Serperti biasa, pagi itu pak Luhur telah siap dengan sebatang penggaris di mejanya. Sebentar lagi akan digunakan.
Pelajaran jam peratama hari Senin masih melanjutkan bahan minggu lalu, tentang lensa cembung.
Lensa cembung sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah kaca Pak Luhur.
“Masuk!” Ucap pak Luhur. Belum lagi pak Luhur membalikkan badan, Mia, siswi yang mengetuk pintu, sudah menyodor kedua telapak tangannya.
“Baik, Mia, kau sudah siap dengan telapak tanganmu, ya?!” Kata pak Luhur.
“Coba Mia ulangi apa yang bapak katakan di hari pertama pelajaran kita tiga minggu lalu”. Ucapnya.
“Untuk belajar tepat waktu, siapa pun yang terlambat harus dipukul telapak tangannya dengan penggaris. Jumlah pukulan sesuai dengan lama terlambatnya, dalam menit.” Jawab Mia.
“Nah, anak-anak, lihat Mia terlambat berapa menit pagi ini?” Tanya pak Luhur.
“Sepuluh menit, Pak” Sambut anak-anak riuh.
“Bukan, Pak. Saya terlambat 15 menit, sesuai dengan jam di depan kantar Kepala Sekolah” Tukas Mia
“Yang mana yang benar? Sepuluh atau lima belas?” Tanya pak Luhur, menegaskan.
“Sepuluuuuhhhhh” Sahut seluruh kelas bergemuruh.
“Bukan, Pak! Lima belas” Ucap Mia lantang.
“Baik, akan Bapak pilih suara terbanyak. Dipukul sepuluh kali.”
Sebelum masuk ruang guru, pak Luhur menyempatkan melihat jam yang tergantung di depan kantor KS. ‘Sama dengan arloji saya’, gumannya. ‘Aku harus beraksi’ lanjutnya.
….
Di suatu dini hari, pak Luhur melaksanakan misinya. Tepat pukul 04:00, ia melihat Mia ke luar bersepeda. Pukul 04:55, sudah kembali, dengan belanjaan.
Sekitar pukul 05:30, dari posisinya yang aman, Pak Luhur mencium aroma gorengan ikan asin bercampur sambal terasi. Pak Luhur teringat aroma yang berasal dari Mia.
Pukul 05”45 terdengar bunyi kerekan tali timba di sumur. Seiring dengan bunyi kerekan terdengar guturan orang mandi.
Beberapa beberapa menit kemudian, terlihat Mia membuang air di halaman. Tak ada sesuatu lagi yang terdengar atau terlihat dari ‘persembunyian’ pak Luhur.
Pukul 06:10 Mia mendorong kursi roda ibunya ke ‘kanopi’ halaman yang beratap anyaman bambu untuk berjemur matahari pagi.
Pukul 06:15 dengan sepeda Mia membonceng adiknya pergi ke sekolah. Pukul 06:45 tiba di rumah kembali.
Dilanjutkan membawa masuk ibunya ke dalam rumah. Tepat 06:50 ia berangkat ke sekolah. Ngebut. Tapi, memang tak terkejar sampai di sekolahnya pkl 07:00.
Misi pak Luhur berlangsung hingga pukul 21:00. Banyak informasi yang didapatkan.
….
Tok, tok, tok. Pintu diketuk.
‘Masuk’, ucap pak Luhur.
Mia pun langsung menyodorkan telapak tangannya .
“Sepuluh kali, Pak”.
Pak Luh ur diam tak bergerak. Semua murid diam. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba, pak Luhur menunduk dan berlutut di depan Mia sambil menyodorkan telapak tangannya.
“Mia, kau punya hak memukul telapak tangan bapak, 5O kali. Karena, saya sudah memukulmu tiga kali sepuluh pukulan. Sisanya, itu hukuman yang wajib bapak terima karena telah membuat kekeliruan besar padamu.
….
Seminggu kemudian, kepala sekolah dan pak Luhur mengunjungi rumah Mia. Kawan-kawan Mia mengirimkan sebuah sepeda hybrid. Beberapa orang tua murid menitipkan kursi roda untuk ibu Mia. Kursi roda yang lama memang sudah tak layak pakai.
Selain itu, perkumpulan orang tua siswa juga mengirimkan gerobak gorengan pisang lengkap dengan perlengkapannya. Kanopi juga sudah dibetulkan.
Dari seorang pilantrop Mia dan adiknya juga menerima bea siswa sampai ke tingkat SMA.
PertolonganMu begitu Ajaib
Kau t’lah memikat hatiku
Disaat aku tak sanggup lagi
Disitu tanganMu bekerja
Salam setangkai bunga mawar
Leo Sutrisno
Minggu, 6 Oktober 2024.
- Buah renungan Peristiwa Gembira, Misteri 3: Yesus dilahirkan di kandang Betlehem (Luk 2:10-12): Berbelarasa terhadap yang tertinggal (mis: kaum papa).