Oleh: Fachrur Rizal, M.Pd
Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, sebentar lagi kita semua akan melepas kepergian bulan suci Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Satu bulan penuh kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini dengan penuh rasa khidmat serta tiada hari tanpa membaca al-qur’an, bersedekah, shalat tarawih, qiyamul lail, i’tikaf, dan seluruh amalan-amalan kebaikan lainnya. Namun yang kita rasakan sekarang adalah betapa singkatnya 1 bulan tersebut diibaratkan baru 1 hari kita berpuasa, kini kita akan berpisah sampai 11 bulan yang akan datang. Tentunya harapannya adalah semoga kita masih dapat berjumpa kembali dengan bulan yang agung ini untuk tahun yang akan datang dengan komitmen diri untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah dan kewajiban kita kepada Allah SWT.
Hari ini dan esok adalah sisa dari bulan Ramadhan yang akan kita jalani tahun ini, tiada terasa sebentar lagi seluruh ummat muslim akan melantunkan kalimat Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap Muslim menampakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membimbing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan. Setiap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan yang lalu tentu sangat mendambakan dirinya untuk menjadi orang yang taqwa. Sebagaimana dalam QS. Al-baqarah ayat 183 Allah SWT menjelaskan bahwa tujuan dari pada melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini adalah untuk mendapatkan predikat Taqwa. Sebab hanya orang yang taqwalah yang pantas menjadi hamba yang dicintai oleh Allah SWT, hanya orang yang taqwalah yang pantas menjadi kekasih Allah SWT, hanya orang yang taqwalah yang pantas menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi ini, dan hanya orang yang taqwalah yang pantas menjadi ahli/penghuni surganya Allah SWT.
Pertanyaannya? lalu siapakah orang yang akan mendapat predikat taqwa itu? Orang yang mendapat predikat taqwa adalah mereka yang menjalankan ibadah puasa dan amal shaleh lainnya di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharapkan keridhaan Allah SWT. Demi Allah, tidak ada orang yang paling berbahagia pada hari ini kecuali mereka yang memperoleh rahmat, ampunan, dan kemenangan di sisi Allah SWT. Karena hanya merekalah orang-orang yang berhak menyandang predikat sebagai manusia yang fitrah, yaitu manusia yang suci lahir dan batin seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Mereka adalah manusia yang sempurna dan paripurna (al-insanul al-kamil), yaitu manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT. Mereka adalah orang-orang yang tergolong sebagai umat pilihan yang di dalam Al-Qur’an diabadikan dengan istilah “khaira ummah” (umat yang terbaik). Mudah-mudahan Allah SWT. menjadikan kita semua termasuk golongan orang-orang yang memperoleh derajat taqwa. Aamiin.
kini sebentar lagi momentum Ramadhan akan meninggalkan kita, tentunya bagi orang-orang yang bertaqwa akan merasakan kesedihan yang mendalam seakan-akan tak ingin berpisah dengan bulan yang penuh keberkahan ini, namun sebagai hamba Allah yang telah mencapai derajat taqwa, setidaknya mengikhlaskan kepergian bulan Ramadhan ini dengan lapang dada dengan harapan semoga tahun yang akan datang dapat berjumpa kembali. ada 4 hal yang harus tetap melekat pada diri kita dan harus selalu dijaga dan dipelihara, serta dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
Kita harus memiliki keimanan yang kokoh, dan tetap istiqamah dalam keimanannya itu; kita tidak boleh goyah dan terpedaya oleh apapun, termasuk oleh pengaruh nilai-nilai keduniawian yang sering membuat kita terlena jauh dan lupa kepada Allah SWT.
Kita harus memiliki rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lainnya; rasa cinta ini terpatri dalam jiwa kita dengan dilandasi oleh nilai-nilai keimanan yang kokoh kepada Allah SWT.
Kita harus menjadikan seluruh hidup ini hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT; yaitu pengabdian yang dilandasi oleh nilai-nilai kecintaan yang sejati, pengabdian yang melahirkan sebuah pengorbanan yang tulus dan ikhlas semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Kita harus memiliki rasa cinta dan jiwa kasih sayang terhadap sesama manusia; rasa cinta dan jiwa kasih sayang yang dilandasi oleh nilai-nilai persamaan harkat dan martabat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di sisi Allah, kecuali yang membedakannya hanya nilai ketaqwaannya semata.
Sadarilah, bahwa sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT ke dunia ini pada hakekatnya adalah untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT. Hal ini berarti, bahwa segala ucapan, sikap, dan perbuatan kita dalam hidup ini semata-mata hanya untuk Allah SWT, dan bukan untuk memperturutkan keinginan hawa nafsu. Sesuai akan firman Allah SWT yang artinya,”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’am,[6]: 162-163).
Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita melaksanakan perintah Allah? Sudahkah kita menjauhi segala yang dilarang Allah? sadarilah, bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, umur kita semakin hari semakin berkurang, dan kita tidak tahu pasti kapan ajal akan menjemput. Bukankah Allah sudah memberikan bukti kepada kita, betapa banyak keluarga, tetangga, dan teman kita yang sebelumnya masih sehat dan berkumpul bersama kita, tetapi tiba-tiba ajal kemudian menjemputnya? Karena itu, marilah kita segera bertaubat dan beribadah kepada Allah SWT, mumpung Allah SWT masih memberikan kesempatan hidup kepada kita, sebab jika ajal sudah datang dan roh sudah terpisah dari jasad, maka ketika itu pula pintu taubat sudah tertutup dan ampunan Allah SWT telah berakhir. dalam menapak kehidupan ini, Rasulullah SAW. mengingatkan kepada kita untuk selalu memperhatikan tentang lima hal sebelum datangnya lima hal lainnya, sebagaimana sabdanya:
إِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ. إِغْتَنِمْ شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَامِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَصِحَّاتِكَ قَبْلَ سُقْمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، أَوْكَمَا قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Artinya: ”Gunakan lima perkara sebelum datangnya lima perkara lainnya: gunakan masa mudamu sebelum datang masa tuamu; masa hidupmu sebelum kematianmu; waktu luangmu sebelum waktu sibukmu; waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu; waktu kayamu sebelum waktu miskinmu.” Atau sebagaimana yang disabdakannya SAW.” (HR. Ibnu Abbas, ra.).
Dalam pergaulan hidup sehari-hari, baik di dalam keluarga maupun masyarakat, seringkali terjadi perselisihan yang disebabkan oleh adanya kekhilafan atau kesalahpahaman, yang kemudian berakhir pada pertengkaran dan permusuhan diantara kita. tidak ada untungnya kita bertengkar dan bermusuhan, karena kita semua bersaudara, bahkan sesama muslim kita diikat dengan satu aqidah yaitu kalimat ” لاَّإِلهَ اِلاَّ الله مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ الله”. Bukankah dengan saling bermusuhan hidup akan menjadi sempit, dan kita tidak mempunyai saudara dan tetangga lagi. Lalu jika sudah demikian, siapa yang akan menolong jika kita mengalami kesulitan? siapa yang akan menghibur jika kita ditimpa musibah? siapa yang akan membesuk jika kita sakit? siapa yang akan membimbing kalimat ” لاَّإِلهَ اِلاَّ الله ” jika kita menghadapi syakaratul maut? dan siapa yang akan memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan jika kita sudah meninggal dunia nanti?
Apa sebenarnya yang kita banggakan dalam hidup ini? semua yang ada pada diri kita hanyalah titipan Allah SWT. Karena itu, apapun yang kita miliki janganlah sampai membuat kita sombong dan lupa diri, sehingga menyebabkan kita lupa kepada Allah SWT dan terputus hubungan silaturrahim dengan saudara kita yang lainnya. Mari kita jadikan hidup ini lebih bermakna, yaitu di samping selalu berusaha meningkatkan kualitas ibadah dan pengabdian kita kepada Allah SWT, juga selalu berupaya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Ingatlah akan firman Allah SWT. berikut yang artinya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali perjanjian (berhubungan baik) dengan sesama manusia”. (QS. Ali Imran,[3]: 112).
Sadarilah, bahwa di sekeliling kita masih banyak saudara-saudara kita yang masih memerlukan perhatian dan uluran tangan kita. Sanggupkah kita hidup dengan segala kemewahan dunia, sementara masih ada saudara-saudara kita yang miskin dan kelaparan? Sebagai seorang mukmin, kita mestinya susah jika melihat saudara kita susah, dan senang jika melihat saudara kita senang. Jangan sebaliknya, kita senang jika melihat saudara kita susah, dan susah jika melihat saudara kita senang. ketauhilah, sesungguhnya kebahagian itu bukan karena harta benda yang bertumpuk, dan bukan juga karena tingginya pangkat dan jabatan yang kita miliki, tetapi kebahagiaan yang sesungguhnya adalah apabila kita bisa berbagi dengan saudara-saudara kita yang lain, terutama kepada mereka yang tidak mampu. Karena sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan mamfaat bagi orang lain. Karena itu sekali lagi, mari kita tingkatkan jiwa kepedulian sosial kita, saling bahu membahu, dan bekerjasama untuk membantu saudara-saudara kita yang tidak mampu, yaitu dengan menginfaqkan sebagian rezeki yang kita miliki baik berupa zakat, infaq, maupun shadakah. Ingatlah firman Allah SWT. berikut yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahui.”(QS. Ali Imran,[3]: 92).
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan rahmat, ampunan, dan kemenangan bagi kita semua, sehingga kita tergolong kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Amin.(Penulis adalah alumni Pascasarjana IAIN Pontianak)