Teraju News Network, Jakarta – Baru kali ini berkesempatan mampir ke Museum Soempah Pemuda. Sebuah episentrum dialektika idealisme pemuda dimana melahirkan momentum sejarah yang amat sangat menentukan terbentuknya Negara Bangsa Indonesia, yakni Soempah Pemoeda.
Lokasinya di Jalan Kramat Raya. Kebetulan sekali berdampingan dengan Hotel Cordela, tempat Konkernas Ikapi yang berlangsung 21-22 Februari 2025. Sekali melangkah, rasanya sampai. Dan setelah sampai di arena Konkernas, amat sangat disayangkan kalau saya tak melirik-mampir.
Alhamdulillah. Di tengah padatnya agenda Konferensi Kerja Nasional Ikatan Penerbit Indonesia, kemarin sore saya bisa masuk. Museum masih buka. Walaupun Jumat. Juga hujan deras. Sudah rizkinya.
Di pintu masuk tertera aneka info soal Museum Soempah Pemoeda yang berdampingan dengan Roemah Pemoeda milik KNPI Jakarta.
Di pintu masuk saya tertegun, bahwa rumah ini semacam wakaf dalam Islam. Yakni hibah dari ahli waris dr Yanti Silman. Ia cucu dari Sie Kong Lian.
Sebagaimana wakaf dalam Islam, nilai hibah ini “pahalanya terus mengalir” sampai kiamat tiba. Tak terhitung. Tak terperi. Apalagi bernilai sejarah amat agung bagi Bangsa Indonesia. Tanah Air Indonesia. Bahasa Indonesia.
Sebuah rumah besar di pinggir jalan raya, pusat ibukota Batavia.
Betapa luhur hati anak-cucu Sie Kong Lian ini.
Saya yang aktif di Badan Wakaf Indonesia dapat merasakan frekuensi positif atau vibes possitive di dalamnya.
Memang ini bukan soal rupiah. Juga bukan sekedar penabalan sejarah. Tapi syarat multikulturalisme. Spirit kemajemukan. Semangat keragaman dalam persatuan, persaudaraan kebangsaan.
Bahwa harta tak berarti apa-apa di hadapan Indonesia. Sebuah suri tauladan yang mesti benar-benar kita camkan. *