Oleh: Yusriadi
Saya melakukan dua survei ringkas terhadap tujuan kuliah dan kebiasaan membaca di sebuah kelas, beberapa waktu lalu. Dua hasil itu cukup mencengangkan.
Pertama, survei tentang tujuan kuliah. Saya bertanya kepada rombongan belajar itu tentang apa tujuan mereka kuliah, ingin jadi apa nanti.
Ternyata di kelas itu, lebih dari 60 persen tujuannya –menurut saya, menyimpang. 20 persen agak-agak bisa diselaraskan, dan hanya 10 persen yang sesuai visi misi jurusan. Ibarat kata, jurusan ingin membawa mereka ke arah barat, mereka –para pelajar itu, ingin ke selatan-utara dan barat laut.
Tujuan mereka berbeda dengan tujuan utama kuliah di jurusan dan fakultas itu. Keinginan menjadi apa kelak di masa depan berbeda dengan bentuk yang dibayangkan oleh pengelola jurusan.
Kedua, survei tentang kebiasaan membaca. Ternyata sebagian besar kurang membaca. Rata-rata 0,5 atau setengah buku yang dibaca dalam seminggu. Tidak sampai 7 buku untuk mendapatkan angka satu buku sehari. Jauh dari angka itu. Faktanya, kadang kala ada beberapa hari mereka yang tidak membaca buku.
Mungkin mereka membaca jurnal? Tidak juga. Ketika saya tanyakan apakah Anda membaca jurnal? Sebagian besar malah tidak tahu apa itu jurnal.
“Jurnal apa?”
“Jurnal?”
Mereka bertanya-tanya satu dengan yang lain. Saya sengaja tidak menjelaskan tentang benda itu sebelumnya.
Tujuan hidup memang tak semestinya sesuai dengan tujuan jurusan. Orang yang datang boleh datang untuk tujuan hanya memperoleh ilmu atau hanya mendapatkan gelas sarjana. Orang dapat hidup dan dianggap sukses, bahkan, tanpa kuliah pun.
Tetapi dari sudut pandang jurusan seharusnya orang yang belajar di sana mendapatkan hasil seperti yang diimpikan dalam visi. Itulah yang ditawarkan dan dijanjikan kepada calon mahasiswa dahulu. Jurusan dianggap sukses jika lulusannya menjadi seperti yang dijanjikan.
Minat baca yang rendah dan tujuan hidup yang tidak jelas membuat dosen sering “miring-miring”. Saya mendengar rekan dosen menceramahi mereka karena tidak mengerjakan tugas membaca buku ilmu hadits dan tugas Bahasa Inggris. Seperti juga saya yang sering menegur mahasiswa –di kelas lain semester lalu, yang tidak mengerjakan tugas. Saya malah mengusir mereka yang njiplak habis karya di internet untuk tugas kuliah, dari pertemuan. Sering gemas melihat mahasiswa banyak nongkrong, dan lebih tertarik melakukan kegiatan bernuansa hura-hura.
Lembaga memiliki pekerjaan berat membawa mereka ke jalur yang benar. Lembaga harus bisa membantu atau mendorong mereka membuang mental malas, tidak jujur, enggan kerja keras, mudah mengeluh, yang saat ini mereka miliki.
Harus dirumuskan cara untuk menangani persoalan ini. Dosen secara parsial, satu per satu, tidak akan mampu menuntaskan soal ini. Apalagi jika dosen mulai berpikir: Abaikan saja, toh mereka sudah diperingati.
Lebih dari itu, orang tua mereka juga sepatutnya membantu. Mereka mendorong tumbuh kembang budaya baca dan kegiatan belajar anaknya.
Mereka tidak bisa melepaskan anaknya begitu saja. Orang tua harus melakukan kontrol –terutama prilaku anak-anaknya di luar kampus, di luar jangkauan dosen dan lembaga. (*)