teraju.id, Singkawang (6-4-2021), sedianya bertemu di rumah ternyata mengubah janji di sebuah warung kopi yang berada di sebuah bilangan jalan di Kota Singkawang. Begitu secara implisit, isi obrolan japri dengan Abroorza A.Yusra, lengkapnya Abroorza Ahmad Yusra di kanal Whatsapp (WA), sejurus kemudian bertemu di tempat yang dijanjikan. Begitu yang menjadi ciri masyarakat Kalbar jika membikin janji bertemu selalu dipilih warung kopi, yang semacam ini bisa jadi tidak ditemui di tempat lain.
Pada gilirannya, duduk semeja mengelilinginya bersama Abroorza A.Yusra bersama temannya serta tim penelitian Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, yaitu Khairul Fuad, Dewi Juliastuty, dan Muntihanah yang baru saja pindah dari Balai Bahasa Provinsi Papua. Tim penelitian ini tergabung dalam Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Pengembangan Sastra, melakukan pengambilan data untuk kajian tematik penelitian sastra Indonesia di wilayah Kalimantan Barat dalam perspektif ekokritik.
Semeja pun kemudian asyik-masyuk bincang-bincang setengah wawancara dengan narasumber sebagai tujuan penelitian bersama sajian kopi sedu dan minuman lain sesuai selera masing-masing. Sejurus itu, Abroorza A.Yusra menceritakan pengalamannya melahirkan novel terbarunya berjudul Danum. Novel yang menceritakan sebuah komunitas masyarakat yang mendiami hulu sungai Pulau Kalimantan Barat dengan segala adat-istiadatnya dan problematikanya
Proses kreatif diakuinya berlangsung cukup lama delapan tahun dan diakuinya juga bahwa hasil kerjanya merupakan kerja bareng-bareng, dalam artian proses pendalaman dengan bertanya kepada pihak terkait. Wajar tindakan yang diambil sebab masyarakat yang diceritakan dalam novel Danum tidak memiliki ikatan emosional dengan Abroorza A.Yusra. Cara yang ditempuh ini kemungkinan besar demi memeroleh internalisasi mendalam sehingga pengungkapannya terbangun spirit yang semestinya.
Awal novel ini berbentuk laporan dan dengan tangan dinginnya berekranisasi menjadi sebuah novel. Terkait dengan perspektif ekokritik maka Abroorza A.Yusra dengan sigap menimpali bahwa masyarakat di dalam novel tersebut memiliki cara dalam menjaga keperawanan alam sekitarnya melalui kepercayaan dan adat istiadat yang dianutnya. Ternyata, masyarakat sekalipun di hulu Pulau Kalimantan Barat memiliki kerangka berpikir sendiri untuk menjaga habitatnya yang telah memenuhi segala hajat kehidupannya. Menurutnya, kerangka berpikir itu didapatkannya melalui penempaan hidup bersanding dengan alam sekitarnya.
Dengan demikian, proses kreativitas karya sastra memang tidak mengalami kekosongan, tetapi mengalami pengaruh yang berasal dari kemapaman sebuah entitas sebelumnya. Tak kalah penting, upaya riset mendalam untuk mendapatkan spirit dalam penceritaan meskipun hasil yang didapat hanya sebuah karya fiksi yang dipenuhi dengan nuansa imajinatif. Jalan seperti ini yang justru dipilih Abroorza A.Yusra demi melahirkan sebuah novel, yang ternyata juga memiliki antologi esai sastra meneroka kesastraan Kalimantan Barat berjudul Kita Kata Kata Kita Kumpulan Esai dan Apresiasi Sastra Kalimantan Barat.(K/F)