu-napsu duniawi sedemikian rupa sehingga ia akan ‘terbebas’ dari hal-hal yang bbersifat duniawi. Dalam titik itu, yang bersangkutan akan disebut ‘sepi ing pamrih’. Ia telah mampu melepaskan induvidualitasnya. Ia menjadi tidak egois. Dalam pandangan Jawa, ia disebut telah memiliki sikap batin yang tepat yaitu ‘sêpi ing pamrih’.

Mereka yang memiliki sikap ‘sêpi ing pamrih’ berarti mereka ‘sudah mengerti’, mereka sudah matang, “wis dadi wong (Jawa)”. Mereka yang ‘wis dadi wong’ akan bertindak sesuai dengan tata krama kesopanan (Jawa). Ia juga akan bertutur kata dengan tingkat tata tutur yang tepat.

Tingkat tata tutur bahasa Jawa ditandai dengan pilihan-pilihan kata (kata ngoko, krâmê, atau krâmâ inggil) serta pola-pola kalimat tertentu (kalimat ngoko, bâsâ, ântyâ bâsâ, dll). Mereka yang sudah sampai pada tataran ini disebut sudah ‘memiliki rasa yang tepat’.

Seseorang yang telah memiliki ‘rasa yang tepat’ dapat menempatkan dirinya terhadap sekitarnya. Ketika akan kebicara, misalnya, yang bersangkutan akan mempelajari tentang siapa lawan bicaranya dan siapa atau apa yang dibicarakan. Ketika telah mengetahui siapa lawan bicaranya dan apa isi yang akan dibicarakan, yang bersangkutan akan memilih gerak tubuh dan tata tutur yang cocok.

Dalam keadaan seperti ini, yang bersangkutan disebut telah ‘mengerti tempat yang tepat’. Tidak hanya mengerti tempat yang tepat pada saat berbicara dengan orang lain tetapi seseorang juga harus tahu tempatnya terhadap sekitar dan dunia.

Pengetahuan akan tempat yang tepat terhadap sekitar pada khususnya dan dunia pada umumnya mengarahkan pada pandangan bahwa Bumi ini adalah rumah kita bersama. Dalam pandangan Jawa, kita punya kewajiban memelihara dan merawat Bumi ini sebagai sebuah rumah. Sampailah kita pada kewajiban ‘memayu hayuning buwânâ’- merawat dan mmelihara Bumi.

Sikap batin yang tepat (sepi ing pamrih), rasa yang tepat (mengerti akan hidupnya), serta tempat yang tepat (tahu kewajibannya – memayu hayuning buwânâ) akan menentukan tindakan yang tepat, yaitu menciptakan kerukunan dan keselarasan dalam lingkungannnya dan dunia.

Prinsip kerukunan inilah yang menjadi pedoman orang Jawa dalam bertindak. Tindakan-tindakan dalam batas-batas demi kerukunan bersama disebut sebagai tindakan (orang Jawa) yang tepat. Dengan perkataan lain, tindakan-tindakan yang tepat selalu diarahkan untuk menjaga kerukunan bersama.

Mangga kaoncekana
17-2-2019, Pakem Tegal, Yogya
Nuwun

Written by teraju

IMG 20190217 151647 473

Dampak Tergelincirnya Lion, Penumpang Menumpuk, Penerbangan Delay

WhatsApp Image 2019 02 18 at 09.59.44

Soft Approach Idola Dunia Atasi Terorisme