in

In Memoriam Pengamal Doa Kaf Ha Ya ‘Ain Sin Shod

Almarhum duduk paling ujung sisi kiri, mengenakan gamis cokelat kesayangannya seusai sujud tilawah dan menghangatkan perut di bubur Suwignyo.

Oleh: Nur Iskandar

Kebiasaannya ketika shalat mengenakan gamis. Favoritnya warna cokelat, putih dan hitam. Saya kerap mendapatinya menjadi imam dan khatib di Mesjid Alhijrah, Rumah Melayu.
Pertemuan kami di Alhijrah dimulai dengan rangkaian Serumpun Berpantun dan sosialisasi wakaf bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Kalbar. Full support. Dukungannya penuh.

Di puncak acara Serumpun Berpantun Sang Guru didaulat membacakan doa untuk ajang internasional ini. Kala itu beliau tampil dengan baju khas telok belanga berwarna biru dengan tanjak yang menjunjung langit. Penampilannya sangat oke, di mana pada bait doa terselip frasa pantun yang halus. Tutur kata sosok yang satu ini memang ramah, halus dan lembut. Bahkan murah senyum. Persoalan hidup sebesar apapun, apalagi sekedar baca doa di ajang internasional, baginya tiada beban.

Alhamdulillah pada akhir tahun 2020 itu gawean Serumpun Berpantun bersama Asosiasi Tradisi Lisan dan MABM diapresiasi Unesco (Badan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) sehingga pantun yang selama ini diperjuangkan Indonesia dan Malaysia menjadi pengakuan warisan budaya tak benda kelas dunia terwujud.

Kebersamaan kami tidak lantas putus. Pantun digunakan sebagai wahana sosialisasi syariah wakaf. Lalu secara bersama-sama menggadang konsep wakaf sebagai skema penyelamat gedung tiga tingkat yang mangkrak di belakang Rumah Melayu. Oleh karena itu setiap subuh Jumat kami bertemu sekaligus mengamalkan Sujud Tilawah.

Sang Guru hapal dengan baik quran surah Assajadah yang cukup panjang itu. Makhraj hurufnya bagus. Qiroaatnya cantik. Makmum di belakangnya mendapatkan nada dan irama yang khusuk.

Bersamanya Sujud Tilawah dapat dilaksanakan sampai 25 putaran. Jika dihitung bulan, maka sama dengan setengah tahun lamanya. Lumayan istiqomah jika tidak dihajar pandemi yang menggila pada tahun 2021.

25 putaran itu cukup tajam dalam menggosok program, sehingga skema wakaf untuk mengatasi gedung yang mangkrak dapat direkomendasikan. Tak pelak, MABM kemudian mengundang konsultan dan Dinas Pekerjaan Umum yang telah menilai secara fondasi gedung mangkrak tersebut. Rekomendasi itu pun telah sampai kepada Gubernur sebagai pemilik aset. Sayangnya, awal tahun 2021 datang pandemi Covid. Rekomendasi itu pun ikut mangkrak. Termasuk aktivitas Sujud Tilawah, sementara istiqomah di mesjid terdekat masing-masing.

“Saye sujud tilawah di mesjid Kompleks Mandiri Pal Lima yak Bang.” Begitu ungkapnya. Di lain waktu saat shaf sudah boleh rapat, dia mengaku “poso”. Poso dalam Bahasa Bugis berarti sesak napas.

*

Sang Guru sebagai Imam Besar Mesjid Alhijrah kerap tampil sebagai khatib. Isi khutbah Jumat yang disampaikannya melekat di dalam hati sampai sekarang. “Bahwasanya Rasulullah ‘tidak mati’ sejak 14 abad silam, melainkan Rasulullah Muhammad SAW terus menjadi saksi atas kehidupan kita sampai akhir zaman. Wama arsalnaka bil haqqi, basyiran, wanadziran…”
Kata basyiran diartikannya sebagai saksi. Saksi di sini sebagai ‘melihat’. Dan melihat itu berarti ‘hidup’. Hidup yang tak dibatasi dimensi ruang dan waktu. Oleh karenanya khatib mengajak bersholawat terus tanpa henti sebagai tanda cinta kita kepada Rasulullah, di mana sholawat itu pasti dijawab karena Rasulullah SAW melihat dan menjadi saksi atas kehidupan kita. Sholawat itu menjadi syafaat bagi kita di yaumul mahsyar.

