Oleh: Helman Fachri*
Bermula dari telepon Pak Hastiadi yang mengungkapkan perasaan atas kepergian salah satu tokoh pendiri UMP Alm Ir. Untad Darmawan, penyusun proposal pendirian UMP bersama Alm HM.Ali Nasrun dan Alm Muiszudin, saya yang juga bergaul akrab dengan almarhum sejak proses penyusunan dan terlibat dalam proses persiapan pendirian bersama tokoh Muhammadiyah dan tokoh Islam tahu betul akan perjuangan dan perngorbanan ketiganya serta para tokoh lainnya demi mewujudkan berdirinya sebuah Universitas Islam di Kalbar dengan spirit Muhammadiyah tahun 1987-1990 yang kemudian terwujud bulan Oktober 1990 dengan nama Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP).
Dengan spirit Muhammadiyah itulah fase awal yang serba terbatas pada 4 tahun pertama para pendiri yang terdiri dari tokoh Muhammadiyah/Islam terlibat dalam kepemimpinan struktural bahu membahu berkorban waktu dan financial untuk menutup cost baik biaya rutin maupun pengembangan kampus dan terberat adalah membayar cicilan hutang pembelian gedung olah raga yang sekarang UMP tempati. Hal-hal penting menyangkut masalah krusial dibahas dalam rapat khusus/rapat dapo’ di rumah Alm Bp Ishaq Saleh/Sekretaris PWM saat itu. Banyak para dosen yang mengajar/ dosen UNTAN tidak mau dibayar, atau menginfakkan kembali honornya. Para dosen dan tendik (tenaga pendidik) yang bergabung di UMP tahun 1990- 2000-an merasakan betul kesulitan itu, tidak mengenal arti efisiensi, tidak heran banyak yang pergi baik dosen maupun tendik (kondisi ini pernah membuat saya dan Alm Ali Nasrun menangis).
Saya mengatakan ke Alm, Bp hanya mengerti dan paham tapi tidak merasakan, tapi akhirnya kami menyadari akan spirit pendirian, tawakkal alallah pasti ada jalan keluar. Mereka yang bertahan adalah mereka yang yakin dengan spirit Muhammadiyah dalam mengembangkan lembaga untuk kemaslahatan ummat. Yang pergi juga tidak sesukses yang bertahan, justru para dosen dan tendik yang bertahan sukses mengantar putra- putri ke jenjang pendidikan tinggi, ada tendik tukang bersih-bersih sukses anaknya jadi dosen teknik di Untan, ada yang jadi PNS, BUMN dan banyak lagi, bukankah semua karena keikhlasan mengabdi sehingga berkah dalam hidup. Kini mobil-mobil mewah dan berbagai jenis sepeda motor menenuhi halaman kampus, dan saya teringat almarhum Pak Untad bertanya 30 tahun silam kapan ya halaman kampus kita dipenuhi mobil dan sepeda motor, karena yang dilihatnya sepeda motor yang dipakai pegawai UMP tidak layak, syukur-syukur bisa sampai ke kampus begitu juga mahasiswa.
Bersyukurlah kita sekarang, dari semangat pendirian ke semangat pembangunan, terutama generasi kedua dst, semangat berkarya , semangat menciptakan legacy, semangat Al- Maun dan Al-Ashar. (* Penulis adalah mantan Rektor UMP)