in

Belajar Bahasa


Oleh: Yusriadi

Beberapa hari lalu, Yanda, memberitahu saya bahwa dia terarik belajar bahasa Korea. Dia ingin dapat berbahasa itu setelah menontob film horor Korea, Train to Busan.

Maka, setiap hape Bunda menganggur dia mengambilnya dan membuka google. Lalu, dia menekan tanda mike dan berteriak,

“Terima kasih, bahasa Koreanya, apa?”

“Saya ingin makan, bahasa Koreanya?”

“Tren tu Busan, bahasa Koreanya apa?”

Banyak lagi yang dia teriakan. Kadang berulang-ulang.

“Bang, yang betul-lah… Nanti dia marah? Tak mau jawab nant,”
Saya mengingatkan. Tentu setengah bercanda. Sebab, mesin penjawab di sistem itu tidak punya emosi. Apa pun dia respon.

Senang rasanya melihat perkembangan minat anak seperti itu. Tak kesah berapa banyak kosa kata yang bisa diperoleh, atau seberapa mahir kelak dia berbahasa asing, yang penting dia memiliki semangat untuk belajar. Semangat itu perlu sebagai pengiring kehidupan kelak.

Jika pun dia “dapat” menguasai bahasa asing,, tentu lebih baik. Penguasaan satu bahasa lain, selain bahasa ibu, menjadi model dan bekal untuk menguasai bahasa lain berikutnya. Hal ini akan membesarkan “ruang” bahasa dalam otaknya.

Bahasa juga akan menjadi alat untuk mendapatkan banyak pengetahuan dan kearifan dalam hidup. Belajar bahasa itu utama dan penting sekali. (*)

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

Universitas OSO Umumkan Seleksi Mahasiswa Baru Jalur Prestasi

Sinyal Bahwa Nyala Literasi itu Masih Ada