Oleh: Nur Iskandar
Adalah Haji Achmad Mawardi Dja’far seorang tokoh Muhammadiyah seusai pertemuan umat Islam di Yogyakarta berpikir keras tentang perlunya dibangun mesjid raya di Kota Pontianak yang membanggakan Kalimantan Barat. Ibaratkan Mesjid Istiqlal-nya Jakarta di ibukota negara kepada ibukota provinsi yang berbatasan langsung dengan negeri Jiran, Malaysia. Gubernurnya pada saat itu Kadarusno–penerus Oevaang Oeray. Spirit merebut dan mempertahankan kemerdekaan di Jakarta melahirkan nama Istiqlal (Merdeka) sedangkan di Kalbar bernama Mujahidin (Perjuangan).
Sasaran lokasi pembangunannya pertama kali adalah muara Sungai Raya. Iya, lokasi wakaf Kesultanan Qadriyah yang saat tahun 1970-an itu cukup luas dan masih sedikit dipergunakan untuk lokasi pemakaman kaum muslimin dan muslimat. Lokasi itu ditunjukkan Sultan Hamid yang merupakan mentor politik Oevaang Oeray dan komandan KNIL dari Kadarusno. Namun ternyata, pejabat negara di Kota Pontianak Puspoyo merujuk ke lokasi ladang sayur kawasan Sen Tiong. Lokasi anyao inilah yang kemudian disepakati secara bersama-sama. Dan untuk meningkatkan kekuatan tanah anyao itu, maka digalilah tanah liat bersumber dari kawasan waduk.
Dalam proses pembangunannya baik Kadarusno maupun Sultan Hamid turut memonitoring sekaligus berkontribusi secara konsep maupun aliran dana. Senyampang waduk juga diperlukan masyarakat Kota Pontianak sebagai reservoir air. Tak ayal lagi kawasan urugan tanah untuk menampung air laksana danau itu terkenal sebagai Daerah Waduk. Kini lokasi waduk itu telah ditutup kembali di depan Hotel Kapuas Palace.
Adapun tanah liatnya yang bergunung-gunung dipakai meratakan tanah anyao di Sen Tiong, lalu berdirilah dengan megah Mesjid Raya Mujahidin. Mesjid ini berada di kawasan non pemukiman. Diresmikan oleh Presiden RI Soeharto di tahun 1978.
Tidak mudah memakmurkan mesjid di atas tanah seluas 6.3 hektar yang diarsiteki Ir H Said Dja’far. Dibentuklah Remaja Mesjid Mujahidin yang eksis sebagai remaja mesjid terbesar di Kalbar hingga sekarang. Ketua pertama saat akhir 1970-an itu adalah Mawardi dkk seangkatannya yakni polisi Darobi, Achmad Fathoni dll. Begitupula didirikan Perguruan Mujahidin yang berangsur-angsur tumbuh sejak Taman Kanak-Kanak, SD, Madrasah Tsanawiyah dan SMP, Aliyah dan SMA serta berbagai unit yang lain seperti Wanita Mujahidin, BMT Mujahidin, hingga kini ada Radio dan TV Mujahidin.
Satu hal yang patut diketahui, di saat tahun 1970-an akhir itu juga didirikan IAIN Pontianak dengan niat menjadi dewan hakim dan ustadz serta imam-imam sebagai kaderisasi Mesjid Raya Mujahidin dari masa ke masa. Begitu lingkaran sejarahnya–termasuk kawasan Muhammadiyah dan DDI dikawasan Ahmad Yani yang berbatasan dengan SD tua Bruder di perempatan Kantor Pajak serta Menara Air PAM-BPN Kota.
Status tanah Mujahidin pada saat itu masih tercatat sebagai aset pemerintah daerah karena posisinya sebagai mesjid negara. Namun dalam pertimbangan syariahnya, akan lebih kuat jika nomenklatur UU Wakaf yang diterapkan. Maka aset itu akan menjadi milik umat selamanya, sampai kiamat. Tidak perduli macam manapun aliran politik negara yang sedang berkuasa. Baik di level lokal, maupun nasional.
