{"id":5976,"date":"2017-11-29T11:21:45","date_gmt":"2017-11-29T04:21:45","guid":{"rendered":"http:\/\/teraju.id\/?p=5976"},"modified":"2017-11-29T13:48:07","modified_gmt":"2017-11-29T06:48:07","slug":"pahlawan-penindas-ketidaktahuan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/teraju.id\/edukasi\/pahlawan-penindas-ketidaktahuan-5976\/","title":{"rendered":"Pahlawan Penindas Ketidaktahuan"},"content":{"rendered":"
Oleh: Juharis<\/p>\n
Memikirkan sesuatu yang tak terpikirkan adalah ketakmungkinan, begitu juga membenarkan sesuatu yang belum didapati hakikat kebenarannya adalah kesalahan. Dari sini kita sudah dapat menarik benang merah bahwa peran seorang guru mulai timbul. Standar baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut kita dapatkan dari seorang guru. Bisa saja kita mendapatkan standar itu dengan hasil kontemplasi kita sendiri, tapi yang timbul adalah relativisme karena kita belum menemukan titik temu kebenaran yang sesungguhnya. Ini bukan bicara filsafat yang mendalam, tapi seorang guru yang mengajarkan pengetahuan baru kepada anak didiknya.<\/p>\n
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin Rahimahullah dalam Kitabul \u2018Ilmi menjelaskan bahwa seorang penuntut ilmu hendaknya memiliki guru dan tidak membiarkan dirinya belajar sendiri tanpa bimbingan (Islampos.com). Ini adalah konsekuensi dari seorang pembelajar yang ingin belajar untuk mengetahui sesuatu yang telah diketahui (guru). Guru adalah yang mengetahui sementara seorang pembelajar adalah yang ingin mengetahui. Manakala seorang pembelajar tidak memiliki guru maka ini sangatlah disayangkan, kalangan sufi pernah mengatakan \u201cBarangsiapa yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan.\u201d<\/p>\n
Belajar melalui perantaraan buku tidak mutlak sepenuhnya keliru. Adalah ketika buku menjadi tolok ukur kebenaran dan fanatik terhadapnya, ini yang menjadi masalah. Maka, dengan belajar melalui buku pada guru adalah lebih baik dibanding belajar secara otodidak. Melalui sumbangsih guru kita dapat mengambil berbagai macam pengetahuan baru.<\/p>\n
Di Indonesia sendiri, para guru diminta untuk mengajarkan nilai utama untuk penguatan karakter, melalui pendidikan karakter inilah akan menghasilkan didikan yang bermoral dan berpotensi menjayakan Indonesia. Seperti yang dipublikasikan oleh media online Republika.co.id, penguatan pendidikan karakter (PKK) tersebut yaitu nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama ini diminta pengajarannya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tujuannya adalah menumbuhkan anak-anak generasi emas.<\/p>\n
Dengan demikian, sudah sepantasnya jasa-jasa guru terhadap anak didik mereka diberikan apresiasi. Muhadjir Effendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengatakan, \u201cTidak ada satupun orang sukses di dunia ini yang lepas dari sentuhan guru. Guru rela menjadikan muridnya menjadi orang sukses, bahkan ikhlas menjadikannya lebih sukses daripada anaknya sendiri.\u201d Guru adalah pahlawan penindas ketaktahuan dan belantara kebodohan, mereka para pejuang yang senantiasa membagikan pengetahuannya.<\/p>\n
Ada fenomena yang menarik di tengah masyarakat kita, beberapa kalangan menganggap bahwa menjadi guru di zaman sekarang kurang diminati, pasalnya banyak perguruan tinggi atau kampus yang sudah mencetak lulusan muda dan tersebar dimana-mana. Sehingga kebebasan aktualisasi dan cita-cita seseorang tergadaikan oleh stigma demikian. Padahal sadar atau tidak, seiring dengan berjalannya masa dan perkembangannya, guru-guru yang lebih dahulu mengabdi kepada masyarakat akan dituakan oleh umur dan berkurangnya produktivitas. Sehingga dengan semakin banyaknya lulusan-lulusan guru baru adalah sebagai pengganti dan menambal ketidakproduktivitasan tersebut.<\/p>\n