Ulasan rasional itu khas kajian Jamiatul Islamiyah. Organisasi kajian Islam yang filosofis dan sufistik. Sang Ustadz bertindak selaku motor organisasi J-m-I. Dia di posisi sekretaris. Adapun di Kalbar, Jamiatul Islamiyah yang disingkat J-m-I ini diikuti oleh banyak pakar di kampus-kampus dengan latar belakang akademis beragam. Banyak di antaranya yang master, doktor, bahkan profesor.

Baca Juga:  Mubes VI MABM Kalbar, Angkat Tema Pendidikan sebagai Pilar Utama Bangsa

Keistimewaan Sang Guru yang lain adalah ketika membacakan doa secara berjamaah seusai salam dan zikir shalat berjamaah. Yakni kalimat dari kata-kata khusus: Kaf Ha Ya ‘Ain Sin Shod. Ini adalah deret aksara yang istimewa di dalam quran. Huruf-huruf penarik perhatian yang penuh rahasia ilmu. Huruf-huruf yang tafsirannya sangat banyak dan memiliki kaifiat nan luar biasa.

Saya hanya mendapati amalan doa ini dibacakan dengan konsisten dari Sang Guru. Doa yang istimewa.

Sampai hari ini saya menjadi saksi bahwa kaifiat doa yang selalu dimunajadkannya makbul. Dus semoga kita yang mengaminkannya beroleh berkah pula. Amiin ya robbal ‘alamiin.

*

Spiritnya dalam memajukan almamater SMKN 7 yang dipimpinnya tak kalah dengan upaya memakmurkan Mesjid Alhijrah di mana dia adalah Koordinator Bidang Sosial di Majelis Adat Budaya Melayu sehingga urusan keagamaan adalah domain kegiatannya. Termasuk memimpin kemakmuran Mesjid Alhijrah. Mesjid mungil, namun indah secara arsitektural Melayu.

“Jumatan di Alhijrah kita mulai saat STQ Nasional di Kalbar,” katanya. Saat itu tahun 2019.

“Waktu itu Rumah Melayu menjadi salah satu destinasi wisata lokal bagi tetamu seluruh Indonesia. Kita ambil momentum itu untuk khutbah Jumat bagi masyarakat umum dan seterusnya Jumatan tidak pernah putus.”

Selaku Ketua Bidang Sosial di MABM dia tak pernah luput mengingatkan petugas Jumat untuk tampil sebagai imam dan khatib. Ia juga rajin exposure di kanal pertemanan WhatsApp.
Dr Rasiam Bintang salah satu di antara khatib pada Jumat, 18/2/2022 yang diingatkannya.
“Adinda, jangan lupa bertugas besok ya…” Begitu pengakuan wakil dekan dan salah satu pengajar di IAIN Pontianak pada pagi hari sebelum Sang Guru dijemput maut secara mendadak. Padahal malam harinya dia masih menerima tamu, dan pagi hari aktif mengirimkan pesan soal kemakmuran mesjid.

Di hari valentine, 14 Februari, H-3 dari maut yang menjemputnya, masih pula mengirimkan bait-bait pantun–salah satu kepiawaiannya–kepada Viryan Azis yang sedang fit and proper test di Komisi II DPR RI.

“Cara perginya membuat iri dan cemburu,” kata Rasiam Bintang lirih.

*

“Kanda saya mohon masukan untuk Koperasi Kejuruan,” ungkap Sang Guru via telepon. Saat itu medio Januari 2022.

“Saye sedang mengikuti pelatihan nasional dan akan presentasi tentang ide Koperasi Kejuruan di SMKN 7. Alhamdulillah sambutan secara nasional sangat besar kanda,” tambahnya.

Saya mengapresiasi berbagai imajinasinya tentang koperasi kejuruan yang menyentuh generasi milenial itu. Ia ingin kembali mengenalkan ruh koperasi dengan sosok proklamator Dr Mohammad Hatta. Lewat koperasi kejuruan itu dia juga hendak memasuki bisnis riil seperti yang dikembangkan BangKambing lewat mekanisme wakaf produktif.

Saya pun berbagi jaringan sesuai dengan peta imajinasinya sampai kabar duka jejak ke gejet saya. Rupanya, itulah telepon terakhir darinya. Telepon koordinasi di mana menunjukkan bahwa Sang Guru, Sang Ustadz, sangat menghargai orang lain. Bahwa dia haus akan referensi-referensi yang mendukung tercapainya sebuah kesuksesan. Itulah pula ciri kesuksesannya. Selain sukses sebagai Ketua Umum HMI Cabang Pontianak di saat masih studi di FKIP Untan, juga lolos seleksi PNS sebagai guru di mana tidak semua sarjana berhasil lulus dengan mulus.

