in

Selamat Ultah ke-73 OSO: Negarawan dari Bumi Khatulistiwa

Oleh: Nur Iskandar*

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Tidak hanya dari gugusan pulau terbanyak di seantero dunia–luas negaranya, tapi juga jumlah penduduk terbesar keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat. Untuk itu butuh rajutan yang kuat atas narasi persatuan dan kesatuan bangsa, dan salah satu sulaman terbaiknya adalah kisah inspiratif dari para negarawan bangsanya.

Oesman Sapta Odang populer di Tanah Air dengan sapaan OSO lahir di Bumi Khatulistiwa, Desa Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat pada 18 Agustus 1950. Ia telah melanglang buana dalam perjalanan hidup. Berkeliling Nusantara dan dunia.

Sosok berjuluk “Sang Meteor” ini telah berbagi cahaya gemilang selama 73 tahun. Berkontribusi positif dalam membangun bangsa di pentas ekonomi, politik maupun kebudayaan.

Selaku insan pengusaha, Sang Meteor sukses membangun korporasi OSO Group. Sebagai insan politik, ia meroket dari anggota MPR-RI Utusan Daerah yang dipercayakan selaku Ketua Fraksi MPR-RI-Utusan Daerah.

Pemilik suara bariton yang menambah aura atas wibawa penampilannya punya relasi yang sangat luas akibat setia-kawan. Di atas pundaknya diberikan amanah sebagai Wakil Ketua MPR-RI. Ia juga adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), sekaligus sebagai orang nomor satu di Pantai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dimana sebelumnya ia sempat dipercayakan memimpin Partai Persatuan Daerah (PPD) karena kecintaan kepada daerah-daerah – sublim di dalamnya adalah kampung kelahirannya, Sukadana, Kayong Utara–buah pemekaran dari Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Ia sangat cinta pada Sukadana. Setiap tahun dapat dipastikan akan pulang kampung dan di sana dia merasakan kebahagiaan yang asli tanpa tipu-tipu lantaran originalitas yang dikenalnya dan mengenalnya dengan sebaik-baiknya.

OSO bukan figur kaleng-kaleng. Ia kuat dan kukuh di kepemimpinan nasional sebagai Bapak Bangsa sekaligus Negarawan. Hal itu beranjak dari pengalaman hidupnya yang sangat pahit dan getir sehingga dapat merasakan betapa susahnya menjadi rakyat jelata yang tidak punya suluh dan jaluh. OSO secara dealektis alamiah keluar sebagai pemenang setelah intens bergulat, bertarung dengan darah, keringat dan air mata dalam merintis segenap langkah usaha. Dari sekedar bertahan hidup–survival–hingga menumbuhkembangkan entreprise besar dengan menghidupkan ribuan karyawan melalui kerajaan bisnis OSO Group.

Etos kejuangan OSO tidak hadir dengan sendirinya. Ia membawa etos kejuangan sebagai genetis leluhurnya. Komisaris Utama Bank Kalbar Irjen Pol Didi Haryono, SH,MH mencatat filosofi hidup OSO dengan baik lewat akronim Teratur si Itam Pinter (Strategi, Struktur, Skill, Sistem, Speed, Target).

Baca Juga:  Terpilih Aklamasi, Chairil Effendy Fokus 3 Isu Krusial

Menarik garis lurus silsilah dari ayahnya Odang, dan ibundanya Asnah Hamid adalah pejuang nasional yang gugur melawan penjajah Belanda. Kakeknya merupakan Demang yang menjadi Kusuma Bangsa melawan tirani Dai Nippon Jepang. Dikenal dalam sejarah kelam “perdjoeangan” Kalimantan Barat berupa “Mandor Bersimbah Darah” dengan 21.037 korban jiwa tahun 1942.

Dengan keringat dan air mata benar-benar OSO bertarung dari dasar kehidupan paling bawah. Di mana dia dibesarkan oleh seorang ibu yang sejak muda ditinggal wafat sang suami. Kala itu usianya baru delapan tahun. Yatim.

