Oleh: Nur Iskandar
Meja dan kursi di aula pertemuan Hotel Maestro pada hari Rabu, 8/12/21 tersusun rapi. Warna putih yang melingkupi dinding dan langit-langit sangat kontras dengan lampu hias yang menembakkan warna kuning keemas-emasan.
Ketika saya masuk ke dalam ruangan, semua kursi telah berisi penuh. Hanya beberapa tempat terdepan saja yang masih kosong sehingga saya terpaksa mengambil posisi ini. Sejauh mata memandang sekeliling agaknya semua orang yang hadir adalah pegawai negeri sipil–kini kita sebut aparat sipil negara–lintas sektor, bahkan lintas kabupaten maupun kota. Kenapa mereka semua diterka sebagai PNS atau ASN? Tampak dari seragam yang dikenakannya, ala kabinet kerja Presiden Jokowi–setelan kemeja putih dan celana panjang atau rok panjang hitam. Selain itu pada daftar undangan memang 40 peserta didominasi oleh dinas-instansi terkait.
Di panggung terdepan memang masih kosong. Namun setelah acara dibuka oleh Master of Ceremony dengan mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya, satu per satu tokoh penting dimohon maju. Termasuk moderator.
Empat orang narasumber masing-masing Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Kepala BPSPL dan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Barat. Bertindak selaku moderator Ir. Dionisius Endy Vietsaman, MMP yang juga Kepala Bidang Kelautan dan Pesisir.
“Saya mohon maaf agak kagok menjadi moderator, sebab keseringan menjadi narasumber,” ungkap pria yang akrab disapa Endy dengan santai. Ia juga di sesi tanya jawab dengan lugas mengakui ogah mencatat pertanyaan sehingga lebih suka langsung dijawab oleh narasumber.
Saya menyimak dengan takjub paparan materi dari seluruh narasumber yang dihantarkan dengan sangat baik oleh Endy, pria yang saya kenal dekat ketika sama-sama bekerja di Radio Volare 103 FM. Sambil menyelami kedalaman ilmu narasumber maupun moderator terkait sosialisasi Juklak Perda No 1 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Provinsi Kalbar (RZWP), saya menduga tak banyak orang mengenal Endy yang pakar musik rock n roll hingga aliran musik etnik.
Sempat tergelitik dalam batin, bagaimana seorang pakar musik bisa “tersesat” ke Dinas Kelautan dan Perikanan? Adakah deru ombak dan desir pasir di pantai adalah irama musik yang asyik baginya? Entahlah. Ada saja kait mengaitnya. Namun yang jelas Endy yang dahulu saya kenal di Volare berambut panjang sehingga bisa dikepang, benar-benar bergaya seniman. Kini mungkin karena beban berat dipikul di atas pundaknya demi memikirkan kemajuan pulau-pulau terluar dan terpencil rambutnya mulai rontok sehingga mengutip istilah Melayu Pontianak, mulai sulah.
*
Siapa yang tidak kenal Volare di Kota Pontianak? Inilah biangnya radio remaja dan kawula muda paling tenar pada zamannya. Radio terbesar yang dirintis, dipimpin dan dibesarkan oleh H Amirudin Manaf.
Di masa puncak-puncaknya radio tahun 1990-an, Volare mengembangkan pola siarannya dari sekedar lagu ke ranah informasi. Menurut Amirudin Manaf, “Harus sesuai semboyannya: power of communication!”
Saya dengan latar belakang aktivis pers kampus direkrut masuk ke Volare pada tahun 1997. Sosok penyiar yang mempromosikan saya adalah Muhammad Azdi, rekan seangkatan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
Muhammad Azdi penyiar yang kondang bersama rekan seangkatannya seperti Odhy, Dhani, dan Bang Udin. Ketiganya kalau sudah melawak, tak pelak bikin perut pendengar terpingkal-pingkal. Untuk itulah Volare digandrungi kawula muda dengan slogan Bujang Dare Pontianak. Bahasa gaulnya meletop-letop. Lagu-lagunya hit dan top.
Muhammad Azdi kini pekerja profesional di bidang konservasi. Ia menjadi relawan untuk menulis di media online yang saya pimpin sejak 2016, yakni teraju.id. Tak pelak di forum sosialisasi di mana Muhammad Azdi hadir bersama saya cukup banyak memberikan kontribusi. Antara lain diakuinya, bahwa UU Cipta Kerja sudah sangat baik untuk mempermudah perizinan. Sementara di dalam Perda RZWP hal-hal terkait perizinan juga diatur dengan seksama, namun harus tunduk pula kepada UU Cipta Kerja yang sempat membuat heboh belantika hukum Indonesia karena “membelender” tiga UU menjadi satu.
“Apa yang disampaikan rekan saya saat kerja di Volare mewakili dunia usaha. Cakep sekali,” puji Endy.
Saya lagi-lagi menyimak evolusi dan revolusi antara kedua sahabat kerja di Volare pada forum sosialisasi hari ini. Muhammad Azdi “tempo doeloe” juga berambut panjang sehingga bisa digerai sebahu, kini sudah plontos ala TNI. Justru jenggotnya yang dipelihara panjang. Persis seperti kebanyakan pria Arab yang menjadikan janggut sebagai identitas ketaatan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Begitulah evolusi dan revolusi diri masing-masing. Kedua teman telah menjadi pakar di bidangnya masing-masing. Saya pun sangat senang berada di antara orang-orang pintar yang terus menyuarakan kepentingan publik. Persis seperti even penting hari ini.
Saya sendiri sejak direkrut masuk Volare setia berada di bidang pemberitaan. Konsisten di blantika jurnalistik sampai kini. Justru karena konsistensi itu pula selalu ada ruang untuk dapat menjalin silaturahmi.
Kebahagiaan trio Volare itu semakin lengkap dengan duduk bersama menikmati sajian makan siang yang ekstra wah. “Kegiatan pertama DKP menutup tahun 2021 sejak kita dilanda Pandemi Covid-19,” ungkap Kadis DKP. Lalu sesi keakraban kami sempurnakan dengan foto bersama. *