{"id":9515,"date":"2019-02-11T09:26:18","date_gmt":"2019-02-11T02:26:18","guid":{"rendered":"http:\/\/teraju.id\/?p=9515"},"modified":"2019-02-11T09:26:18","modified_gmt":"2019-02-11T02:26:18","slug":"membangun-kepercayaan-pada-media-kita","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/teraju.id\/terajuk-rencana\/membangun-kepercayaan-pada-media-kita-9515\/","title":{"rendered":"Membangun Kepercayaan pada Media Kita"},"content":{"rendered":"
Oleh: Yusriadi<\/p>\n
Perkembangan jagad sosial hari ini membawa media pada persimpangan jalan. Media dibawa pada pilihan: Jalan kanan atau jalan kiri.<\/p>\n
Celakanya, pilihan kiri atau kanan membuat media menjadi galau. Media seperti kehilangan jati diri sebagai pilar demokrasi, pengawal kebenaran, dan pendidik masyarakat. Akibatnya, media seperti kehilangan roh kehidupan: mereka kehilangan sebagian dari kepercayaan publik.<\/p>\n
Sebenarnya bukan tidak ada upaya untuk mengatasinya. Di sana sini ada upaya pembenahan dilakukan. Niat kembali ke jalan yang ideal terlihat juga di mata publik.<\/p>\n
Namun, apa daya, keadaan sekarang memang sangat berat. Di tengah kebingungan saat memilih jalan, media dihadapkan pada realitas yang semu: semua yang ada di hadapan mereka menjadi samar-samar. Sesuatu yang salah dapat menjadi sesuatu yang seakan benar. Dan, sesuatu yang benar terlihat \u201cmacam benar\u201d atau meragukan.<\/p>\n
Propaganda \u2013entah apapun nama dan jenisnya, telah menyebar dan mendompleng setiap asupan informasi yang beredar dewasa ini. Teman dan lawan berganti wajah dan peran, datang membawa kabar, membocorkan informasi, menawarkan sesuatu, memforward jutaan bahan yang harus disaring media, setiap saat, setiap hari.<\/p>\n
Belum lagi, kapitalisme yang datang dan mengancam. Disrupsi teknologi yang terjadi di era ini, sangat-sangat berdampak pada media, membuka kesempatan kapitalisme menawarkan kacamata yang nampaknya baru: kacamata kuda. Kacamata ini membuat awak media semakin sulit membedakan kawan dan lawan, kebenaran dan kebohongan, kiri dan kanan.<\/p>\n
Media, sebagiannya, jelas terperangkap perspektif ini. Iklan atau bantuan menjadi seperti tuhan dalam kehidupan mereka. Sehingga akhirnya media dengan mudah menjadi bagian dari strategi dan propaganda.<\/p>\n
Itulah situasi yang kita jumpai saat ini. Hari ini, sebagian media karena pilihannya selama ini, telah kehilangan sebagian kepercayaan publik. Informasi media tidak lagi (kurang) dipercaya \u2013dan sebaliknya dicurigai menjadi bagian dari media setting untuk kepentingan \u201cpenyampaian pesan\u201d.<\/p>\n
Situasi ini membuat kita prihatin dan sekaligus juga cemas. Pesimisme membayangi pikiran dan tindakan kita.
\nTetapi, karena kita ingin terus hidup dan tumbuh, tentu pesimisme harus dibuang jauh. Kita harus menaruh harapan bahwa perbaikan-perbaikan bisa dilakukan. Media masih bisa berbenah diri untuk mendapatkan kepercayaan mayoritas warga. Media masih bisa berkembang sekalipun perkembangannya tidaklah sebaik tahun-tahun terakhir abad ke-20.<\/p>\n
Semoga media yang terlanjur tersalah jalan berbalik lagi ke pangkal. Awaknya yang terlanjur memakai kacamata kuda, bisa melepaskannya dengan keyakinan bahwa media pasti akan hidup jika mendapatkan kepercayaan publik.
\nSejalan dengan itu, sudah saatnya juga pemerintah memperhatikan media. Lebih dari sekadar mengagungkan peran media sebagai pengawal demokrasi dan guru masyarakat, pemerintah dapat memperhatikan media seperti perhatian pada pilar demokrasi ke satu, ke dua dan ke tiga.<\/p>\n
Selamat Hari Pers Nasional tahun 2019. Bangunlah pers Indonesia, jadilah pers yang dipercaya. (*)<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"
Oleh: Yusriadi Perkembangan jagad sosial hari ini membawa media pada persimpangan jalan. Media dibawa pada pilihan: Jalan kanan atau jalan kiri. Celakanya, pilihan kiri atau kanan membuat media menjadi galau. Media seperti kehilangan jati diri sebagai pilar demokrasi, pengawal kebenaran, dan pendidik masyarakat. Akibatnya, media seperti kehilangan roh kehidupan: mereka kehilangan sebagian dari kepercayaan publik. […]<\/p>\n","protected":false},"author":8,"featured_media":9516,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[19],"tags":[3797,3796,1740],"adace-sponsor":[],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/9515"}],"collection":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/8"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=9515"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/9515\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/9516"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=9515"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=9515"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=9515"},{"taxonomy":"adace-sponsor","embeddable":true,"href":"https:\/\/teraju.id\/wp-json\/wp\/v2\/adace-sponsor?post=9515"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}