in

Dahsyatnya Wakaf! Ternyata Begini Cara Kerjanya…

teraju.id— Jika saat ini Anda punya uang 1,5 milyar, kira-kira mau dibelikan apa? Mungkin ada yang menjawab ingin beli rumah lagi, beli tanah lagi, dan beli mobil lagi. Beli rumah lagi supaya bisa digunakan untuk istirahat, mandi, menerima tamu, serta bermain dengan keluarga. Beli tanah lagi agar bisa jadi investasi atau bisa diwariskan ke anak-anak. Beli mobil lagi agar bisa dipakai oleh anak dan istri.

Saya dan kita semua mungkin tak pernah berpikiran untuk menyedekahkan uang sebesar itu untuk membangun masjid. Alasannya rasionalnya mungkin begini: Pertama, menyedekahkan uang sebesar itu untuk membangun masjid, berarti harta kita hilang. Kedua, Masjid itu punya ummat, punya orang banyak. Jika uang yang kita miliki dijadikan masjid, maka hilanglah utility yang bisa digunakan untuk kita sendiri atau keluarga kita. Ketiga, mengubah uang kita menjadi masjid berarti menyerahkan harta kepada orang lain sehingga anak-cucu kita tak akan pernah bisa menggunakannya lagi.

Cara berpikir seperti itu wajar saja. Namun sepertinya ada yang keliru. Penjelasannya begini,
sepuluh tahun yang lalu, seorang ayah muda berusia 42 tahun yang bernama Bang Nur menarik uang tabungannya sebesar 1,5 milyar. Uang itu ia wakafkan untuk membeli tanah dan membangun masjid.

Sekarang mari kita berpikir. Pertama, saat membeli tanah dan membiayai pembangunan masjid apakah hal itu berarti harta Bang Nur telah hilang? Jawabannya tidak. Harta itu hanya berganti bentuk saja (konversi) dari yang semula berbentuk uang kertas, lalu menjadi tanah dan bangunan. Tanah dan bangunan itu masih ada, bisa dilihat, bisa pula dirasakan. Perubahan bentuk itu juga terjadi jika uang itu dibelikan rumah pribadi dan atau mobil pribadi.

Jadi kesimpulannya harta yang diwakafkan Bang Nur tidaklah hilang. Harta beliau tetap ada. Yang terjadi hanya perubahan bentuk saja. Foto masjid yang saya posting dalam tulisan ini adalah buktinya. Foto itu memang tak nyata, tapi masjid yang ada dalam foto itu nyata adanya.

Kedua, saat Bang Nur mengkonversi uangnya menjadi tanah dan bangunan, lalu menyerahkannya kepada publik, apakah utility dari harta itu hilang? Maksudnya apakah setelah tanah dan bangunan itu tidak lagi punya pribadi, Bang Nur tak bisa lagi menggunakan tanah dan bangunan itu untuk kepentingan pribadi dan atau keluarganya?
Jawabannya bisa!

Bang Nur masih bisa menggunakan wc dan kamar mandi untuk urusan pribadi setiap saat, kapan saja beliau mau menggunakannya. Beliau juga tetap bisa menggunakan air untuk berwudlu.

Selain itu, Bang Nur tetap bisa melaksanakan shalat dengan tenang sepuasnya di dalam bangunan masjid. Mau tiap jam, atau tiap menitpun tak ada yang melarang. Bang Nur juga masih bisa menggunakan ruangan masjid berikut dengan fasilitasnya untuk menerima tamu yang banyak, atau menyelenggarakan event-event keluarga, misalnya menggelar acara pernikahan anak atau syukuran kelahiran anak.

Jadi, Bang Nur masih tetap bisa mendapatkan utility/ kemanfaatan atas harta yang telah ia wakafkan kepada Allah. Kemanfaatan atas harta itu, sama saja dengan kemanfaatan yang ia terima dari harta milik pribadi, misalnya rumah pribadi.

