{"id":11454,"date":"2019-10-31T05:53:23","date_gmt":"2019-10-30T22:53:23","guid":{"rendered":"https:\/\/teraju.id\/?p=11454"},"modified":"2019-10-31T05:53:36","modified_gmt":"2019-10-30T22:53:36","slug":"ajang-silahturahmi-pintu-menuju-keterbukaan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/teraju.id\/berita\/ajang-silahturahmi-pintu-menuju-keterbukaan-11454\/","title":{"rendered":"Ajang Silahturahmi, Pintu Menuju Keterbukaan"},"content":{"rendered":"\n

by Mili<\/p>\n\n\n\n

Minggu (16\/6) itu, seperti biasa saya pergi ke Kampoeng\nEnglish Poernama untuk menghadiri rapat. Sembari melanjutkan rapat yang sudah\ndimulai, bukannya marah atau menggerutu, mereka menyambut kedatanganku yang\ntelat ini dengan ceria. Terukir senyuman atau lontaran lelucon yang membuat\nperasaan ini nyaman. Mereka mengerti bahwa saya juga perlu waktu untuk memenuhi\nkewajiban sebagai manusia, pergi ke rumah Bapa (Gereja) untuk memuji dan\nmelayani-Nya.<\/p>\n\n\n\n

Menjalani rapat dengan perut kosong memang hal yang memecah\nkonsentrasi pikiran. Ketika jam menunjukkan pukul 15.00 WIB, seseorang mengajak\nmemesan makanan tetapi dipotong oleh yang lain, \u201ckita makan di belakang aja,\nnanti kan ada Halal Bihalal!\u201d Akhirnya kami mengurungkan niat dan memutuskan\nuntuk menunggu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cHalal Bihalal,\u201d katanya. Saya hanya bisa mengangguk dan\nmengikuti saja walau pun sebenarnya tidak mengetahui jelas acara seperti apakah\nitu. Ini pertama kalinya saya mengikuti kegiatan tersebut. Bahkan seumur hidup,\nkata itu pertama kali saya dengar ketika memasuki bangku perkuliahan di\nuniversitas negeri. Sebelumnya ketika masih duduk di bangku sekolah swasta,\nkata itu tidak pernah sekalipun terlintas di pikiran saya. Jadi, persepsi awal\nyang saya ambil adalah bahwa acara ini diadakan oleh mereka yang beragama\nIslam.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Setelah waktu menunjukkan pukul 16.30 WIB, kami\nberbondong-bondong pergi ke rumah belakang, tempat diadakannya acara Halal\nBihalal. Awalnya saya takut karena merasa \u2018berbeda\u2019, tetapi ketika tiba,\nternyata yang hadir tidak hanya umat muslim saja tetapi warga satu komplek,\nmereka yang berbeda suku dan agama juga ikut berkumpul. Mellihat ini saya sadar\nbahwa acara ini diadakan sebagai ajang silahturahmi. <\/p>\n\n\n\n

Momen ini merupakan tradisi umat Islam usai melaksanakan\nsatu bulan penuh keberkatan, yaitu puasa. Momen yang dilakukan mereka dalam\nnuansa merayakan hari raya Idul Fitri. Uniknya hal ini dilakukan hanya di\nIndonesia karena penggagasnya sendiri merupakan warga Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Penggagas istilah \u2018Halal Bihalal\u2019 ini adalah KH Abdul Wahab\nHasbullah. Beliau merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama yang\nberpandangan modern. Da\u2019wahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat\nkabar, yaitu harian umum \u201cSoeara Nahdlatul Oelama\u201d atau Soeara NO dan Berita\nNahdlatul Ulama. Bersama dengan KH Hasyim Asy\u2019ari menghimpun tokoh pesantren\ndan keduanya mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada tahun 1926.\nKiai Wahab juga berperan membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).<\/p>\n\n\n\n

Pemberian istilah Halal Bihalal datang dengan analisa\npertama (thalabu hal\u00e2l bi thar\u00eeqin hal\u00e2l), yaitu: mencari penyelesaian masalah\natau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Ditambah\nanalisis kedua (hal\u00e2l “yujza’u” bi hal\u00e2l) adalah: pembebasan\nkesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling\nmemaafkan.<\/p>\n\n\n\n

Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia\nterancam disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau\nduduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi di mana-mana,\ndiantaranya DI\/TII, PKI Madiun.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 1948, yaitu di pertengahan bulan Ramadan, Bung\nKarno memanggil KH Wahab Hasbullah ke Istana Negara, dimintai pendapat dan\nsarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kemudian\nKiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturahmi,\nsebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, di mana seluruh umat Islam disunahkan\nbersilaturahmi.<\/p>\n\n\n\n

Lalu Bung Karno menjawab, “silaturahmi kan biasa, saya\ningin istilah yang lain.”<\/p>\n\n\n\n

“Itu gampang”, kata Kiai Wahab. “Begini, para\nelit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling\nmenyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa\n(haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling\nmemaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahmi nanti kita pakai istilah\nHalal Bihalal,” jelas Kiai Wahab.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno\npada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang\nke Istana Negara menghadiri silaturahmi yang diberi judul ‘Halal Bihalal’. Pada\nakhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja. Hal ini dapat dikatakan sebagai\nawal baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.<\/p>\n\n\n\n

Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang\nmerupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal Bihalal. Melihat\nkebiasaan di Istana Negara ini maka kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat\nsecara luas dan menjadi tradisi warga Indonesia, khususnya bagi warga muslim.\nJadilah Halal Bihalal sebagai kegaitan rutin dan budaya Indonesia saat Hari\nRaya Idul Fitri seperti sekarang. <\/p>\n\n\n\n

Ketika umat muslim menghabiskan 2-3 hari awal Idul Fitri\nbersama keluarga, maka setelahnya demi menjaga tali silahturahmi dengan yang\nlain, diadakanlah Halal Bihalal. Ketika usai libur dan kembali ke realita\nkerja, pihak kantor akan mengadakacara itu. Begitu pula dengan teman-teman yang\nkembali dari kampung halaman untuk kuliah cenderung akan mengadakannya sebagai\nperayaan Idul Fitri bersama. Tidak bersifat ekslusif atau hanya dikhususkan\nbagi umat Islam tetapi terbuka bagi siapa saja yang merasa ingin menjalin tali\nsilahturahmi.<\/p>\n\n\n\n

Ketika melihat acara Halal Bihalal secara langsung, yang\ndiadakan bagi warga sekomplek misalnya, terasa kedekatan orang-orang yang\ntercipta di dalamnya. Walaupun di kehidupan sehari-hari tidak menyapa satu sama\nlain karena kesibukan masing-masing, pada kesempatan itu mereka diberi waktu\nuntuk mengobrol. Orang yang pada awalnya memiliki persepsi buruk dengan\ntetangga yang lain kini dapat mengenal satu sama lain dan meluruskan\nkesalahpahaman.<\/p>\n\n\n\n

Ajang silahturahmi, mengakhiri satu bulan suci penuh berkat\ndengan saling mengenal dan bermaaf-maaf\u2019an satu dengan yang lain. Layaknya komunikasi\nyang tersendat dan meninggalkan tanda tanya, Halal Bihalal tampil sebagai\nproses menemukan jawaban dan jalan meninggalkan kegelisahan atas\nkesalahpahaman. Sebuah pintu untuk melewati benteng pembatas yang selalu\nmenghalangi terjalinnya suatu hubungan.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

by Mili Minggu (16\/6) itu, seperti biasa saya pergi ke Kampoeng English Poernama untuk menghadiri rapat. Sembari melanjutkan rapat yang sudah dimulai, bukannya marah atau menggerutu, mereka menyambut kedatanganku yang telat ini dengan ceria. Terukir senyuman atau lontaran lelucon yang membuat perasaan ini nyaman. Mereka mengerti bahwa saya juga perlu waktu untuk memenuhi kewajiban sebagai […]<\/p>\n","protected":false},"author":16,"featured_media":11456,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[2,1972],"tags":[4520,2185],"adace-sponsor":[],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/11454"}],"collection":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/16"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=11454"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/11454\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/11456"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=11454"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=11454"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=11454"},{"taxonomy":"adace-sponsor","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/adace-sponsor?post=11454"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}