Oleh: Nur Iskandar
Rumah Potong Hewan (Sapi) itu berada di kawasan Nipah Kuning. Persis di sebelah Pelabuhan Rakyat di mana banyak perahu-perahu Phinisi yang sangat bergaya Sulawesi. Berada di sini serasa berada di negeri lain dari Kota Pontianak. Terlebih malam hari. Persisnya menjelang tengah malam di mana suara kendaraan di darat, laut dan udara rada sepi dihantam lelah sehingga asyik tergolek tidur di dipan masing-masing. Kami ditemani suara jangkrik dan temaram lampu yang berpendar di berbagai sudut rumah maupun tiang-tiang anem penerang jalan.
Saya sudah punya janji sama kepala UPTD Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan, Arpan, SP pada pukul 21.00. Namun sebab sesuatu dan lain hal, pertemuan dapat dilakukan pukul 22.00 WIB. Terlebih Tentara Wakaf Produktif (Tawaf) Indonesia dari Ikatan Remaja Mesjid Sirajul Islam (Ikramsis) ingin ikut dalam kunjungan tak biasa ini. Karena jam 21.00 mereka baru tutup lapak Cafe Container yang mereka namakan dengan KSP. Kopi Sharing Point. KSP Sirajul Islam berada di Jalan Merdeka. Bilangan mesjid terbesar di jantung Kota Pontianak setelah Mesjid Raya Mujahidin.
Pak Arpan menyambut dengan aksen Pemangkat yang kental. Alumni Fakultas Pertanian UPB angkatan masuk 1986 ini menyilahkan kami duduk di ruang utama. Saling sapa dan berkenalan. Sebab memang baru kali ini kami kemari, dan baru kali ini saling sapa–kopi darat. Pak Arpan menyambut dengan dua staf. Pertama paramedis ternak. Kedua, juru sembelih bersertifikat halal. Sekeliling dinding ruang utama ini penuh dengan panel info. Mulai dari visi-misi, tata aturan, hingga tabel keluar-masuk sapi per hari. Banyak pengetahuan baru saya peroleh di RPH Sapi ini. Detil. Kompleks. Rumit. Sehingga amat sangat menarik. Di mana sampai pukul 00.15 cerita mengalir deras di sela kuap kantuk para tentara wakaf produktif Indonesia hehehehe. Maklum tentara yang saya bawa sudah lelah bekerja menjaga asa KSP-nya. KSP yang baru sepekan buka sudah bawa untung yang lumayan.
Inilah pertemuan ganjal nan ganjil diakibatkan RPH Sapi baru mulai operasi pada pukul 21.00 dan biasanya tutup pintu pada pukul 02.00.
“Kalau mau lihat kami sedang operasi datanglah pada pukul sembilan malam hingga menjelang pukul dua subuh,” kata Pak Arpan saat kami teks dan konteks lewat penyeranta WhatsApp. Nomor Pak Arpan saya dapatkan dari Kadis, Ir H Bintoro Agung Widodo–guru saya pula saat Sekolah Menengah Teknologi Pertanian Flora Agung, Siantan Hilir, Pontianak Utara era 1989-1992. Antara kami dengan Pak Bin sudah pernah audiensi bicara soal RPH dan dimana Tawaf Indonesia bisa berperan. Berperan bersama Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat di mana kebetulan di pundak saya diamanahkan bidang pemberdayaan wakaf yang lebih pop disebut Bidang Wakaf Produktif. Di bidang Wakaf Produktif saya dikomandani ilmuan cum kyai Drs H Nilwani Hamid, M.Pd dan Ketua BWI Kalimantan Barat Prof Dr H Kamarullah, SH, MH. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Tanjungpura.
Kaitannya wakaf dengan RPH apa? Seperti tak connect? Begini Browda ‘n Sista: Pada periode pertama BWI dipimpin Dr KH Wajidi Sayadi, M.Ag pernah dilaksanakan kunjungan ke Batam. Di sana BWI Kepri membangun RPH dengan mekanisme wakaf. Produktif sekali. Incomenya miliaran. Kami jadi tertarik menyelaminya. Apalagi KH Wajidi Sayadi langsung menghubungkannya dengan pemotongan sapi dan kambing yang sangat banyak di setiap mesjid di bulan puncak hari raya kurban. Ada sisi-sisi yang kerap kita lupakan, yakni kebersihan darah dan kotoran ternak. Kerap kita lupa dengan dimana darah dan tinja mesti disalurkan. Kadang kita lupa, darah dan jeroan dipotong-potong kerap membuat bau tak sedap mesjid berhari-hari lamanya.
Sementara ada RPH Sapi. Satu kali naik–sapi bisa 40 ekor banyaknya. “Kami pernah layani sejak siang hingga subuh saking banyaknya,” timpal Arpan.
Keren bukan koneksinya? Apalagi sebagian besar mesjid dibangun di atas tanah wakaf. Sedangkan urusan wakaf berada di domain BWI. BWI bekerja “memintarkan nazir wakaf” yang juga adalah General Manager bagi wakaf produktif di mana biasanya tumbuh mesjid-mesjid. Maka semakin clear-lah koneksi BWI, Tawaf Indonesia ke RPH Sapi menjelang tengah malam ini.
