Kisar Padi: Sesuatu yang Hilang di Pedalaman

3 Min Read

Oleh: Yusriadi

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan pergi ke Sungai Tapah, di ujung Mualang, daerah pedalaman Sekadau. Jarak dari Pontianak lk. 500 kilo. Dengan sepeda motor, waktu tempuh yang diperlukan lk. 8 jam.

Melalui jalan yang beraspal, lalu jalan berbatu dan jalan berlumpur, perjalanan dirasakan penuh sensasi. Medan yang sebenarnya berat, namun pemandangan kiri kanan yang menarik –kiri kanan sawit, karet, kampung, hutan muda, sungai yang jernih, dan lain-lain –membuat perjalanan ini mengesankan.

Apalagi kemudian, kami –saya dan Suherman seorang yang menjadi enumerator survei wilayah Sekadau,, disambut dengan hangat dan terbuka. Kepala Dusun setempat, Pak William Guntara, dan istrinya, dengan ramah menjawab keingintahuan saya tentang banyak hal. Saya bertanya ini dan itu, dari satu tema ke tema yang lain, dan beliau tetap sudi menjawabnya.

Sikap ramah dan terbuka juga ditunjukkan warga. Saya rasakan betul keramahan Pak Suryadi, seorang responden yang kebetulan terpilih untuk reinterview. Setelah reinterview selesai, saya mendalami informasi budaya.
Saya menggali informasi seputar kisar lapuk yang terdapat di bagian depan rumah beliau. Alat yang dipakai untuk melepas kulit padi, agar padi jadi beras, tergeletak begitu saja di ruang seperti tempat penyimpanan barang di depan rumah.

Katanya, kisar itu milik mereka. Buatan sendiri.

Alat dari besi untuk membuat “parit” atau jalan beras, masih disimpan. Sempat ditunjukkan besi kecil panjang yang sudah berkarat, tanda lama tak dipakai.

Kisar itu dahulu digunakan untuk menggiling padi. Dalam jumlah banyak padi tidak perlu ditumbuk.

Kisar merupakan bagian dari teknologi pertanian masyarakat pedalaman. Di Sungai Tapah, di ujung Sekadau, ada. Dahulu, di Jangkang, ujung Sanggau, juga ada. Di Riam Panjang, kampung saya di Kapuas Hulu juga ada.

Di sini, kisar ini sudah lama tidak dipakai. Di Riam Panjang keadaannya lebih lagi. Sejak tahun 1980an, wujud kisar tak pernah terlihat. Benar-benar punah. Saya duga generasi sekarang mungkin tak mengenal kosa kata itu.
Kisar hilang karena kehadiran mesin padi. Mesin padi bekerja lebih cepat. Tak perlu banyak tenaga.

Kisar memerlukan banyak tenaga untuk memutar kayu bagian atas agar menekan butir padi, melepaskan kulitnya. Padi dikeluarkan sedikit demi sedikit. Jadi prosesnya agak lama.
Kisar akan hilang selamanya. Hilang bersama istilah dari bagian-bagian kisar itu.

Hilang bersama alat pembuatnya. Hilang bersama pengetahuan dan istilah dalam proses pembuatannya.

Harapan kisar “hidup kembali” juga kecil. Sekarang semakin sedikit warga yang bertanam padi. Lahan untuk padi kian terbatas karena lahan kini lebih banyak digunakan untuk perkebunan karet dan kemudian sawit. (*)


Kontak

Jl. Purnama Agung 7 Komp. Pondok Agung Permata Y.37-38 Pontianak
E-mail: [email protected]
WA/TELP:
- Redaksi | 0812 5710 225
- Kerjasama dan Iklan | 0858 2002 9918
Share This Article
Follow:
Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.