Dear Setyawati, anakku.
Catatan ini bapak buat di kamar rawat inap, lewat tengah malam kala ibumu tengah teridur.
Hari ini, ia mulai menjalani terapi kemo yang pertama. Pukul 10:00 tadi, jarum infus mulai dipasang di kedua lengan.
Kata dokter, ketika kontrol minggu lalu, kondisinya sudah siap untuk itu. Sebulan terakhir memang kondisi fisiknya berangsur meningkat.
Perhatian, doa dan pendampingan para suster baik di rumah maupun di rumah sakit yang hampir tanpa jeda, sangat membantu pemulihannya. Terima kasih Suster!
Terima kasih juga disampaikan kepada para sahabat atas doa dan perhatian. Tidak ketinggalan untuk Pak Manto yang selalu siap membantu kapan pun diperlukan, sehingga semua berjalan lancar.
Dear Setyawati, anakku
Gedung ini, dulu dipakai untuk merawat pasien Covid-19. Sebagai dokter PK, ibu tidak jarang mengawani analis dan perawat mengambil sampel pasien Covid-19 di sini. Karena itu, ibu sduah mengenal gedung ini dari masa pandemi.
Banyak cerita sedih yang berasal dari gedung ini. Tidak hanya pasien tetapi juga nakes. Tidak terkecuali dari kamar ini, tentunya.
Dear Setyawati, anakku.
Tepat tengah malam kami berdua mendaraskan doa kepada St. Peregrinus, santo pelindung penderita kanker dan penyakit berat. Di bagian akhir doa ibumu berbisik:
“Santo Peregrinus, jadilah sahabat dan pelindungku. Bantulah aku untuk meneladanimu dan menyatukan diriku dengan Yesus yang tersalib dan dengan Bunda Dukacita, seperti yang engkau lakukan dulu.
Aku persembahkan sakitku ini kepada Allah dengan segenap hati, demi kemuliaan-Nya dan keselamatan jiwa-jiwa, terutama jiwaku sendiri, Amin”
“Amin” Sambung bapak.
Dalam salah satu bukunya, Ndhèrèk Sang Dèwi ing èrèng-èrènging redi Merapi, Romo Sindhu (1997) menulis, kurang-lebih seperti berikut ini:
‘Namung manawi kawula sami wantun nampi bilih, ‘kabegjan menika tansah wonten kekiranganipun’, kawula sami èstu-èstu nampi piwulang kanggé ngalami kabegyan”.
Hanya jika (kita) berani menerima kenyataan bahwa dalam kebahagiaan selalu ada kekurangannya, kita sungguh dicenahkan tentang hakekat siap menerima kebahagiaan.
‘Tak ada kebahagiaan yang tanpa penderitaan.
Semoga, sebaliknya juga berlaku.
Semoga, di dalam penderitaannya,
Ibumu dan juga kita menemukan kebahagiaan’.
Leo Sutrisno
RS, 16 Mei 2023