OSO berusaha keluar dari jerat kemiskinan hidup keluarganya. Menggendong kotak asongan rokok demi mencari serupiah-dua rupiah dalam berjualan tembakau kretek di Pelabuhan Pontianak. Ia juga belajar banyak dari “Akademi Pelabuhan” yang keras bukan kepalang. Bukan hanya keras dalam urusan ekonomi, tapi juga sampai fisik dan psikis. Ia pernah digampar oleh oknum buruh karena menagih hutang atas pembelian rokok, namun OSO belajar sabar dan ilmu bela diri yang membawanya menjadi jago karate. Jago balap (speed). Jagoan bisnis. Kemudian sublim di dalam dirinya berjuang demi kesejahteraan rakyat di pentas politik. Kerasnya hidup mengajarkannya lebih banyak filosofi sebagai petarung dan tampil sebagai pemenang.

OSO tipikal pria yang setia kawan “sing ada lawan”. Setiap tahun selalu pulang kampung dan berbagi kegembiraan. Ia tumbuh menjadi tokoh sentral di Kalbar dan berhasil memekarkan Kabupaten Kayong Utara dengan ibukota Sukadana sebagai tanah kelahirannya. Di Sumatera, Jawa, DKI, Sulawesi, hingga Papua dia turut andil memberikan warna.

Wajar jika Presiden Ir. H.Joko Widodo menganugerahinya Bintang Mahaputra. Raihan bintang tanda jasa tertinggi yang ditorehkan setiap anak bangsa karena darma-baktinya kepada bangsa dan negara.
Selain berbagi welas asih dan kasih kepada rakyat jelata, OSO juga rajin turun ke komunitas-komunitas dalam menyuntikkan motivasi dan harapan. Ia menjadi guru bangsa yang rajin berkurban sapi dan kerbau setiap tahun. Berbagi rizki kepada yatim-piatu serta karib-kerabat maupun handai taulan. Ia juga membangun baitullah di kampung halamannya dengan keindahan pinggir laut tiada tara. Nama Oesman Al Khair disematkan kepada baitullah berwarna putih dan arsitektur Cordoba.

Baca Juga:  Seminar Internasional dan Rapat Tahunan Dekan Fakultas Pertanian PTN Wilayah Barat Digelar di Universitas Tanjungpura Pontianak

Oesman Al Khoir berarti Oesman yang baik. Dia memang orang baik. Bahkan sangat baik. Tidak salah Odang menamakan putra sulungnya dengan nama sahabat Rasulullah SAW Oesman yang milioner pada masanya sekaligus dermawan.

Pada 18 Agustus 2023 OSO berulang tahun ke-73. Sebuah angka yang tidak lagi muda, namun belum terlalu tua. Sebab bapak bangsa asal Malaysia, Tun Sri Dr Mahathir Moehammad masih tegap memimpin bangsa hingga usia sepuh 93 tahun. Oleh karena itu angka 73 belum lagi seberapa.

Roda waktu yang berlalu mengukir banyaknya kisah heroik OSO sebagai petarung dan pejuang. Teramat disayangkan jika menguap begitu saja. Perlu ada pencatatan yang bernas menandai tonggak-tonggak perjalanan hidupnya yang “inspiring people” sekaligus merawat persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

“Apakah gelar bapak bangsa dan negarawan tidak terlalu tinggi buat OSO?” Dijawab budayawan Kalbar Ir. H.Baskoro Effendi, bahwa OSO memang terlibat mengurus negara dengan hati nurani sehingga seluruh presiden dekat kepadanya. “Gelar negarawan dan Bapak Bangsa sudah selayaknya disandang ke atas pundaknya.”

“Beliau punya karisma luar biasa. Saya sudah membaca hati dan pikirannya sejak kecil di Karimun yang bertetangga dengan Pasar Tjiplak dan Karimata,” ungkap Sekretaris DPW PAN Kalbar yang juga anggota DPRD Kota Pontianak Zulfidar Zaedar Mochtar, SE,MM. Tiga kali cucu pejuang ini meneteskan air mata mengingat segenap kebaikan dan kecerdasan OSO di kalangan KPMKB (Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat).

