Oleh: Nur Iskandar
Pegiat literasi Kalbar yang menulis buku Pontianak Heritage Ahmad S DZ menyampaikan ke laman FaceBook saya sbb:
LUITENANT S.H AL KADRIE KAWIN
Menoeroet kabar, bahwa poetra Sri Sultan (Pontianak) S.H Al Kadrie, Luitenant bala tentara Hindia Belanda pada hari Selasa jang laloe telah kawin dengnan Mej Van Delden, anak dari marhoen tn Nico Van Delden. Jang dimasa hidoepnja mendjabat Voorzitter Kedirische Landbouw Vereeniging.
Seperti diketahui, bahwa Luitenant S.H Al Kadrie pada doea tahoen laloe datang dari negeri Belanda dan ditempatkan di Malang (java).
Perkawinan itoe telah dilangsoengkan di Malang.
BORNEO BARAT
Selasa, 7 Juni Maret 1938 tahun 3 no. 63
*
Saya merespon positif sbb: Terimakasih atas dukungan informasinya. Dari berita ini kami jadi tahu siapa mertuanya, yakni Kapten Nico Van Delden. Ini turut menerangkan posisi Beliau yang dituding “Kebelanda-Belandaan cq tidak nasionalis”. Padahal Dina Van Delden lahir di Surabaya. Menimba ilmu di Malang, sama dengan anak Indonesia lainnya. Apa bedanya dengan keturunan Arab? Keturunan China? Kok tidak ada terminologi Kearab-araban bagi yang menikahi keturunan Arab? Atau kecina-cinaan bagi yang menikah dengan keturunan China dst. Nampakkah di sini pembunuhan karakter kepada Sultan Hamid itu massif? Sekali lagi trims Bg Asof….
Kemudian dari data di atas disebut jabatan mertua Hamid adalah Voorzitter (Ketua/Kepala) Kedirische (Kediri-Jatim) Landbouw (Perkebunan) Vereninging (Perserikatan). Maka persislah dari referensi yang saya baca, bahwa ayah Dina atau Didi Van Delden adalah Kapten yang dipercaya memimpin perserikatan perkebunan. Kebun kopi dikembangkannya dengan mendatangkan bibit ke Jatim. Salah satu peninggalannya adalah Lembaga Penelitian Kopi dan Kakao di Jatim (Jember/Jenggawah).
Nah, istri Nico Van Delden adalah dara keturunan Kerajaan Bugis (Sidenreng-Sulawesi Selatan) yang mana Sulsel itu juga penghasil kopi ternama. Sehingga Didi atau Dina Van Delden adalah “hibrid” antara Belanda + Bugis.
Sultan Hamid juga ada darah Bugisnya, yakni dari uyutnya Sultan Syarif Abdurahman Alkadrie yang menikahi putri Opu Daeng Manambon dari Mempawah, yakni Putri Chandramidi…..Kesimpulan saya, sejarahwan yang menuding Kebelanda-Belandaan adalah keliru……
Justru Didi Van Delden teramat sangat Indonesianis. Dia terus merindukan kampung kelahirannya–suka berkebaya–juga merindu-rindu akan Kesultanan Pontianak-Qadriyah. Dia menyatu dengan perempuan Pontianak selama mendampingi suaminya sebagai Sultan. Anak-anaknya Edith Alqadrie dan Max Yusuf Nico Alkadrie dididik cinta akan Indonesia. Sampai akhir hayat mereka, kecintaan kepada Indonesia tak tertahankan. Sampai kini, cucu Sultan Hamid bernama Angelique Kater merindu-rindu Indonesia khususnya Pontianak. Angelique Kater pada umur 18 tahun terakhir kali ke Pontianak. Nah cucunya ini ada memberikan testimoni saat kami menyelenggarakan Live Concer 107th Sultan Hamid. Sila cek di YouTube teraju.id. Dia bicara dalam Bahasa Inggris namun sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia versi running text. Bravo Bg Asof…..terus kita teliti sejarah besar kita–meluruskan sejarah untuk dipetik segala hikmahnya. *