Teraju News Network – Singkawang (8-4-2021) Rasa berkutat dengan gawai melalui kanal Whatsapp terbayarkan saat tertunaikan janji bertemu di tempat yang ditentukan melalui obrolan japri-nya. Gegara tertunaikan berakibat formasi lengkap Ekokritik Singkawang terbagi menjadi dua. Formasi pertama memenuhi janji yang tertunaikan dengan penulis sastra Singkawang, sedangkan formasi kedua, Dewi Juliastuty dan Muntihanah, bertemu dengan penulis-penulis pemula Singkawang yang tergabung pada sebuah grup media sosial.
Sampailah tempat yang ditentukan di sebuah warung kopi bernama Rusen berada di tengah Kota Singkawang, tidak jauh dari Pekong (kelenteng) dan beberapa langkah dari Masjid Raya Singkawang. Kedua tempat ibadah ini dapat diartikan sebagai harmonisasi perbedaan ranah horizontal Singkawang. Lagi-lagi, warung kopi tempat yang dijanjikan untuk mengurai ikatan benang lingkungan alam sekitar Singkawang dan Kalimantan Barat pada lembar karya sastra.
Mengambil tempat meja-kursi tepat di pinggir Sungai Singkawang, yang dibatasi oleh pagar besi. Selang tidak berapa lama, Gunta Wirawan datang dan tentu semeja untuk diajak bicara tentang sastra Indonesia di Kalimantan Barat dalam perspektif ekokritik.sesuai arahan KKLP Pengembangan Sastra besutan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Jakarta. Tepat sekali membicarakan ekokritik di sebelah sungai yang pernah dijadikan dasar imajinasi-kreatif Pradono dalam puisinya Sungai Singkawang.
Gunta Wirawan termasuk penulis yang pernah merasakan tempaan penyair sufistik Kalimantan Barat, Odhy’s dan diakuinya tempaan itu cukup memberi pengaruh. Antologinya Membaca Laut diakuinya sedikit banyak terpengaruh oleh Odhy’s, beruntungnya lagi pernah mendapat apresiasi lewat artikelnya Filsafat Pemabuk dalam Bunga Kedau. Sebagaimana laut, Gunta pun menjadikan sebagai arah membangun imajinasi kreatifnya.
Pembicaraan laut seperti menjadi pemantik membuka wahana sastra dalam perspektif ekokritik, yang menjalar pembicaraan sungai yang tepat di sebelah semeja dalam tegukan kopi saring hitam. Sesuai cerita orang tuanya, sungai itu pada masa dulu dapat dilalui oleh perahu motor dan dapat dimanfaatkan keberadaannya, seperti mandi dan airnya digunakan untuk membersihkan halaman rumah. Mengisyaratkan bahwa sungai tersebut sarat manfaat dibandingkan sekarang ini sarat tumpahan keteledoran masyarakat.
Meskipun, sungai tersebut kini mendapatkan perhatian oleh pihak terkait sehingga tidak menimbulkan aroma menusuk hidung yang diakibatkan sampah. Perubahan menjadikan bagian yang tidak terelakkan, yang dimaknai oleh Gunta Wirawan tidak harus melahirkan kritik sosial yang memerahkan daun telinga apalagi perubahan mengarah kepada kebaikan tentunya perlu diapresiasi. Sisi hati-nurani dapat dimunculkan untuk melihat perubahan karena perspektif terdapat ragam sudut yang berbeda.
Misalnya, laut yang dipenuhi oleh sampah tidak harus ditransformasikan ke dalam karya sastra dengan diksi-diksi frontal kritik sosial, tetapi sudut lain dengan penggambaran bahwa laut tetap jernih meski berserakan dengan sampah. Sudut demikian yang kemudian mengarahkan kesadaran ketuhanan melalui laut. Lingkungan sekitar dijadikannya sarana pendekatan (taqarrub) kepada Tuhan.
Sebagaimana Sungai Kapuas dengan segala problematika perubahan dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Keberpihakannya dapat ditunjukkan melalui eksistensinya yang digambarkan sebagai ekosistem lingkungan yang dapat menyatukan etnis Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat. Dayak di hulu dan Melayu di hilir tersatukan oleh nadi Sungai Kapuas. Setidaknya begitu gambaran tawaran Gunta Wirawan pada salah satu puisi dalam antologinya Membaca Laut.
Perubahan ekosistem lingkungan merupakan entitas yang tidak harus ditunjukkan keberpihakan melalui gugatan. Perubahan tersebut hakikatnya dapat memantik ragam keberpihakan, perubahan sosial atau tatanan kota menuju metropolitan kadang sulit mempertahankan entitas lama sebagai penanda keseimbangan lingkungan (equilibrium). Meskipun, para penyair berhasrat mendambakan masa lalu yang penuh kedamaian melalui keramahan lingkungannya, begitu imbuh Gunta Wirawan.(K/F)