Baca Juga:  Penipuan QRIS di Kotak Amal Masjid, BI Berupaya Tingkatkan Edukasi

Di saat memimpin SMKN 1 kawasan Danau Sentarum Sang Guru juga inovatif. Waktu menyambut Ramadhan diisinya dengan pesantren kilat. Pesantren Kilat ini tak tanggung-tanggung, bekerjasama dengan organisasi pengkaderan paling militan. Yakni HMI Cabang Pontianak. Kawah chandradimuka tempatnya dibaiat piawai dengan keilmuan, keorganisasian dan keindonesiaan. Korsa ke-HMI-annya lekat.

*

Almarhum Abriyandi ketiga dari kiri seusai shalat subuh dan sujud tilawah bersama Ketua MABM Kalbar Prof Dr H Chairil Efendy, MS (duduk paling kanan).

Matahari pagi menyapa cerah di kaki Bumi Khatulistiwa dengan sinar terbaiknya. Di waktu duha ini pelayat berduyun-duyun datang, silih berganti. Mereka menuju satu titik yang sama: rumah duka Gang Mandiri, Jalan Husin Hamzah.

Saya menyaksikan kendaraan menyemut parkir di sisi kiri dan kanan kompleks. Jalan masuk penuh.

“Tak banyak orang macam begini. Yang menyambut ramai dan mengantarkannya pun ramai. Bahkan pejabat tinggi sekalipun.” Demikian komentar lirih diungkapkan mantan Ketua Umum Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Muhammad Yusuf.

Saya sependapat. Bahwa aktivis mahasiswa yang pernah didaulat menjadi Ketua Umum HMI dan sampai akhir hayatnya di usia muda, 47 tahun, Kepala SMKN 7 Pontianak adalah orang baik. Bahkan sangat baik. Oleh karena itu ratusan dan lebih dari seribuan orang dimudahkan langkah kakinya oleh Allah SWT untuk bertakziah atau berbela sungkawa langsung ke rumah duka. Mereka ikut menyolatkan secara bergelombang karena banyaknya pelayat yang hendak menghantarkan dengan penghantaran terbaik berupa sholat fardhu kifayah.

Massa yang berjubel-jubel itu tak cukup hanya melayat dan sholat jenazah, bahkan sampai ikut mengantarkan ke perisrirahatannya yang terakhir di pemakaman muslim. Persis hari baik bulan baik, Rajjab, hari Jumat, sayyidul ayyam, penghulu dari segala hari.

Jumat, 18/2/2022 sekira pukul 10.30 WIB jenazah selesai dimakamkan dengan segenap penghormatan. Tampak hadir komisioner KPU RI, Viryan Azis, SE, MM, Ketua Umum MABM yang juga Ketua JmI Prof Dr H Chairil Efendy, Rektor Untan Prof Dr H Garuda Wiko, Dr Jumadi dan masih banyak lagi kader-kader HMI maupun para guru PGRI serta murid-murid SMK yang hadir.

Saya sendiri mendapat kabar duka bahwa Ustadz H Abriyandi, S.Pd, M.Pd meninggal secara “mendadak” pada, Kamis, 17/2/2022 tak lama berselang dari ajal menjemputnya pukul 15.30. Tepatnya melalui kanal WhatsApp beberapa irisan organisasi dan komunitas sosial.

Kala membaca teks berita duka itu, sambil menyetir mobil arah Sambas ke Pontianak saya hampir tidak percaya. Geleng-geleng kepala. Menghela napas panjang. Menitikkan air mata. Sebab dia masih muda dan sangat energik. Hampir tak pernah saya dengarkan keluhan tentang sakit dari mulutnya kecuali kata poso. Ia juga giat berdakwah keliling Kalbar.
Bahkan selama berteman dekat, Abriyandi justru merawat sang istri tercinta yang memiliki keluhan sakit di kepala, tetapi belum jelas apa penyakitnya.

“Kata dokter, semua diagnosa baik-baik saja.” Sejurus waktu dia bolak-balik ke rumah sakit di Jakarta untuk merawat sakit yang diderita sang pendamping hidup yang telah melahirkan anak-anaknya.

Tetapi kita hidup ini seperti wayang. Di balik kehidupan ada dalang yang menggerakkan. Jika dalang berkenan, kita masih hidup dan dihidupkan. Jika sudah sampai waktunya, maka segala sesuatu hanya sebab musabab saja. Seperti berita duka laksana petir yang menyambar di siang bolong dari wafatnya Sang Guru Abriyandi.

