{"id":5123,"date":"2017-08-16T08:56:36","date_gmt":"2017-08-16T01:56:36","guid":{"rendered":"http:\/\/teraju.id\/?p=5123"},"modified":"2017-08-16T08:58:48","modified_gmt":"2017-08-16T01:58:48","slug":"luruskan-polemik-full-day-school-yenny-wahid-temui-mendikbud","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/teraju.id\/berita\/nasional\/luruskan-polemik-full-day-school-yenny-wahid-temui-mendikbud-5123\/","title":{"rendered":"Luruskan Polemik Full Day School, Yenny Wahid Temui Mendikbud"},"content":{"rendered":"

teraju.id, Kemendikbud— Puteri kedua Presiden RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mengapresiasi upaya Kemendikbud untuk memperkuat pendidikan karakter.\u00a0\u201cSaya mendukung peningkatan kualitas guru dan perbaikan kualitas sistem pendidikan yang ada,\u201d ujar Yenny Wahid usai bertemu Mendikbud Muhadjir Effendy, Selasa (15\/8\/2017).<\/p>\n

Pertemuan tadi, dijelaskan Yenny, mendiskusikan mengenai kesimpangsiurannya polemik Full Day School (FDS). Berminggu-minggu topik ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media.\u00a0\u201cIstilah itu tidak pernah ada tapi terlanjur disalahpahami sebagai FDS atau Full Day School,\u201d ujarnya.<\/p>\n

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy beraudiensi dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, atau akrab dipanggil Yenny Wahid dan Najelaa Shihab, di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).<\/p>\n

Menurut Yenny, Mendikbud menegaskan bahwa tidak ada delapan jam pelajaran bagi siswa, namun delapan jam tersebut berlaku bagi guru, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).<\/p>\n

\u201cIni bukan perkara jam belajar siswa tapi regulasi ini menyangkut jam kerja guru. Delapan jam itu bisa diisi oleh guru dengan training, evaluasi belajar siswa, membimbing siswa dalam kelas dan ekstrakurikuler,\u201d jelasnya.<\/p>\n

Jadi, lanjutnya, jam pelajaran itu sama seperti dahulu, tapi ditambah sekitar 1 jam 20 menit. Sehingga, pada praktiknya, tidak akan mengganggu Madrasah Diniyah (Madin) dan siswa masih memiliki cukup waktu untuk mengikuti Madin.<\/p>\n

Cicit pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari ini pun menjelaskan bahwa penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menyinergikan antara sekolah dengan Madin, sebagai pendidikan informal yang telah berperan penting dalam pendidikan karakter bangsa selama ini.<\/p>\n

\u201cBentuknya koordinasi Madin dengan pihak sekolah, tapi belum dibahas secara detail. Yang terpenting semangatnya, bahwa kita tidak membiarkan Madin menjadi mati, tapi merangkul supaya Madin bisa menjadi agen merubah Pendidikan Karakter bagi anak lebih baik,\u201d ucapnya.<\/p>\n

Direktur Wahid Institute itu menghimbau agar kesalahpahaman mengenai konsep PPK sebagai Full Day School dapat segera berakhir.<\/p>\n

\u201cJika PPK ini jadi diterapkan maka secara teori rencana yang ada bisa terimplementasikan karena sekolah, keluarga orang tua jadi peran penting,\u201d ujarnya.<\/p>\n

Ia mengapresiasi upaya Kemendikbud dalam menyinergikan Tri Pusat Pendidikan dalam kebijakan PPK. Menurutnya, ajaran Ki Hajar Dewantara ini benar dan penting bagi penguatan karakter generasi muda. \u201cPerlu ada sinkronisasi nilai antara orang tua, keluarga, masyarakat dan sekolah,\u201d jelasnya.<\/p>\n

Pada kesempatan lain, Muhadjir yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini juga memastikan bahwa Kemendikbud tidak ada rencana membuat program FDS atau Full Day School. “Program yang hendak dipertajam adalah program Penguatan Pendidikan Karakter,” tegasnya. (\/r)<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

teraju.id, Kemendikbud— Puteri kedua Presiden RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mengapresiasi upaya Kemendikbud untuk memperkuat pendidikan karakter.\u00a0\u201cSaya mendukung peningkatan kualitas guru dan perbaikan kualitas sistem pendidikan yang ada,\u201d ujar Yenny Wahid usai bertemu Mendikbud Muhadjir Effendy, Selasa (15\/8\/2017). Pertemuan tadi, dijelaskan Yenny, mendiskusikan mengenai kesimpangsiurannya polemik Full Day School (FDS). Berminggu-minggu topik ini menjadi perbincangan […]<\/p>\n","protected":false},"author":2,"featured_media":5124,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[12,4],"tags":[2346,2349,2348],"adace-sponsor":[],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/5123"}],"collection":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/2"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=5123"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/5123\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/5124"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=5123"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=5123"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=5123"},{"taxonomy":"adace-sponsor","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/adace-sponsor?post=5123"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}