{"id":19261,"date":"2025-02-25T21:14:28","date_gmt":"2025-02-25T14:14:28","guid":{"rendered":"https:\/\/teraju.id\/?p=19261"},"modified":"2025-02-25T21:22:08","modified_gmt":"2025-02-25T14:22:08","slug":"gila-korupsi-1937-t-pertalite-berbulu-pertamax","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/teraju.id\/berita\/gila-korupsi-1937-t-pertalite-berbulu-pertamax-19261\/","title":{"rendered":"Gila! Korupsi 193,7 T Pertalite berbulu Pertamax"},"content":{"rendered":"\n
teraju.id, Jakarta— Pada awal 2025, Indonesia kembali diguncang megaskandal korupsi “Pertalite berbulu Pertamax” yang melibatkan perusahaan minyak dan gas milik negara, PT Pertamina (Persero).<\/p>\n\n\n\n
Dugaan praktik kecurangan dalam tata kelola bahan bakar minyak (BBM) mencuat setelah Kejaksaan Agung menemukan indikasi penyimpangan dalam proses impor dan distribusi minyak mentah serta produk kilang selama periode 2018 hingga 2023. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, menjadikannya salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah energi nasional.<\/p>\n\n\n\n
Investigasi yang dilakukan aparat penegak hukum mengungkap modus operandi yang terbilang licik. Pihak Pertamina Patra Niaga, salah satu subholding Pertamina, diduga mengimpor BBM dengan Research Octane Number (RON) 90\u2014setara dengan Pertalite\u2014tetapi dalam dokumen pembelian, BBM tersebut tercatat sebagai RON 92 atau Pertamax. Untuk mengakali standar kualitas, BBM RON 90 ini kemudian dioplos dengan bahan tambahan tertentu sehingga seolah-olah memenuhi standar RON 92. Skema ini tidak hanya melanggar regulasi energi nasional, tetapi juga menipu konsumen yang membayar lebih untuk kualitas bahan bakar yang lebih rendah dari yang dijanjikan.<\/p>\n\n\n\n
Selain praktik oplosan, penyidik juga menemukan dugaan pengaturan dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang. Sejumlah pejabat di Pertamina diduga bekerja sama dengan broker swasta untuk mengatur tender impor dengan harga yang telah dimark-up. Keuntungan dari harga yang dimanipulasi ini mengalir ke kantong para pelaku, sementara negara dan konsumen harus menanggung dampak ekonomi yang besar.<\/p>\n\n\n\n
Dampak bagi Konsumen dan Negara Dalam perkembangan penyidikan, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023, yang merugikan negara sekitar Rp193,7 triliun. Mereka adalah Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), Agus Purwono (Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), Muhammad Kerry Adrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).<\/p>\n\n\n\n
<\/strong>Praktik ini memiliki dampak luas, tidak hanya dari segi keuangan negara, tetapi juga terhadap masyarakat umum. Konsumen yang membeli Pertamax dengan harga lebih tinggi pada kenyataannya hanya mendapatkan BBM berkualitas setara dengan Pertalite yang telah dimanipulasi. Hal ini memicu ketidakadilan serta merugikan pemilik kendaraan yang mengandalkan bahan bakar berkualitas untuk efisiensi mesin mereka.<\/p>\n\n\n\n