Oleh: Ambaryani
Hari kedua, klasikal berlangsung hingga menjelang Magrib, 17.25. Ibu Rusdeti Kabid Disiplin Dinas Pendidikan yang menyampaikan materi. Ada yang menarik dari penyampaian Ibu Rusdeti. Beliau menyampakan pesan Pak Bupati paga guru-guru, agar menerapkan pelajaran mulok di setiap sekolah masing-masing.
“Ibu dan bapak guru, tolong ya di sekolah masing-masing diterapkan mata pelajaran mulok, setiap sebelum belajar diajak ngaji, hafalan surah pendek,” kata Buk Rusdeti.
Buk Rusdeti memberi misal penerapan mata pelajaran mulok, seperti sistem pembelajaran yang diterapkan di pesantren. Hafalan, muroja’ah, penyetoran surah.
Saya sempat kaget, Buk Rusdeti memberi contoh pembelajaran di pesantren. Hal ini tentunya hal yang membanggakan. Selama ini, banyak orang tua mengejar sekolah-sekolah luar yang bonafit. Dan menganggap, anaknya akan lebih mantap jika bisa diterima di sekolah yang terkenal itu.
Sebaliknya, banyak yang tak mau memasukkan anaknya ke pesantren karena menganggap pesantren tak sebonafit sekolah-sekolah top di luar.
Hari ini, saya juga mendapatkan pernyataan menarik dari Widya Swara Provinsi Pak Makmur yang menyampaikan materi Wawasan Kebangsaan.
“Belajar agama itu harus dipaksa,” kata Pak Makmur.
Beliau mengaitkan keharusan adanya landasan agama yang kuat bagi setiap individu, sebelum akhirnya wawasan kebangsaan tumbuh dan rasa nasionalisme mengakar pada diri masing-masing. Saya menarik kesimpulan penting. Ternyata konsep pendidikan pesantren punya kelebihan tersendiri. Hingga pendidikan pesantren penting disebutkan dalam pemisalan untuk penerapan pelajaran muatan lokal. Begitukah kiranya? Saya juga belum punya jawaban pastinya. (*)