Oleh : Khatijah
Banyak hal berpengaruh sehingga membuat hati rapuh. Kalimat yang cukup membungkus perasaan yang mengelunjak satu dua hari ini. Hal yang lebih tepatnya kehilangan jati diri, dan bahasa kasarnya mati bunuh diri. Satu-dua hari ini banyak momen yang tak bisa ditulis karena semuanya berjalan apa adanya, berjalan sesuai rencana, tidak ada yang menarik (kata orang fasik), mendapat bencana kebuntuan ide (alasan orang malas yang ingin bersenang-senang).
Siapa yang tidak pernah merasakan jatuh dan tersungkur, melayang-layang digoyangkan angin di atas awan, patah yang kemungkinan tak akan tumbuh, dihantam kecewa karena bertaruh harapan yang besar, salah mengartikan, salah melihat sudut pandang jika aku melafatkan kalimat, “Aku berhenti menulis”. Dengan begitu “Kamu akan bahagia,” ujar mereka yang belum masuk ke dunia literasi, kata mereka yang belum tahu nikmat indahnya berbagi utaran hati dengan puisi.
Terngiang-ngiang kembali kalimat Pak Herman, “Tulis saja, jangan dengarkan mereka yang tak menulis”. Permasalahannya apa yang harus kutulis, pertanyaannya, apakah sejauh ini tulisanku sudah ada manfaatnya, lalu satu-dua hari ini aku beraktivitas seperti biasanya, melihat apa yang ingin aku lihat, mendengar apa yang ingin aku dengar, aku kembali menjadi manusia normal yang hilang kewarasan karena berhenti menulis. Aku separuh gila karena tak bisa menulis.
Lalu jawabannya, apakah harus ada masalah, baru menulis? apakah harus menimbulkan konflik dalam kehidupan baru muncul ide untuk menulis, atau harus melakukan hal yang greget seperti yang di tuliskan oleh Qodja dalam tulisannya di teraju.id yang berjudul “Greget” baru menarik perhatian untuk menulis.
Dulu sebelum masuk ke dunia literasi, kenapa “tidak seorang pun yang bilang ini akan mudah, tak ada seorang pun yang bilang akan jadi sesulit ini”. (terjemahan lirik lagu Coldplay yang berjudul The Scientist). Tapi jika ada seseorang yang mengatakannya mungkin aku tak berdiri di sini, mungkin aku tak akan menemukan jati diri. Sampai hari ini proses tak akan berhenti mencari meski aku bersembunyi di dalam sepi.
Jangan berpikir jauh-jauh, hanya perlu “Melakukan”, dan harus dinikmati. Bukankah sudah sangat jelas Banda Neira menyanyikan lirik “Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Yang hancur lebur akan terobati, yang sia-sia akan jadi makna, yang pernah jatuh akan bangkit lagi”. Intinya “Jangan menyerah” kata Rian D’Masiv.
Pontianak, 19 Maret 2018