Begitulah seorang pemimpin kelas Kyai Wajidi berpikir jarak jauh. Beliau wara-wiri sosialisasi dalam dua periode masa jabatannya di BWI Kalbar. Per periode 3 tahun saja. Dan ternyata saat saya bertandang ke RPH Sapi tadi malam, Jumat, 22/1/21, dilaporkan Pak Arpan ada beberapa mesjid yang sudah memanfaatkan kecanggihan RPH Sapi untuk pemotongan hewan kurbannya. Ces pleng. Tokcer lancar. Semoga dengan catatan ini kalau dibaca para pengurus mesjid semakin menambah daftar masuk pemotongan hewan kurban di lokasi RPH Sapi Kota Pontianak sehingga fasilitas negara ini top-markotop melayani hajad ummat secara sehat walafiat.
Adakah cubitan retribusinya? Kagak ada. Untuk sapi bisnis memang ada Rp 50.000/ekor. Tetapi untuk pemotongan hewan kurban karena setahun sekali–gratis-tis-tiiiissss.
Mesjid mana saja yang sudah langganan ke RPH untuk pemotongan hewan kurban? Ya antara lain Mesjid Alqoyyim Jl Jambi–Pangeran Natakusuma. Mesjid yang dipimpin oleh Ir H Bintoro Agung Widodo.
Dan malam ini pun saya dkk masuk ke ruang-ruang fasilitas RPH Sapi. Mulai dari kandang transit sapi saat turun. Ada ruang pemeriksaan kondisi Ante Mortem dan perlakuan jika stress. Ada ruang pemulihan. Ada ruang relaksasi bagi para sapi. Saya senyam-senyum sendiri tergelitik RPH Sapi ini sudah mirip sebuah unit Rumah Sakit. Pak Arpan adalah direkturnya.
Dalam alur Ante Mortem sampai Post Mortem itulah pelik dan rumit. Ada pemeriksaan kehamilan bagi sapi betina. Di mana ada aturan tidak boleh menyembelihnya dengan pertimbangan kemanusiaan–eh salah–kebinatangan. Welas asih atas calon generasi sapi pun ditinjau dengan budi pekerti mulia. Dan kalau dilanggar ada sanksi pidananya.
Kasus menarik dengan pemeriksaan sapi dengan data dari mana asalnya? Ternak milik siapa dan seterusnya. Ada form masuk yang harus diisi. Sebab sapi harganya mahal. 20 juta ke atas. Tak dipungkiri jika ada sapi curian hehehe. Urusannya sampai kepada polisi. Maka polisi biasa razia sapi…So urusan daging ini rumit untuk sampai ke meja lapak pedagang sampai ke meja makan. Belum lagi urusan kesehatan. Belum lagi urusan siapa yang memotong. Jarak sajam dari batas leher–ternyata ada perdebatan seru antara berbagai pandangan–karena akan berujung pada berat daging dan kualitas rasa! Unik sekali pengetahuan persapian ini. “Bayangkan jika rugi sekilo dikali Rp 100 ribu. Dikali jumlah sapi. Mana pedagang mau?” tekan Arpan. Kami manggut-manggut. Ikramsis bedesut lari ke mobil ngorok. Jam sudah tembus angka 00.00. Pak Arpan sedang full spirit berkisah soal Pelatihan Juru Sembelih Halal–kadang disingkat Jusela–kadang Juleha…
Semakin larut, ilmu persapian makin dalam membuncah. Akan jadi satu buku menarik jika dinarasikan. Apalagi jika masuk ke ayam (RPH-Ayam) dan belum ada RPH Kambing sementara kami telah menginisiasi bersama pegiat wakaf Munzalan Mubarakan mendirikan BangKambing. Seru. Seruu bingits. Ntar benar-benar jadi buku. Buku pegangan perdagingan sapi, ayam dan kambing dari hulu sampai hilir–wasilah dari wakaf. Dan jangan lupa ada juga RPH Babi. Sebab Dinas Pangan juga punya RPH-ternak memamahbiak paling produktif ini, di mana sekali lahir bisa enam sampai 8 anakan. Demikian norma kompilasi narasi agar ada referensi bandingan soal tata-cara dan organisasi yang multidimensi.
“Kami pemerintah berada di tengah-tengah. Mengurus rakyat seluruhnya. Jadi ada RPH Sapi dan Unggas. Ada pula RPH Babi di Siantan. Sungai Selamat,” timpal Erpan. Kisah sapi belum tuntas, ada lagi unggas, kemudian masuk narasi RPH-Kambing yang bakal dikerjakan BangKambing manakala sudah maju selaksa, sebesar raksasa. Sebab BangKambing baru deklarasi pada 18/1/21 di mana baru masuk tahap seleksi bibit dan pembangunan kandang di Ponpes “Kambing” Nurul Jadid. Narasi terakhir akan masuk RPH-Babi dan UPDT lainnya, seperti bunga anggrek, sayur-mayur, yang masuk ke dalam rumpun akademis Agronomi.
Terimakasih Pak Arpan atas berbagi waktu dan kesempatan. Besok-besok saya akan datang lagi kemari. Untuk meliput sekaligus belajar. Semoga bermanfaat bagi masyarakat. * (Penulis adalah pegiat literasi wakaf-wakaf literasi. Anggota BWI Kalbar Bidang Wakaf Produktif. CP-WA 08125710225). Catatan: Ada banyak foto di ruang penjagalan dengan fasilitas modernnya. Namun dengan pertimbangan kode etik jurnalistik, tidak satupun diunggah di laman ini sebab dipenuhi senjata tajam dan noda darah. Cukup untuk dokumentasi pribadi.