“Jaringan beliau sangat luas. Lokal, nasional dan interasional. Beliau harus kita manfaatkan secara positif sesuai dengan kedudukannya sebagai negarawan untuk kemajuan daerah. Kisah perjalanan hidupnya 73th sangat layak dibukukan. Apalagi belaiu punya Universitas OSO,” ungkap ekonom Kalbar dari Universitas Tanjungpura, Dr Fahmi yang ayahnya Drs H Ishak Saleh adalah “guru politik” OSO.

“Semoga buku dengan judul Cahaya Sang Meteor–Negarawan Zamrut Khatulistiwa yang Cinta Kampung Halaman segera terbit dan beredar luas sehingga menjadi kado ulang tahun yang khusus. Spesial. Sebab sudah lumrah di Tanah Air, kalau ada satu tokoh nasional mencapai usia di atas 70 tahun, maka diterbitkan sebuah buku biografi tentang perjuangannya. Begitulah mantan Perdana Menteri Muhammad Natsir 70 tahun diterbitkan buku khusus, Anwar Harjono, HAMKA dan sebagainya,” nilai mantan Rektor Universitas Tanjungpura yang juga Ketua Yayasan Universitas OSO, Prof. Dr.H.Chairil Effendy, MS yang juga Ketua DPP Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

Baca Juga:  Partai Golkar Gelontorkan Budget Iklan Online Terbesar di Kalbar

“Berbeda dengan Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Bali sebagai gudang lahirnya tokoh-tokoh nasional. Tak banyak tokoh nasional berasal dari rahim Kalimantan Barat. OSO salah satunya,” ungkap Bupati Kayong Utara, Drs. Citra Duani.

Artikel khusus selamat Ultah kepada OSO ke-73th ini disumbangsihkan kepada OSO, tetapi juga kepada publik Kalbar pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sebagai “pride”. Kebanggaan. Bahwasanya ada tokoh besar nasional yang lahir dari rahim Bumi Khatulistiwa. Anak yatim. Melayu. Miskin. Tak punya apa-apa dan siapa-siapa, tetapi berhasil. Sukses “jadi orang”.

Selanjutnya semoga artikel ini menginspirasi lahirnya OSO-OSO muda. Negarawan-negarawan baru yang pada dirinya tersulam indah figur cerdas, humoris, relijius, setia kawan, membumikan persahabatan, dan selalu cinta kampung halaman sebagai penopang tegak-jayanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sejahtera.

Semoga artikel ini bermanfaaat bagi siapa saja yang membacanya dan senantiasa menebar manfaat bagi umat. Wabil khusus kepada yth, ytc, OSO, semoga senantiasa sehat dan dianugerahi Allah SWT umur panjang, kekuatan untuk terus menginspirasi bangsa dan negara tercinta untuk bersatu secara teguh dan utuh sehingga Indonesia menjadi negara yang punya “big dignity” dalam pergaulan internasional.

Semoga dengan banyak orang membaca artikel ini menjadi kado terindah bagi OSO Sang Meteor. Ucapan “happy birthday” dengan cara yang beda dari kado-kado yang diterima beliau dari parapihak lainnya.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa dengan para pahlawannya. Begitupula negarawan, tak pernah lupa akan sejarah yang telah diukirnya.

Nilai-nilai kebaikan, kebajikan, etos yang tinggi pada perjuangan dan pengorbanan adalah cahaya terang Cahaya Sang Meteor atas gelapnya sisi negatif era Orla,Orba, era reformasi hingga era digital, sehingga menjadi modal dasar yang besar bagi estafet pembangunan nasional.

Artikel ini bagian dari ikhtiar bersama untuk terus merawat spirit terdalam Bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa besar dengan pilar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika melalui cahaya terang yang dibagi oleh putra-putri terbaik Nusantara. (*Penulis adalah Koordinator Bidang Media DPP-MABM-KB)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Anshari Dimyati: Jadikan Kalbar sebagai Center of Malay di Dunia

Karnaval Budaya: Gubernur Sutarmidji Ikuti MABM karena Terbanyak – Terrapi dan Ikut Bersholawat