Oleh: Ismail Ruslan
Muslim di perbatasan Jagoi mayoritas muslim Jawa, sebagian kecil muallaf. Segala aktivitas keagamaan yang dilakukannya merujuk kepada sumber hukum agama Islam Alqur’an dan hadits dan kitab fiqh.
Muslim di Jagoi juga memiliki tradisi keagamaan seperti muslim di nusantara. Peringatan Hari Besar Agama Islam seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi’raj, sering dirayakan dengan berbagai macam kegiatan keagamaan dan budaya. Demikian juga kegiatan lainnya seperti kematian, mereka mengadakan tradisi tahlilan 1 hingga 7 hari, 40 hari dan seterusnya.
Dalam kesempatan mewawancarai salah satu tokoh agama dan pendiri pondok Al-Munawar Syaeban di Kecamatan Jagoi Babang. Katanya, muslim di perbatasan sangat kuat faham ahlussunnah wal jamaahnya, tradisi tahlilan, shalawatan dan lainnya menjadi ciri khasnya.
Demikian juga dalam pemilihan penceramah (da’i) mayoritas muslim di perbatasan lebih senang mengdengarkan ceramah atau khutbah dari dai yang menyejukkan, menasehati kebaikan dengan cara yang santun, tidak menyebarkan kebencian kepada orang lain baik muslim maupun penganut agama lainnya. Jika ingin berdakwah di Perbatasan lakukan dengan cara adaptif, menghormati budaya masyarakat setempat dan tidak menilai dan menghukumi orang lain dengan kata bidah apalagi mengkafirkan.
Fahmi tenaga penyuluh agama Islam di Dusun Sentabeng Desa Sekida Kecamatan Jagoy Babang berpendapat lebih senang dengan penceramah yang santun, tidak provokatif, tidak suka membidahkan muslim lainnya, seperti menilai bidah pelaksanaan maulid nabi, tahlilah, padahal muslim di Kecamatan Jagoi Babang ini mayoritas menganut tradisi tahlilal dan shalawatan.
Satu peristiwa seorang dai ditolak berceramah di desa Jagoi karena isi ceramahnya membidahkan dan mengkafirkan muslim lainnya yang berbeda pandangan dengannya. Kami khawatir ceramah seperti ini mengakibatkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam karena saling menyalahkan dan membidahkan.
Salah satu kekuatan muslim di perbatasan ini dapat hidup berdampingan dan bersilaturahim dengan penduduk setempat, Dayak. Di pasar Kecamatan Jagoi Babang ini mereka saling bertemu dan bertransaksi dalam perdagangan, sayur, ayam, beras, dan sembilan pokok kebutuhan lainnya. Komunikasi antara umat bergama dan etnik juga dibangun dengan hadirnya rumah makan di Jagoi beragam cita rasa etnik seperti masakan Padang, Betawi, Jawa dan Melayu, dapat ditemukan sepanjang jalan menuju Jagoy Babang. Inilah kekuatan masyarakat perbatasan. (*)