in

Kearifan Lokal dan Mitigasi Bencana


Oleh: Ismail Ruslan dan Nunik Hasriyanti

Dalam suatu kesempatan, saya meneliti tentang pengetahuan kearifan lokal masyarakat di Kecamatan Jawai Laut Dusun Ramayadi terkait upaya untuk mengurangi resiko bencana di kawasan pesisir. Bersama dosen dan peneliti Politeknik Negeri Pontianak Nunik Hasriyanti yang juga meneliti studi pola arahan tata ruang berbasis mitigasi bencana akibat kenaikan muka air laut pada kawasan pesisir Kalimantan Barat, tepatnya di Sungai Belacan Desa Sebubus Kecamatan Paloh, Sambas.

Menurut informasi tokoh adat Dusun Bukit Raya Desa Jawai laut, Asmui, pada tahun 1999 (pasca kerusuhan antara kelompok etnik di Jawai-Sambas) pernah terjadi banjir besar dan merendam di seluruh desa Jawai Laut, airnya hingga selutut orang dewasa masuk ke rumah penduduk. Namun banjirnya tidak berlangsung lama, air kembali surut pada sore hari.

Kondisi pantai Dusun Ramayadi di Desa Jawai Laut pada saat ini sungguh memprihatinkan. Dusun ini telah kehilangan daratan hingga 24 meter hanya dalam waktu tiga tahun yakni 2019 – 2021. Akibat abrasi air laut membuat ratusan pohon kelapa tadinya berada di daratan tumbang hingga tercerabut akarnya, mengering dan mati. Bahkan informasi dari masyarakat yang lain, dusun Ramayadi telah kehilangan ratusan meter daratan dalam sejak tahun 1999. Harun salah satu tokoh masyarakat di Dusun Ramayadi menjelaskan bahwa pernah terjadi banjir besar di dusunnya hingga air laut masuk ke rumah.

Untuk mengurangi resiko bencana, masyarakat di dusun Ramayadi memiliki pengetahuan kearifan lokal yang diperoleh secara turun temurun dan selalu dilaksanakan setiap tahunnya.

Masyarakat Jawai Laut dengan menjaga tradisi yang diyakini sebagai upaya memohon pertolongan dan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala anugerahnya kepada manusia. Tradisi hingga hari ini dirawat seperti peringatan 1 Muharram dengan membaca doa selamat di pinggir pantai, “Manggang” dilaksanakan untuk menyambut kedatangan bulan ramadhan, tepung tawar dan perayaan potong rambut. Tradisi lainnya masih lestari hingga saat ini seperti Bepapas dilaksanakan saat mendirikan rumah baru, tolak bala dengan doa selamat, tepung tawar saat aqiqah.

Masyarakat di dusun Ramayadi juga memiliki pengetahuan tentang waktu-waktu yang dimungkinkan terjadinya bencana, dan masyarakat wajib mengetahui dan mengindahkannya. Seperti waktu angin musim utara sebagai pertanda ombak besar, hujan lebat, angin kencang dan pasang air laut. Peristiwa ini terjadi setiap tahun di bulan November dan Desember.

Pengetahuan kearifan lokal inilah membatasi dan mengingatkan nelayan di Dusun Ramayadi tidak turun ke laut untuk menangkap ikan dan lebih memilih bekerja di daratan seperti berladang dan lainnya.

Untuk menjaga agar desa Jawai Laut tetap aman, tidak terjadi bencana masyarakat juga meyakini tentang tolak bala. Tradisi tolak bala sebagai ritual menangkal bahaya seperti banjir, juga sering dilakukan dengan dipimpin tokoh adat Jawai Laut, seperti bapak Asmui.

Pada bulan Agustus 2021 masyarakat Dusun Ramayadi melaksanakan tradisi tolak bala dipimpin oleh tokoh adat, bapak Asmui. Prosesi acaranya dimulai dengan pembacaan doa selamat oleh pak Lebai (tokoh agama, imam) dihadiri oleh pemerintah desa dan masyarakat lainnya. Pak Asmui mengatakan setiap tahun khususnya bulan haji selalu memimpin proses tolak bala dengan membaca doa selamat. Semoga masyarakat di Desa Jawai Laut selamat lahir batin.

Written by teraju.id

Tanam Sorgum

Praktek Lapang Hitung Karbon