Ketiga, tak benar pula jika dengan menyerahkan harta kepada Allah (waqaf), maka anak dan cucu Bang Nur tak bisa mendapatkan manfaat dari masjid itu. Buktinya seluruh anak Bang Nur masih bisa melaksanakan shalat di masjid itu sepuasnya, bermain di halaman masjid, belajar di sekolah milik masjid, berwudlu, mandi, bahkan tidur di dalamnya.

Jadi anak-anak beliau masih bisa menggunakan aset itu. Sama persis dengan kemanfaatan yang diterima mereka atas harta yang dimiliki secara pribadi.

Jadi jelas sudah, bahwa hilangnya harta, hilangnya utility, dan hilangnya akses anak dan keluarga terhadap aset yang telah diwakafkan sama sekali tidak terjadi.

Dan ada yang lebih menarik lagi, bahwa walaupun Bang Nur masih bisa merasakan kemanfatan (utility) secara full dari harta yang telah ia wakafkan, Bang Nur tak perlu menanggung operational cost dari masjid itu. Beliau tak perlu pusing membayar tagihan listrik, tagihan air, dan membayar petugas kebersihan. Seluruh cost telah ditanggung oleh jamaah (publik). Bahkan Bang Nur juga tak perlu pusing mengeluarkan uang untuk biaya perawatan gedung, biaya renovasi, dan biaya untuk membeli tanah untuk memperluas bangunan masjid. Semuanya ditanggung bersama.

Hal itu tak akan terjadi jika dulu, Bang Nur memutuskan mengalokasikan uangnya untuk membeli rumah pribadi. Jangankan ummat, saudara saja tak akan pernah mau membayarkan rekening listrik kita.

Dan terakhir, orang yang dapat merasakan utility dari harta yang telah diwakafkan Bang Nur itu ternyata tak hanya Bang Nur dan keluarganya saja. Tapi banyak, bahkan sangat banyak.
Setiap hari, minimal ada 150 an orang yang bisa pipis, berwudlu, dan shalat di masjid itu. Setiap jumat ada lebih dari 250an orang yang bisa menggunakan kamar mandi, air dan menikmati makan siang di masjid itu. Setiap minggu ada minimal 150an fakir miskin yang belajar dan menerima bantuan bahan makanan. Setiap hari ada 800an santri yang beraktivitas mengelola puluhan lembaga dan belajar di lembaga-lembaga pendidikan milik masjid. Dan setiap hari ada 500ribu individu di 6000 pantiasuhan dan pesantren yang bisa menikmati beras terbaik yang diberikan oleh masyarakat dan didistribusikan oleh santri paskas di seluruh Indonesia.

Belum termasuk jika kita hitung pertumbuhan harta yang telah diwakafkan oleh Bang Nur sepuluh tahun yang lalu, yang dulunya hanya berupa tanah seluas 200 M2, kini telah bertambah menjadi ratusan ribu M2. Bangunan yang semula hanya satu buah masjid, sekarang telah bertambah menjadi puluhan, bahkan ratusan bangunan.

Dan seluruh utility itu tetap bisa dirasakan oleh Bang Nur dan dapat dirasakan juga oleh teramat banyak ummat manusia.

Itulah dahsyatnya sistem Ilahi dari harta waqaf. Kemanfaatannya akan terus bertumbuh dan dapat dirasakan oleh teramat banyak orang. Kemanfaatannya bukan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang masih hidup saat ini saja, tapi juga orang-orang yang akan hidup di masa yang akan datang. Bahkan dapat dirasakan oleh orang-orang yang hidup saat kita semua telah wafat dan orang-orang yang akan hidup kemudian hingga hari kiamat.
Dan benarlah apa yang dikatakan oleh para ulama dan orang-orang tua kita, “usia boleh terputus, pahala waqaf mengalir terus”.

Dahsyatnya waqaf! Ayo berwakaf! Jangan tumpuk harta kita! Karena kita akan mati semua, dan tak akan ada sedikitpun bisa kita bawa serta!

Berkahselaloe,


Beni Sulastiyo
Teman Belajar Masjid Enterprise

Written by teraju

Polres Mempawah dan Tim Gabungan Terus Berjibaku Melakukan Pemadaman Karhutla

IAIN Pontianak Terima Kunjungan UITM Sarawak