Oleh: Leo Sutrisno<\/p>\n\n\n\n

Ternyata hidup ini tidak selalu memenuhi harapan para orang tua pada saat memilih nama bagi anak-anaknya.<\/p>\n\n\n\n

Pandangan ini ada di hati Unggul Wicaksono. Walau namanya Unggul, tetapi hingga kini, ia belum pernah merasa unggul.<\/p>\n\n\n\n

Baginya, saat ini, ia merasa berada di dasar jurang dengan tebing yang curam seperti di dasar jurang hulu sungai di kaki gunung Merapi.<\/p>\n\n\n\n

Lima tahun yang lalu, ia masih akrab dengan daerah itu. Di hari libur ia membantu bapaknya menambang pasir di situ.<\/p>\n\n\n\n

Setelah wisuda sarjana dari sebuah perguruan tinggi di kota, ia minta ijin kedua orang tuanya serta kawan-kawan penambang pasir akan pergi ke kota memcari pekerjaan yang sesuai dengan gelar sarjana yang telah disandangnya.<\/p>\n\n\n\n

Ibarat sopir truck pasir bapaknya, sudah \u2018seribu\u2019 kota telah disinggahi. Berpuluh kantor dikunjungi, tetapi Unggul merasa belum mendapatkan posisi yang sesuai dengan gelar kesarjaannya.<\/p>\n\n\n\n

Lima tahun sudah, Unggul \u2018menggelandang\u2019 dari kota ke kota berpindah dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lain. Akhirnya, ia pulang ke desa tempat kelahirannya. Kepada bapaknya, Unggul mengaku menyerah kalah.<\/p>\n\n\n\n

Pagi ini, ia diajak bapaknya mengelilingi pekarangan rumahnya yang luas dan rindang di kaki Merapi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cCoba, kau tusuk tanah di sini dengan linggis. Tancapkan sekuatmu, sedalam mungkin!\u201d<\/p>\n\n\n\n

Setelah dicoba ditusukkan beberapa kali akhirnya linggis itu tertancap hampir seluruh batang, sebelum menumbuk batu.<\/p>\n\n\n\n

Unggul diminta mengulangi beberapa kali di tempat yang berbeda-beda. Hasilnya, sama. Selalu menumbuk bebatuan keras.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNah kau tahu, sekarang\u201d Kata bapaknya. \u201c Seluruh pekarangan ini penuh dengan tumpukan batu. Ada yang sebesar keranjang ini. Ada juga hanya sebesar buah jeruk Bali itu\u201d Lanjut bapaknya sambil menunjukkan jarinya ke tumpukan batu yang ada di pinggir talut.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu, Bapak membeli tanah ini dengan harga sangat murah. Tidak seorang pun mau membeli. Sebagian permukaannya sangat rendah. Kurang lebih sama dengan jalan seberang itu.\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cSetiap hari, bertahun-tahun, Bapak isi dengan batu-batu di kali sana\u201d. Kata bapanya sambil menunjukkan jari ke arah kali di dekat desa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cJika kau gali sekarang, mungkin perlu ratusan truk atau bahkan lebih untuk menampungnya\u201d Tambahnya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembari mengumpulkan batu, aku cangkul tanah dan padas di sebelah sana. Jika hujan semua air dari pekarangan tetangga mengarah ke sini sambil membawa tanah itu ke sini\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cjadilah pekarangan ini terlihat rata dan luas\u201d.<\/p>\n\n\n\n

\u201cPohon-pohon itu\u201d Kata bapaknya sambil mengarahkan telunjuk jari, \u201cSemua tumbuh subur karena Bapak timbuni dengan kotoran sapi tetangga. Mereka senang, kandangnya menjadi selalu bersih\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cTetapi, wala pun rimbun dan menjulang tinggi, pohon-pohon itu tidak banyak yang tumbang sekalipun ada angin besar, seperti gyang rejadi kemarin sore itu. Kenapa?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cAkarnya menumjam jauh ke dalam, menyusup sela-sela tumpukkan batu\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cUnggul, bisa jadi lima tahun perjalananmu ini akan menjadi dasar yang kokoh bagi kehidupanmu kemudian. Kau belum kalah, Nak!\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cKau bisa berkaca dari sejarah pekarangan ini.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Unggul terdiam. Ia sama sekali tidak menyangka, pagi ini akan mendapat kuliah bapaknya, si penambang pasir hulu sungai di kaki gunung Merapi.<\/p>\n\n\n\n

\u2018Pantas, bapak tidak pernah merespon semua keluhan saya selama ini\u2019 Gumannya dalam hati. \u2018Terima kasih banyak, Pak\u2019<\/p>\n\n\n\n

Pakem Tegal, 26-9-2020
Leo Sutrisno
Kisah ini digubah sambil mendengarkan \u201cJavanese relaxation music with gamelan\u201d https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCHMdHrzUvUW0Zu1sVZ9n2gg<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Oleh: Leo Sutrisno Ternyata hidup ini tidak selalu memenuhi harapan para orang tua pada saat memilih nama bagi anak-anaknya. Pandangan ini ada di hati Unggul Wicaksono. Walau namanya Unggul, tetapi hingga kini, ia belum pernah merasa unggul. Baginya, saat ini, ia merasa berada di dasar jurang dengan tebing yang curam seperti di dasar jurang hulu […]<\/p>\n","protected":false},"author":23,"featured_media":9536,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1972],"tags":[3408],"adace-sponsor":[],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15661"}],"collection":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/23"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=15661"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15661\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/9536"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=15661"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=15661"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=15661"},{"taxonomy":"adace-sponsor","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/adace-sponsor?post=15661"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}