Oleh: Leo Sutrisno
Dear Setyawati, anakku.
Maaf, banyak hal yang harus ku katakan kepadamu. Karena, banyak hal yang terjadi.
Semoga surat-surat yang bernomor seri ini dapat menjelaskannya apa yang terjadi dari waktu ke waktu. Setiap surat diberi nomor sesuai dengan urutan waktu saat ditulis.
Bapak tidak mungkin langsung mengirimkan setiap kali menyelesaikan sepucuk surat. Kendala jaringan dan kuota data yang tidak selalu tersedia.
Kau ingat bukan, saat bapak dan ibu berangkat dulu, 7 Jan 2023? Bapak berkata, ‘Akan mengantar ibu, paling lama sekitar satu bulan’. Dan, memang betul. Tanggal 9 Jan, ibumu langsung masuk kerja.
Bapak? Bapak menjalani operasi katarak mata kanan, tanggal 11 Jan 2024. Hasilnya? Operasi memuaskan. Bapak mampu melihat lagi dengan jelas. Bahkan, kini mampu membaca dan menulis walau pun tanpa kaca mata.
Abangmu, beguti mendengar hasil operasi itu, langsung membelikan tiket pulang. Tangal 5 Februari ke Surabaya. Tidak langsung ke Yogya. Singgah di Malang dulu. ‘Nyekar, eyang’.
Namun, menjelang keberangkatan ibumu mengeluh sakit perut yang berkepanjangan. Karena itu, ibumu langsung dibawa ke rumah sakit, 7 Feb.
Diagnose, dokter yang merawat, menemukan gejala batu empedu dan CITO. Operasi dilaksanakan 8 Feb, pkl 17.00. Batunya?
Maaf, bapak tak melihat. Kata dokter yang mengoperasi, batu hancur menjadi pasir saat dijepit akan diambil. Mulai saat itu, ibumu tidak lagi mempunyai kantong empedu, ‘Ndhuk!’.
Ke luar rumah sakit tanggal 11 Feb. Tetapi, sakit tak kunjung reda. Bahkan, ibumu sempat menangis. Katanya sakit sekali. Tanggal 15 Feb sore kami kembali ke rumah sakit.
Hasil rontgen malam itu, kata dokter yang sama, menunjukkan ada massa yang menempel di usus, yang harus segera dioperasi. CITO! Lagi!!!
Operasi yang kedua ini dilakukan oleh dokter lain, yaitu dokter bedah digestif bukan bedah umum. Operasi berlangsung selama empat setengah jam, dari pukul 22.00, 18 Feb hingga pukul 02:30, 19 Feb 2023.
“Pak” Kata dokter di depan kamar operasi. “Operasi berjalan lancar. Ibu sangat kooperatif dan tenang. Tak mengeluh. Ini salah satu operasi besar yang pernah saya lakukan” Lanjutnya.
Dalam hati, bapak berguman, ‘Tenang karena dibius total, bahkan hingga saat surat ini ditulis belum seratus persen sadar’.
“Usus besar saya potong 15 Cm. Sekitar satu setengah tahun yang akan datang akan saya sambung lagi. Itu perkara kecil”. Katanya.
“Dan, dibuat kantong pembuangan di pinggang ibu” lanjutnya.
“Yang diambil ada di botol itu. Nanti segera dikirim ke dokter patologi anatomi. Dugaan saya sementara, ibu kena CA Colon, stadium dua akhir ataua tiga awal.” Lanjutnya.
Mendengar kata CA, degub jantung bapak langsung meninggi. Bapak ingat, mbah putri, pakde dan bulik. Semua penderita CA. Dan, meninggal.
‘Kenapa anggur asam itu datang lagi?!’ Gerutu bapak.
Pertanyaan itu, masih terngiang-ngiang di saat menulis surat ini. Sementara, perlahan-lahan kesadaran ibumu pulih kembali’. Bapak tak mampu menahan genangan air di pelupuk mata. Akhirnya, menetes juga ke wajah ibumu.
Kami pun berpelukan. A sorrowful passion dimulai lagi.
Leo Sutrisno
Pontianak, kamar 802, 19 Feb pkl 10:00