Budidaya Jahe di Tanah Gambut: Tantangan dan Peluang

teraju
4 Min Read

teraju.id – Pontianak – Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu komoditas rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan di bidang kuliner, kesehatan, hingga industri obat tradisional. Kalimantan Barat, dengan potensi lahan gambutnya yang luas, menyimpan peluang besar untuk pengembangan budidaya jahe. Namun, menanam jahe di tanah gambut memerlukan teknik budidaya yang tepat agar hasilnya optimal.

Karakteristik tanah gambut memiliki ciri khas yakni: bersifat asam (pH rendah), kandungan bahan organik tinggi, cenderung miskin hara makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) serta rentan terhadap kekeringan saat musim kemarau dan tergenang saat musim hujan.
Ciri-ciri ini membuat tanah gambut kurang ideal untuk sebagian besar tanaman, namun dengan perlakuan khusus, jahe tetap bisa tumbuh baik.

Teknik Budidaya Jahe di tanah gambut sehingga bisa berhasil, dapat dilakukan dengan:

Pemilihan Benih
Gunakan beih jahe yang sehat dan berasal dari rimpang tua (berumur 9–12 bulan).

Pengolahan Lahan
Buat bedengan dengan tinggi 20–30 cm dan lebar 1 meter agar tidak tergenang air.
Tambahkan bahan amelioran seperti kapur dolomit atau abu sekam untuk menaikkan pH tanah.
Campurkan kompos atau pupuk kandang matang untuk menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah.

Penanaman
Tanam rimpang dengan jarak tanam 30 × 40 cm. Usahakan kedalaman tanam sekitar 5–10 cm. Waktu tanam terbaik adalah awal musim hujan, agar tanaman cukup air selama fase awal pertumbuhan.

Pemupukan
Pemupukan dilakukan bertahap:
Dasar: Pupuk kandang + dolomit + NPK seimbang
Susulan: Urea, SP-36, dan KCl setiap 1,5 bulan sekali
Pupuk organik cair juga bisa digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman

Pengairan dan Drainase
Pastikan bedengan memiliki saluran drainase yang baik untuk menghindari genangan air.
Siram secara rutin saat musim kemarau, namun jangan berlebihan agar tidak memicu busuk rimpang.

Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama umum: ulat, belalang, dan lalat rimpang.
Penyakit: busuk rimpang (oleh jamur Pythium atau Fusarium).
Gunakan pestisida nabati dan jaga sanitasi kebun secara rutin.

Panen dan Pasca Panen
Jahe bisa dipanen saat berumur 8–10 bulan untuk konsumsi segar, atau 12 bulan untuk kebutuhan bibit dan industri herbal. Panen dilakukan hati-hati agar rimpang tidak rusak, kemudian dicuci, dijemur, atau langsung dijual segar.

Budidaya jahe di tanah gambut Kalimantan Barat adalah peluang emas bagi petani lokal. Meskipun menantang, dengan teknik budidaya yang tepat—mulai dari pengolahan tanah hingga pemupukan organik—jahe dapat tumbuh subur dan menghasilkan keuntungan yang menjanjikan. Ini sejalan dengan semangat pertanian modern berbasis kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan.

Sayangnya, masih sedikit petani yang melirik jahe sebagai komoditas utama di lahan gambut. Banyak yang masih terpaku pada tanaman konvensional seperti padi, kelapa, atau sawit, padahal risiko dan biaya perawatannya lebih tinggi. Padahal dengan modal lebih ringan dan waktu panen yang relatif cepat (4–6 bulan untuk jahe muda), budidaya jahe bisa menjadi solusi cerdas untuk meningkatkan pendapatan petani.

Pemerintah daerah, dinas pertanian, dan lembaga swadaya perlu hadir dalam memberikan pelatihan, benih unggul, dan pendampingan teknis. Sudah saatnya kita melihat tanah gambut bukan sebagai beban, tapi sebagai potensi emas yang belum tergarap. Dengan pendekatan tepat dan dukungan kebijakan, Kalimantan Barat bisa menjadi sentra produksi jahe nasional — bahkan ekspor.

Tanah gambut bukan penghalang, tapi peluang. Tinggal bagaimana kita mengolahnya.

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *