in

Cerita Penyuluh Agama dari Sentebeng

Akhir September 2021 saya berkesempatan mengunjungi perbatasan Indonesia. Perjalanan ini dilakukan dalam rangka penelitian dakwah di perbatasan.

Pak Supardi dan Maddiri dari Kementerian Agama Kalbar, lalu Bang Ismail Ruslan dan saya dari IAIN Pontianak, serta Didi Darmadi dari Bidang Dakwah MUI Kalbar.

Tujuan utama Jagoi. Kami akan mewawancarai penyuluh dan sumber-sumber lain di sana.
Hari itu saya mewawancarai Pak Fahmi, penyuluh dari Sentebeng.

Sentebeng adalah kampung Melayu di barat Jagoi Babang. 100 persen penduduknya muslim.
Kampung ini lebih dekat dengan batas Sarawak. Katanya, hanya lk 4 kilometer dari perkampungan di negara tetangga.

Sentebeng merupakan lalu lintas orang dan barang di era Smokil tahun 1950an. Orang-orang Sambas dahulu memilih melalui jalur di hulu Sungai Sambas ini. Lama kelamaan sejumlah orang memilih tinggal dan menetap di sini. Membuat tempat persinggahan ini menjadi perkampungan.

Meskipun Sentebeng adalah tempat perlintasan tradisional, namun seiring perkembangan dan pembangunan wilayah perbatasan, di era sekarang kampung ini termasuk daerah tertinggal. Akses ke jalur utama Jagoi Babang-Sanggau Ledo, atau Jagoi-Sambas, terbatas. Jalannya, jalan tanah. Jika hujan becek dan licin. Ada tanjakan dan turunan yang berbahaya.

Baca Juga:  Partai Golkar Gelontorkan Budget Iklan Online Terbesar di Kalbar

Pak Fahmi, pegawai KUA Jagoi Babang yang tinggal di Sentebeng menceritakan duka kala harus melintasi jalan ini. Dia tunjukkan kakinya yang benjol lebam di sana sini.

Karena itu, dia merasa tidak nyaman ketika ada orang yang mempersoalkan kehadirannya di kantor, atau yang berharap selalu ada di kantor.

Dia mengungkapkan soal pengabdiannya dan soal kehidupannya. Dia tidak dapat mengandalkan pendapatannya sebagai staf kantor dan penyuluh untuk kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan beberapa anak.

Oleh karena itu dia perlu berusaha seperti warga lainnya, di kebun. Dia juga membuat rumah walet. Semua itu diusahakan sejalan dan saling mendukung sekalipun terasa berat.

Sebagai penyuluh dia berusaha untuk melakukan dakwah dan bimbingan keagamaan pada ummat. Ummat Islam di sini kurang pengetahuan agama dan kurang mendapatkan pendidikan agama.

Di tengah terbatasnya kemampuan pemerintah memperhatikan dan mengapresiasi mereka, dia tetap berupaya dan bersemangat.

Tentu dia sangat berharap kunjungan kami membawa dampak. Kami diharapkan menyampaikan kabar dari lapangan, sehingga: nasib penyuluh diperhatikan, kegiatan dakwah diutamakan, dan pembangun fisik di wilayah ini diprioritaskan. (*)

Baca Juga:  Cek Fakta: Sutarmidji Jujur atau "Pengampor"

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

Popularitas partai

Partai Demokrat, PDIP dan PKS Kuasai Dunia Maya

Dosen dan Mahasiswa Arsitektur POLNEP Meneliti dan Mengabdi di Pulau Lemukutan