Kebiasaan kami seusai Sujud Tilawah di Alhijrah selain mengkaji program yang turut menginisiasi lahirnya BangKambing salah satu sisi gerakan wakaf produktif bersama Munzalan Mubarakan Ashabul Yamin juga mencari sarapan pagi yang menghangatkan.

Baca Juga:  Ibadah Ramadan Kita

“Ke mana kita pergi?”

“Ke Deal saja, Jalan Jawa, tidak jauh.”

Saat itu Kafe Deal yang menyediakan sarapan pagi masih tutup. Kami bergerak terlalu dini.
Di saat itulah Ustadz Abryandi memperkenalkan kami dengan bubur Suwignyo. Lantas kami lebih sering menikmati bubur bersama di Jalan HM Suwignyo yang ternyata maknyos pula.
Dari cara makan dan minum Abriyandi tidak menunjukkan gejala sakit jantung, walaupun menurut Yusuf, sahabatnya, gejala jantung itu telah mulai merasuk sejak empat tahun silam.

“Sering kami berdiskusi soal jantung ini. Walau akrab dan sohib di banyak hal, saya berbeda madzhab bersama almarhum soal medis,” kata Yusuf yang lebih cenderung memilih cara operasi dan by pass jantung.

“Almarhum banyak membaca dan mencari referensi sehingga lebih memilih jalur pengobatan alternatif. Padahal dari tiga pembuluh di jantungnya, satu saluran sudah sumbat 98 persen. Satunya lagi sudah sumbat 78 persen, hanya tersisa satu saluran dengan kondisi 12 persen.” Abriyandi juga ada ‘gula’ dan asam urat.

Lepas dari pilihan sadar manakah di antara jalur by pass dan pengobatan alternatif yang benar, almarhum sudah berwasiat kepada sahabatnya yang “tempo doeloe” mengoperasikan Baburrahman–tim sukses bagi Buchary Arrachman–Imam Abu Hanifah.

“Mas, adindamu ini tinggal menunggu waktu saja untuk dijemput maut…”

“Lho kenapa Bangnda?” Bertanya Mas Imam yang menjadi pengusaha sukses di tanah hulu Kalbar dan sempat menjadi calon DPD RI, seorang alumni HMI dari Fakultas Ekonomi.

“Ini setiap hari saya sudah rutin minum obat.”

Begitulah orang-orang sholeh sebelum wafatnya sudah tahu kapan ajal akan menjemput sehingga lebih siap dan lebih banyak beramal sholeh. Bahwa maut itu memang sudah disongsongnya di mana kebanyakan orang lari dan takut berhadapan dengan malaikatul maut.

Sang Guru. Sang Ustadz berhadapan dengan maut di hari baik-bulan baik. Diantarkan dengan banyak sekali orang-orang baik. Husnul khotimah yang sangat kentara, sehingga benar kata Dr Rasiam Bintang, kepergiannya membuat bulu kuduk berdiri. Ia membuat kita yang masih hidup cemburu dan malu.

“Sebelum wafat masih sempat mengunjungi pembangunan mesjid JmI di Perdana,” sambung Rasiam. “Bahkan pagi hari sebelum ajal menjemput sewaktu Ashar masih mengingatkan tugas khatib di Mesjid Alhijrah kepada saya,” ujarnya.

Innaa lillahi wainnaa ilaihi rojiuun. Segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Sosok yang banyak bersholawat kepada Nabiullah Muhammad SAW. Terkucur limpahan sholawat dari basyiran-wanadziran. Nabi akhir zaman yang senantiasa welas asih dalam mendidik dan mengajar setiap insaan, penyampai huruf Kaf, Ha, Ya, ‘Ain, Sin, Shod. Sekaligus menjadi saksi atas hidup dan kehidupan.

Insyaallah Kanda Abriyandi telah bahagia dalam naungan syafaat Rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita bisa husnul khotimah mengikuti jejaknya–kendati almarhum masih sangat muda–masih sangat kita butuhkan kehadirannya.

Semoga keluarga yang ditinggalkannya sabar, tabah dan ikhlas, karena kita semua juga akan kembali menghadap ke haribaan Allah SWT. Semoga kepergiannya menjadi wasilah bagi kita untuk hidup dalam ridho dan diridhoi Allah SWT. Fadkhulii fii ibaadi. Wadkhulii jannnaatii. Lahumulfatihah. *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Pergunu Kota Pasang Baliho Penyambutan untuk Kiai Asep

Sumber: pixabay.com

Anti Blur, Ini Cara Memotret Benda Bergerak Paling Mudah