Oleh: Nur Iskandar
Sejak dilantik sebagai anggota pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Kalimantan Barat per 18/10/2020 saya dkk bergerilya sosialisasi wakaf. Mau tidak mau berhadapan pula dengan pertanyaan, apakah Akta Ikrar Wakaf — kerap disingkat AIW — bisa dilakukan di depan notaris?
Jawabannya saya tidak tahu, sebab saya selama ini menekuni dunia jurnalistik. Liputan tentang perwakafan baru intens sejak menjadi anggota BWI Kalbar.
Syukurlah Kanwil Kemenag Kalbar membuat sebuah acara Sertifikasi Kompetensi Profesional Nazir sehingga kami bersua Direktur Zakat dan Wakaf (Zawa) Drs H Tarmizi Tohor, MA. Beliau menjelaskan bahwa memang di Kementerian Agama banyak masuk tuntutan asosiasi notariat seluruh Indonesia. Isinya desakan agar para notaris bisa menjalankan pembuatan akta ikrar wakaf.
Dalam pengalaman praktis, AIW hanya bisa dilakukan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) berkedudukan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Dalam penyelesaian masalah pembaharuan nazir yang menjadi domain BWI saya terlibat aktif untuk Mesjid Sirajul Islam Jalan Merdeka Pontianak maupun ruislag tanah Muhammadiyah di depan Pelabuhan Indonesia. Kami berhadapan dengan notaris pula untuk berdiskusi.
Notaris yang berdiskusi dengan kami mengaku awam soal AIW. Demikian disebabkan regulasi kepada notaris masih kabur. Terutama aturan teknis yang mensyaratkan mendapat izin Kementerian Agama.
“Kini kami sedang bahas aturan detilnya. Nanti Notaris bisa menjadi PPAIW,” jelas Tarmizi Tohor. Tetapi sampai akhir 2020 aturan teknis belum diluncurkan.
Selama ini PPAIW ada di KUA. Untuk urusan pembaharuan nazir di Sirajul Islam kami berkoordinasi dengan Kementerian Agama Kota dan KUA rujukan PPAIW. Tidak ada masalah sebab semua sistem terinstal dengan baik. Hanya saja, jika notaris bisa menjadi PPAIW maka alternatif berwakaf semakin terbuka pelayanannya. Notaris juga dibekali pendidikan hukum yang sangat baik sehingga diharapkan bisa membantu profesionalitas perwakafan di Tanah Air. Kehadirannya sangat positif mengisi kekosongan “rasa takut salah” PPAIW di KUA yang kerap kaku. Kaku karena tidak menguasai ilmu hukum secara luas.
Soal biaya di KUA gratis, semoga notaris juga bisa gratis, atau setidaknya tidak mahal karena wakaf adalah proyek amal jariyah. Amal jariyah adalah amal yang tidak putus pahalanya walaupun nyawa wakif maupun nazir terputus.
Regulasi di Indonesia di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tentang Wakaf (LN No 105 Tahun 2006, TLN No 4667) tertuang dalam pasal 37. Di dalam Pasal 37 ayat 4 dan 5 menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bagi Notaris dapat mempunyai kesempatan untuk membuat AIW.
Pelaksanaan kewenangan notaris dalam pembuatan akta ikrar wakaf pernah diteliti di Program Pasca sarjana Universitas Brawijaya, Malang, Jatim oleh Vivin Astharyna. Menurutnya, ketentuan persyaratan Notaris untuk menjadi PPAIW ini dijelaskan di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Bergerak Selain Uang pasal 27 yaitu: (1) Notaris ditetapkan menjadi PPAIW dengan Keputusan Menteri. (2) Persyaratan notaris untuk dapat ditetapkan menjadi PPAIW sebagai berikut: a.beragama Islam; b.amanah; dan c.memiliki sertifikat kompetensi di bidang perwakafan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama. (3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dapat diangkat menjadi PPAIW setelah mengajukan permohonan kepada Menteri. Dari pasal 27 Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Bergerak Selain Uang tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Notaris dapat menjadi PPAIW sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut. Hanya Notaris yang beragama Islam saja yang dapat mempunyai kewenangan untuk dapat membuat AIW. Hal ini dapat dimaklumi karena berkenaan dengan syarat hukum wakaf dalam syariat Islam.
Kewenangan dalam membuat AIW ini dapat dilaksanakan oleh Notaris dan Kepala KUA dalam kedudukan keduanya sebagai PPAIW.
Undang-undang Jabatan Notaris, di dalam penjelasan pasal 15 ayat 3 hanya menjelaskan bahwa kewenangan lain notaris yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu: 1. Kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), 2. Membuat Akta ikrar wakaf, dan 3. Hipotek pesawat terbang.
Dalam diskusi bersama notaris Pontianak, saya mendapatkan kenyataan bahwa masih banyak notaris belum paham dengan perwakafan. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi antara profesi notaris dengan BWI sehingga mereka tidak salah dalam melayani hajad publik dalam berwakaf.
“Ada yang datang ke saya untuk minta status wakaf diubah menjadi hibah. Saya tolak karena saya awam soal wakaf. Tapi dia lari ke notaris lain,” kata notaris yang tak perlu saya sebutkan namanya dengan pertimbangan Kode Etik Jurnalistik.
Wakaf adalah aset besar. Kita tidak boleh keliru dalam menanganinya. Untuk itu diperlukan kerjasama erat lintas profesi agar tidak muncul perkelahian waris di belakang hari karena tidak paham tentang apa itu wakaf, hibah, jual beli dan warisan. (Penulis adalah Pegiat Wakaf Literasi-Literasi Wakaf. Anggota BWI Kalbar Bidang Wakaf Produktif. CP-WA 08125710225). Foto Calon Gedung Baru Lazismu Kalbar hasil ruislag tanah kosong wakaf agar produktif yang didiskusikan bersama notaris.