Sang pendiri dan inisiator, tokoh Muhammadiyah, H Mawardi Dja’far (Biografi ditulis HM Nur Hasan, Syafaruddin Usman MHD dan Nur Iskandar Hasan) terbit di ujung masa senja Beliau. “Dua bulan sebelum wafat Abah (sapaannya) berwasiat tiga hal. Pertama, segera diurus status tanah wakaf Mujahidin. Kedua, tata profesional komunikasi dan informasi dakwah, ketiga garap pemuda.” Ketiga itu semua telah dijalankan Mujahidin di mana tanahnya telah selesai diserah-terimakan melalui Gubernur Kalimantan Barat H Usman Ja’far sekaligus sebagai wakif Pemprov Kalbar.
Kemudian aset wakaf diterima nazir yang tercatat dalam ikrar wakaf maupun sertifikat tanah wakaf. Dalam konteks UU Wakaf No 41 tahun 2004, nazir merupakan “Pemimpin Umum”. Mereka bertanggungjawab menyelenggarakan niat wakif–antara lain 3 unsur pokok seperti wasiat H Mawardi Dja’far tersebut di atas, yakni satu akronim kata: WAKIP. WAKIP adalah Wakaf. Komunikasi-Informasi. Pemuda.
Dalam sudut pandang UU Wakaf No 41 Tahun 2004 berikut turunannya, maka Mujahidin adalah cermin dari wakaf produktif di Kalimantan Barat yang diresmikan Presiden Soeharto sejak tahun 1978. Kini Perguruan Mujahidin makmur dengan terus menelorkan ribuan pelajar (Pemuda). Begitupula kemakmuran mesjid dengan televisi dan radio dakwah miliknya (KI). Sedangkan aktivitas ritual, spiritual, dan sosial bertumbuh dengan interaksi umat berstruktur syariat tanah ‘Wakaf’.
Kepada Mesjid Raya Mujahidin umat Islam Kalimantan Barat bisa berguru WAKIP wakaf produktif. Bisa melihat bagaimana kearsipan wakaf dengan penyerahan aset pemerintah kepada nazir. Contoh soal ini juga bisa jadi referensi tanah-tanah sebagai aset pemerintah untuk diserahkan kepada nazir perorangan, atau sebaik-baiknya nazir lembaga. Sesuai aturan nazir di UU Wakaf No 41 Tahun 2004. Demikian agar terhindar dari silang sengketa harta waris maupun hitungan aset negara.
Bagaimana nazir mengelola aset dengan penuh rasa tanggung jawab dan profesinalitas manajemen modern Mujahidin salah satu referensi. Juga bagaimana aset itu tidak hanya berdiri mesjid dan perguruan untuk pendidikan, tetapi juga ada radio dan tivi serta berbagai kontribusi program yang lahir dari remaja mesjid seperti perkampungan muslim, orientasi remaja mesjid, tour dakwah, berbagai sekretariat bersama seperti MUI dan Baznas, hingga penyewaan aula untuk berbagai resepsi.
Dari daerah sendiri kita bisa saling belajar mengelola wakaf secara produktif dibarengi rasa tanggung jawab yang total. Bukan hanya kepada umat, tetapi terutama kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dia melalui Rasul-Nya yang menyatakan, bahwa tidak putus amal ibadah anak cucu Adam kecuali tiga perkara. Pertama adalah sedekah jariyah (wakaf). Kedua adalah ilmu yang bermanfaat. Ketiga adalah anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.
Wakaf produktif di Mesjid Raya Mujahidin dengan luasan 6.3 hektar, berada di pusat jantung kota, bahkan kini terbilang mesjid 10 besar terindah di Indonesia semoga mendapatkan ketiga janji Rasulullah Muhammad SAW tersebut. Semoga kita yang memperlajari dan mendakwahkannya juga mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda sebagai kontribusi komunikasi-informasi seperti wasiat Sang Pendiri H Achmad Mawardi. Amiin YRA.
(Penulis adalah pegiat literasi wakaf, anggota BWI Kalimantan Barat bidang Wakaf Produktif–CP-WA 08125710225). Foto Jemaah Idul Fitri di Plaza Mesjid Raya Mujahidin era 1990-an dan situasi terkini.