Oleh: Wajidi Sayadi
Selama ini, umumnya ketika bicara masalah hadis seolah-olah pengertiannya hanya ucapan dan perbuatan Nabi SAW. saja. Padahal hadis itu juga termasuk dari sahabat dan tabiin. Sebagaimana dalam defenisinya, hadis adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan, taqrir, sifat akhlak, dan keadaan fisiknya, serta yang dinisbahkan kepada para sahabat dan tabi’in.
Berdasarkan pengertian ini, maka sumber-sumber hadis itu bukan hanya Nabi SAW. saja, tapi termasuk apa yang disandarkan kepada para sahabat dan tabiin. Nanti dalam pembahasan mengenai klasifikasi hadis, dikenal istilah hadis mauquf, yakni hadis yang bersumber dari sahabat, dan hadis maqthu’, yakni hadis yang bersumber dari tabiin.
Secara terperinci, hal-hal yang termasuk kategori hadis mencakup atau meliputi:
a. Ucapan atau Sabda Nabi SAW. walaupun itu wahyu dari Allah, maka ini yang biasa disebut hadis Qudsi, firman Allah yang bahasanya disusun dan disampaikan oleh Nabi SAW. sendiri.
b. Perbuatan, akhlak atau sifat-sifat Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat.
c. Perbuatan para sahabat yang didiamkan oleh Nabi SAW. Beliau tidak perintahkan dan juga tidak melarangnya, hanya dibiarkan begitu saja.
d. Timbulnya berbagai pendapat sahabat, lalu Nabi SAW. mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu.
e. Sejarah perjalanan kehidupan Nabi SAW. termasuk kondisi fisiknya. Secara praktis dan pragmatis, belajar hadis adalah belajar sirah Nabi SAW. sejarah perjalanan kehidupan Rasulullah SAW. sejak lahir hingga wafatnya.
f. Pernyataan para sahabat dan tabiin yang masanya dihubungkan dengan Nabi SAW.
Termasuk juga hadis ialah Piagam atau Perjanjian yang pernah dibuat oleh Rasulullah SAW. Misalnya Piagam Madinah yang pada awalnya disebut sebagai al-Kitab (buku) dan ash-Shahifah (bundelan kertas), dan dalam konteks modern dikenal sebagai ad-Dustur (konstitusi), atau al-Watsiqah (dokumen) yang memuat dua bagian. Satu bagian berisi perjanjian damai antara Nabi SAW. dengan komunitas Yahudi yang ditandatangani ketika Nabi SAW. pertama kali tiba di Madinah, dan bagian kedua berisi tentang komitmen, hak-hak dan kewajiban umat Islam, baik Muhajirin maupun Anshar yang ditulis setelah perang Badar yang terjadi pada tahun II H. Oleh para ahli sejarah dan penulis belakangan menyatukan kedua bagian ini menjadi satu dokumen yang ditulis terdiri dari 47 pasal.
Bagaimana hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk hubungan toleransi moderasi antar umat beragama, hadisnya dijelaskan dalam Piagam Madinah.
Ini yang disebut sebagai hadis etika sosial, politik dan budaya.
Demikian juga korespondensi Nabi SAW., yakni surat-surat yang pernah dikirimkan Nabi SAW., baik yang dikirim kepada para sahabat yang bertugas di daerah, maupun yang dikirim kepada pihak-pihak di luar Islam, seperti kepada para raja. Muhammad ibn Sa’ad (230 H) dalam kitabnya Thabaqat al-Kubrâ mencatat surat-surat yang pernah dikirimkan Nabi SAW. lengkap dengan sanadnya. Surat-surat itu tidak kurang dari 105 buah. Hanya saja teks surat-surat tersebut tidak semuanya dicatat secara lengkap.
Pemahaman tentang arti hadis yang sangat luas ini penting diketahui, agar tidak membatasi seolah-olah hadis itu hanya ucapan dan perbuatan Nabi SAW. saja.
Hadis-hadis Nabi SAW. dalam pengertian luas seperti ini dapat dijadikan sebagai tafsir dan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang terkadang bahasanya sangat singkat, global, dan bersifat umum.
Pengertian hadis yang cakupannya sangat luas inilah yang kemudian membedakan pengertian sunnah yang terbatas dalam hal-hal tertentu. Apa perbedaannya?
In syaa Allah, akan dijelaskan berikutnya.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab. Semoga bermanfaat.
Pontianak, 2 maret 2020