Oleh: Farninda Aditya
Saya tak tahu menyebut nama tatakan itu, saya hanya teringat dengan kata Rehal. Tatakan yang biasa digunakan untuk meletakan Al-Qur’an. Perlengkapan yang tak boleh tinggal ketika pergi mengaji ke rumah guru ngaji –selain membawa Al-Qur’an dan Kalam. Tak bawa, maka akan dapat ceramah atau waktu itu dianggap “dimarahi”. Sesuatu hal yang ingin dihindari.
Perihal Rehal muncul dikarenakan melihat tatakan Laptop seorang teman berbahan kayu.
Berdasarkan bacaan di internet disebutkan jenis kayunya ada kayu Mahoni dan jati Kalimantan. Bentuknya unik, bisa lepas-pasang-portable. Terdiri dari 3 bagian, jika mau pakai, rakit. Namun, hasil rakitnya tidak membentuk buku yang terbuka, seperti Rehal, lebih seperti dudukan laptop pajangan/display.
Kali pertama melihat tatakan laptop dari kayu itu pula, membawa pada tanda tanya tentang makna Rehal. Apa makna Rehal? Dari mana asal katanya? Apakah dari bahasa Arab? Apabila Kalam dalam makna yang diketahui adalah Lafal, berbeda dengan Kalam sebagai alat tunjuk saat melafalkan huruf Hijaiyah.
Saya kemudian bertanya dengan seorang yang pandai berbahasa Arab apa makna Rehal? Apa Rehal yang digunakan sebagai tatakan Al-Qur’an artinya tatakan, penyangga, atau sejenisnya? Menurutnya Rehal adalah kata dari bahasa Indonesia, jika dalam bahasa Arab ada kata Rihlah yang berarti perjalanan atau pergi. Beliau pun menambahkan bahwa Rehal merupakan kata yang digunakan oleh masyarakat Melayu dan Bugis.
Melayu dan Bugis erat kaitanya dengan agama Islam. Penggunaan kata Rehal sebagai tatakan untuk meletakan Al-Qur’an tentu berkaitan dengan aktivitas keagamaan; Mengaji; Ibadah. Dalam kamus KBBI memang terdapat kata Rehal, kata tidak baku dari kata rehal ialah lehar, lekar, rekal, dan rihal. Sedangkan yang tercantum dari hasil pencarian melalui Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia kata Rehal juga bermakna bangku kecil yang digunakan untuk meletakan Al-Qur’an yang hendak dibaca.
Kata tidak baku dari Rehal memiliki huruf yang sama, yakni: l, e, k, a, h, dan r dan penyebutan dari kata yang terbentuk tersebut memiliki bunyi yang mirip. Hal ini bisa saja menyebabkan pergeseran bunyi dari Rihlah menjadi Rehal. Dalam KBBI terdapat kata Rihlah yang bermakna Perjalanan, dalam bahasa Arab juga memiliki makna yang sama.
Pembahasan tentang Rehal ini ternyata dimuat dalam Jurnal Arkeologi Malaysia, tahun 2018, yang ditulis oleh Mohammad Anis Abdul Samad, dkk., yang berjudul Rehal di Pantai Timur Semenanjung Malaysia: Tinjauan Awal Tentang Motif dan Corak, dalam artikel tersebut ditulis bahwa dalam bahasa Arab, kata rehal disebut dan dieja sebagai rahil, dengan catatan kaki: Hughes, 1885, A Dictionary of Islam. hlmn. 532, rahal; Qazi, 2006, A Concise Dictionary of Islamic Terms. Hlmn., rahl; Wilkinson, 1903, Kamus Jawi-Melayu-Inggeris. hlmn. 324, rahle; Kurz, 1972, Folding Chairs And Koran Stands, hlmn. 307, rihl; Aziz, 2004, The Meaning Of Islamic Art: Explorations In Religious Symbolism And Social Relevance. hlmn. 62. Ejaan kata-kata tersebut merujuk kepada alat yang sama; yakni tempat meletakan Al-Qur’an yang hendak dibaca.
Perihal Rehal dan Rihlah tampaknya memang berkaitan, jika Rehal dalam makna leksikalnya adalah Tatakan atau Bangku menyimpan Al-Qur’an dan Rihlah bermakna Perjalanan, maka ceramah Guru Ngaji yang mengandung filosofi dari perlengkapan yang harus dibawa: Al-Qur’an, Kalam, dan Rehal bukan sekadar untuk menakuti atau meminta lebih disiplin. Rehal bukan sekadar sebagai bangku untuk meletakan Al-Quran, yang letaknya harus lebih tinggi dari pusat;penghormatan;tidak tulah, tetapi mengandung makna sebagai alat untuk membawa perjalanan menuju Surga.
“Al-Qur’an sebagai petunjuk;Peta;Pedoman, Kalam sebagai Pengayuh, dan Rehal sebagai Perahu untuk menuju Surga, maka ketiganya saling berkaitan. Tak boleh terpisah, “. Itulah isi ceramah guru mengaji.
Penggunaan Rehal sebagai alat dan makna Rehal sebagai perahu memang kerab didengar oleh masyarakat Melayu Pesisir Mempawah, yakni Kampung Tanjung Mempawah. Makna tersebut bukan berasal dari pendapat satu orang tetapi telah menjadi kepercayaan masyarakat, sebab selain didapat dari guru Ngaji juga dari orang tua di rumah, bahkan seorang teman yang berasal dari Sanggau juga membenarkan makna simbolik ini.
Muhammad Barir, dalam artikelnya berjudul Peradaban Al-Qur’an dan Jaringan Ulama Pesisir di Lamongan dan Gresik, terbit di Jurnal Suhuf tahun 2015, bahwa apabila dikaitkan dengan teori Jhon B. Thompson terdapat makna simbolik dari Rehal dan Suding;alat tunjuk;kalam. Makna Simbolik ini terbangun dari Imaginasi Sosial.
“Rehal digambarkan sebagai perahu bahtera yang akan dinaiki oleh pembaca Al-Qur’an kelak di akhirat dan suding sebagai dayungnya. Antara bahtera dan dayung merupakan konstruksi nilai, hukum, dan simbol yang ada di alam imajinasi,…”.(Farninda Aditya adalah Dosen IAIN Pontianak)