Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tegas dan ketat dalam memberi izin perusahaan investasi, termasuk jeli memeriksa rekam jejak pengusaha dan pengelola perusahaan investasi. Menurutnya, perlindungan konsumen investasi dan keuangan sudah menjadi tema sentral sejak pembentukan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Banyak yang tertipu dengan investasi bodong yang mengiming-imingi hal menggiurkan padahal itu penipuan,” ungkapnya di Jakarta, Senin (16/5/2016).
Menurutnya, OJK yang terkesan lemah dan kendor dalam pengawasan menjadi salah satu penyebabnya. Apalagi, ditengarai banyak pengusaha investasi bermasalah masih bebas membuka usaha serupa dengan hanya mengganti nama perusahaan atau memakai nama orang lain untuk mengelabui aparat.
Seperti diketahui, praktik perusahaan investasi bodong sudah banyak memakan korban. Bahkan sebagian sudah masuk pengadilan. Salah satunya adalah grup investasi Brent Securities yang sebelum akuisisi saham dikenal bernama PDFCI Securities.
Diketahui, sudah tak terhitung jumlah korban penipuan investasi bodong. Misalnya yang dialami anggota Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP). Ribuan nasabah menuntut uang yang telah diinvestasikan kembali.
Menurut Hendrawan, OJK tidak boleh lepas tangan atas fenomena maraknya perusahaan investasi bodong. ”Bagaimanapun itu adalah tupoksi OJK, harus mampu melakukan pengawasan,” tukasnya.
Komisi XI, lanjutnya, meminta OJK agar proaktif dan segera mengeluarkan Peraturan OJK yang bukan hanya bersifat preventif tapi juga ada tenaga pengawas yang proaktif serta mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi nasabah yang dirugikan.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI lainnya, Jhony G Plate, mengatakan, ditengarai banyak perusahaan investasi bodong yang ditutup karena ada unsur penipuan ternyata masih bebas berkeliaran.
“Itu tugas OJK untuk mengawasi. Kita sia-sia saja membentuk OJK selama ini. Sepertinya tidak ada value added-nya,” tukasnya.
Dalam waktu dekat, kata Jhony, DPR akan memanggil kembali OJK, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), BKPM, hingga Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait lepas tangan pengawasan dari perusahaan investasi bodong ini. Selain itu, masih menurut Jhony, DPR juga akan memanggil pihak kepolisian untuk menetapkan direksi perusahaan investasi bodong ini bila terbukti terlibat menggelapkan dana nasabah dan menetapkan direksi perusahaan tersebut menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ketua Satgas Waspada Investasi sekaligus Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing mengatakan, pengawasan investasi bodong bukan semata tugas OJK. “Korban penipuan justru banyak yang tidak melapor ke kami karena malu,” kata Tongam.
Mereka yang umumnya kalangan berpendidikan, tokoh masyarakat dan punya status sosial biasanya memilih diam karena gengsi atau malu. ”Ini yang membuat tim Satgas Waspada Investasi (SWI) kesulitan mengungkap pelaku investasi bodong. Korban diam justru ikut menyuburkan praktik tidak sehat tersebut,” beber Tongam.
Berdasar data Satgas, tercatat ada 377 perusahaan investasi bodong. ”Itu data perusahaan investasi aduan masyarakat. Di luar itu, tentu masih banyak lagi. Untuk identitasnya kami mohon maaf belum bisa ngasih,” imbuh Longam.
Longam menolak tudingan bahwa maraknya kasus penipuan karena lemahnya OJK. Sebab, OJK hanya berwenang menindak perusahaan-perusahaan nakal yang mendapat izin dari OJK. ”Yang bodong-bodong ini bukan urusan OJK semata. Karena kami memang mengurusi yang legal,” tegasnya.
Tim Satgas sebut Longam, merupakan tim gabungan dari sejumlah lembaga. Terdiri dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Di mana, secara tugas tidak disamakan.
(OKEZONE.com)